Selama tiga minggu ini tentu merupakan
pengalaman yang menarik buat saya pribadi. Dalam minggu pertama tentu akan ada
rasa gugup mengenai bagaimana praktek yang akan dilakukan nanti. Oleh karena
itu saya dengan teman-teman saya menjadi kurang siap menghadapi praktikum
nantinya. Namun syukurlah semua dapat berjalan baik dan dikatakan baik oleh
kakak asisten dosen saya. Namun, yang menjadi permasalahan adalah ketika di
minggu kedua. Minggu kedua dikatakan oleh kakak asisten dosen performa yang
dilakukan menurun dibandingkan dengan minggu pertama.
Secara pribadi, hal itu disebabkan ketika
ditengah-tengah wawancara, pikiran saya menjadi “blank” total untuk memunculkan
pertanyaan berikutnya yang dikarenakan daftar pertanyaan yang ada sudah
terjawab semua oleh subyek saya waktu itu. Dan hal itu perhatian saya menjadi
sedikit tak fokus karena gugup ditengah jalan. Hal inilah yang menjadi
pelajaran saya untuk lebih siap dan tetap tenang mendengarkan jika-jika sudah
tidak tahu akan bertanya apa pada subyek.
Minggu terakhir dengan seting klinis,
merupakan praktikum yang paling berkesan bagi saya pribadi dan teman sekelompok
saya. Mengapa demikian? Ketika saya menjadi pewawancara, jujur saja awalnya
saya gugup, namun karena mengingat pelajaran saya minggu sebelumnya, saya lebih
mendengarkan cerita subyek saya waktu itu dan akhirnya muncul
pertanyaan-pertanyaan yang ada diluar daftar yang menjadi pegangan dan tidak
disangka inti permasalahan dari subyek menjadi keluar dengan sendirinya. Lalu,
ketika menjadi seorang klien, karena satu dan lain hal, kakak asisten dosen
mengatakan untuk sedikit mengerjai teman-teman yang menjadi pewawancara saat
itu. Hal itulah yang membuat minggu tersebut menjadi berkesan. Terlepas bahwa
semua seting tersebut hanyalah rekayasa, namun banyak hal yang dapat dipelajari
dari praktikum tesebut.
Namun ada satu tugas wawancara di mana
diharuskan untuk wawancara dengan satu subyek yang sudah ditentukan subyeknya
seperti apa oleh dosen. Kebetulan saya dengan teman kelompok saya mendapatkan
subyek yang ada di Panti Sosial Bina Daksa. Panti yang dikhususkan bagi
orang-orang yang menderita tuna daksa (cacat fisik). Saat itu tema yang kami
tentukan adalah mengenai penerimaan diri subyek atas kondisinya. Dari tugas
tersebut, saya belajar bagaimana baiknya membina rapor (hubungan) dengan subyek
agar ia tidak merasa tersinggung dan bagaimana menutup wawancara setelah
membuka luka-luka batin subyek sebelum benar-benar menyelesaikan wawancara. Tugas
ini cukup berkesan karena banyak hal yang dapat dipelajari baik dari pengalaman
mewawancarai subyek yang benar-benar memiliki masalah dan juga dari cerita-cerita
subyek saat itu yang muncul dari jawaban ketika diwawancara.
Demikian pengalaman saya mengenai tugas
dan praktikum kelas teknik wawancara yang saya lakukan selama tiga minggu ini. Semoga
yang membaca berkesan.
22 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar