Minggu, 26 Mei 2013

Pengalaman demi pengalaman.. (Andrea Caroline)

Selama tiga minggu ini kami melakukan praktikum. Tentu pengalaman kami semakin bertambah. Walaupun klien kami adalah teman kelas kami sendiri, tapi teman tersebut juga hanya mengetahui ‘tema’, tidak benar-benar mengetahui isi pemikiran kami saat membuat kasus atau pertanyaan secara keseluruhan. Sehingga terkesan kami benar-benar baru menemui kasus ini. Kami belajar untuk mengembangkan semua keterampilan wawancara yang sudah dipelajari, dan hal tersulit untuk saya adalah berempati dan mengembangkan pertanyaan. Seringkali justru memikirkan ‘tanya apa..apalagi yang belum..’. Topik yang paling sulit adalah PIO, karena terkesan lebih formal dan mungkin karena pengalaman teman-temannya juga yang baru pertama kali menjadi ‘klien’, sehingga jawaban yang muncul juga masih terbata-bata atau sedikit.
Namun, setelah berperan menjadi observer, saya jadi mengetahui seperti apa saya terlihat saat menjadi pewawancara. Saya berusaha juga melihat atau menilai perilaku saya tadi saat berperan sebagai psikolog. Dari situ saya mulai belajar, membandingkan, dan mengembangkan. Hasilnya mungkin belum maksimal, masih ada kekurangan di sana sini, namun semakin lama saya merasa semakin baik. Saya tidak lagi terpaku dengan daftar pertanyaan, saya semakin luwes dalam bertanya maupun membina rapport.
Sebenarnya praktikum kelas teknik wawancara menjadi hal yang menyenangkan. Sebagai psikolog saya menyadari sulitnya menjadi pewawancara dan baik, dan sedikitnya jam terbang yang saya miliki menjadi salah satu faktor yang mempengaruhinya. Saat menjadi observer saya menyadari kemampuan teman-teman saya, 3 teman yang saya observasi menunjukan keterampilan wawancara yang jauh lebih baik dari saya, sehingga saya banyak belajar dari mereka. Sedangkan saat menjadi klien adalah peran yang cukup menarik, mengarang-ngarang cerita dan  berusaha untuk memberikan data yang dibutuhkan, namun tetap saja saya sering berpikir apakah jawaban saya sesuai dengan kasus mereka atau tidak.
Kunjungan ke panti sosial lebih menambah pengalaman kami. Karena kami benar-benar bertemu dengan klien. Saat kunjungan ke panti, saya semakin menyadari kekurangan saya dalam membina rapport. Saya merasa belum cukup dapat memberikan kenyamanan bagi subjek saya. Terkadang juga ada beberapa pertanyaan yang membuat beliau mengerutkan dahi atau bertanya “maksudnya?” dan saya harus berusaha menjelaskan dengan contoh yang dapat beliau pahami. Beliau juga mengajarkan saya bagaimana menerima keadaan dengan apa adanya, dan dengan keterbatasannya ini tidak membuat dirinya menjadi putus asa atau malas. Beliau tetap berusaha untuk mandiri mengembangkan diri dibidang yang disukainya . Bertemu dengan orang-orang seperti beliau merupakan suatu pengalaman yang berarti. 

21 Mei 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar