Pada 3 minggu terakhir ini, saya tidak
lagi belajar teori mengenai teknik wawancara melainkan langsung praktek
mengenai teori yang telah diajarkan. Tentu saja hal ini membuat saya menjadi
deg-degan dan grogi. Awalnya dalam pikiran saya campur aduk. Saya berfikir bisa
ga ya saya praktek dengan baik?kira-kira pertanyaannya cukup ga ya?siapa ya
klien saya?kalo klien saya tidak kooperatif saya harus gimana ya?hal itu
membuat saya cemas menjelang ngambil nilai praktek.
Pada Senin, 6 Mei 2013 itu pertama kali
saya mengambil nilai pratikum. Pada hari itu saya sangat cemas sampai tidak
selera makan karena sudah takut duluan hehehe..Pada saat kelompok saya
dipanggil untuk menjadi pewawancara, saya sudah mulai tidak tegang, dalam hati
saya berdoa untuk dapat melakukannya dengan baik. Dan saya pun mulai wawancara,
dan pada setting pio, kasus saya mengenai rekrutmen staff HRD. Pada saat
pratikum pertama saya merasa bahwa masih banyak kekurangan yang saya miliki
seperti tidak mencatat poin-poin penting dari jawaban klien, selain itu saya
juga masih merasa grogi dalam menyampaikan pertanyaan kepada klien sehingga
terdengar seperti terbata-bata. Saya juga belum melakukan probing. Diantara keterampilan dasar yang harus di kuasai oleh
pewawancara, saya sudah dapat membina rapport dengan klien seperti pada saat
klien mengetuk pintu, saya membuka pintu dan berjabat tangan dengan klien, lalu
saya menanyakan kabar dari klien pada saat itu serta menanyakan bagaimana
perjalanan klien menuju kantor (perusahaan). Dalam sesi wawancara saya juga
sudah mencoba mencairkan suasana supaya tidak tegang, hal ini terlihat saat
klien juga tertawa kecil menanggapi humor yang saya lontarkan. Dari keempat
aspek attending behavior, yang saya
telah saya lakukan dengan baik adalah visual (kontak mata). Selama klien
menjawab, saya hampir selalu mengarahkan pandangan mata saya ke arah klien.
Selain itu, saya juga sudah menggunakan body
language, hal ini dapat dilihat pada saat saya bertanya kepada klien saya
menggunakan pergerakan tangan dan tidak hanya diam. Salah satu hal yang sudah
saya lakukan pada active listening adalah nonverbal
encouragement dan verbal
encourangement, dimana saat subyek bercerita saya suka menganggukkan kepala
dan sesekali saya mengatakan “ya..lalu..”.
Pada tanggal 11 Mei 2013, saya
mendapatkan tugas untuk ke Panti Sosial Tuna Werdha Budi Mulia II. Pada saat
itu yang saya takutkan adalah saya takut pertanyaan saya menyinggung oma atau
opa yang ada disana. Pada saat sampai di panti tersebut, saya melihat ada
seorang oma yang duduk dibawah pohon dan terlihat oma tersebut lagi santai.
Saya mencoba untuk mendekati oma tersebut dan terlihat oma tersebut menyambut
dengan ramah dan tersenyum. Ia juga mengatakan bahwa saya tidak menganggunya
sehingga saya mulai dengan membina rapport terlebih dahulu. Setelah itu, saya
meminta izin untuk merekam selama berlangsungnya tanya jawab. Yang saya
dapatkan bahwa mewawancarai seseorang yang sudah tua tidak semenakutkan yang
saya kira. Oma yang saya wawancara cukup kooperatif saat menjawab pertanyaan
yang diberikan hanya saja mungkin ada beberapa pertanyaan yang ia tidak
mengerti maksud yang ditanyakan sehingga kita harus menjelaskan dengan jelas
maksud kita sehingga menjadi leading
question. Pada saat wawancara, saya sudah melakukan kontak mata dengan oma
dan seseklai mencatat jawabannya. Saya juga sudah melakukan verbal encouraging seperti “oh gituu
omaa..lalu..” dan sesekali saya mengangguk saat mendengarkan jawaban dari oma
tersebut. Hal yang menghambat saat wawancara adalah suara oma yang terlalu
kecil sehingga terkadang saya tidak mendengar jawaban dengan jelas. Saat oma
merasa sedih dan mengeluarkan air matanya saat bercerita, saya merasa
tertantang karena saya harus dapat menghibur klien agar dapat ceria kembali.
25 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar