Sudah 3 tema yang kami, para mahasiswa Fakultas Psikologi Untar lakukan dalam proses teknik wawancara . Pertama ada setting PIO (Psikologi Industri dan Organisasi), yang kedua ada setting pendidikan, dan yang terakhir setting gangguan-gangguan klinis.
Refleksi diri saya sebagai pewawancara awalnya masih sangat takut. Saya
takut kalau saya tidak dapat memberikan pertanyaan dengan baik kepada
klien, saya takut kalau saya melupakan keterampilan-keterampilan dasar
wawancara yang telah di ajarkan untuk dapat diterapkan, serta takut pada
hal-hal lainnya yang menganggu proses wawancara. Akan tetapi, seiring
berjalannya waktu, saya dapat melewati hambatan serta kecemasan saya
terhadap tugas ini. Saya merasa kalau proses atau simulasi yang
dilakukan akan sangat berguna untuk kehidupan nyata nantinya, dalam
jenis pekerjaan apapun.
Dalam keterampilan dasar wawancara, saya sangat menguasasi cara membina
rapport kepada klien. Dimana, saya selalu membukakan pintu untuk klien
masuk, tersenyum ramah, dan melakukan percakapa-percakapan kecil sebelum
memulai proses wawancara. Saya juga dapat menunjukkan muka datar, saat
klien berbicara tentang kesedihannya, karena di posisi saya, seorang interviwer (i-ter) tidak
boleh ikut menangis atau ikut sedih, hal itu dapat dilakukan dengan
proses empati yang dapat ditunjukkan dengan raut muka, sesekali
anggukkan, dan lain sebagainya.
Kekurangan saya dalam menjadi I-ter adalah saya masih kurang
dapat menguutkan daftar pertanyaan yang akan saya ajukan. Misalnya, saya
harus menanyakkan kepada kklien mengenai keluarganya, tetapi saya
bertanya dibagian tengah-tengah sesi wawancara. Tidak hanya itu, saya
juga masih melihat daftar pertanyaan yang saya buat karena tiba-tiba
saya merasa lupa dengan pertanyaan apa yang akan saya berikan
selanjutnya.
Proses wawancara juga tidak hanya dilakukan di area Fakultas Psikologi,
saya juga melakukan hal yang sama kepada salah satu penghuni Panti
Sosial Bina Daksa. Saya mewawancarai subjek sebagai tuntuta tugas akhir
yang akan kami kerjakan. Pengalaman saya saat mewawancarai subjek, saya
merasa sedikit takut, karena subjek memiliki tampang yang sedikit seram,
tidak mudah senyum. Dalam wawancara yang dilakukan selama lebih kurang
30 menit itu, 20 menit pertama, subjek sama sekali tidak tersenyum,
terkadang subjek menjawab ketus dan seadannya.Tetapim saya berusaha
untuk terus tersnyum ramah kepada subjek, akhirnya di menit ke 24,
subjek sudah dapat menjawab pertanyaan yang lebih panjang dibanding
awal-awal tadi. Subjek juga terlihat mulai untuk membuka dirinya kepada
saya.
Pada akhir proses wawacara, saya juga melakukan jabat tangan sebagai
proses bina rapport, serta berbicara mengenai hal-hal seputar keadaan
panti.
21 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar