Selasa, 21 Mei 2013

Paraphilia itu Pilihan? (Arief NC)

Masalah-masalah cenderung dipandang sebagai sesuatu yang tidak lazim, khususnya dalam hal gangguan seksual. Gangguan seksual itu ada yang dikatakan sebagai paraphilia. Paraphilia  ini bermacam-macam, tetapi intinya setiap gangguan yang tergolong di dalamnya merupakan ketertarikan seksual terhadap obyek yang berbeda dari yang biasanya terjadi sekitar 6 bulan. Di sini terjadi sebuah penyimpangan dalam ketertarikan seksual, sehingga disebut para (penyimpangan atau deviasi) dan ketertarikan seseorang (philia). Mungkin bagi orang lain ini merupakan hal yang tidak biasa yang dianggap bukan sesuatu yang wajar, namun apabila kita sebagai penderitanya bagaimana perasaan kita ketika dipandang demikian?
source: fineartamerica.com
     Sebelum membahasnya lebih lanjut, di sini kita tidak membicarakan orientasi seksual penderita, tetapi lebih mengarah pada apa yang dialaminya dalam kondisi paraphilia. Paraphilia meliputi fetishism, transvestic fetishism, pedophilia, voyeurism, exhibitionism, frotteurism, sexual sadism, dan sexual masochism. Fetishism  merupakan ketertarikan pada benda-benda tidak hidup, yang disebut fetish. Fetish umumnya dapat berupa benda-benda yang berkaitan dengan seseorang, misalnya pakaian, benda berbahan karet, atau sesuatu yang berkaitan dengan kaki. Ketertarikan itu dapat membuat seseorang terangsang, bahkan mencapai tahap orgasme. Kalau transvestic fetishism ditandai dengan "cross-dressing," seseorang mengenakan pakaian lawan jenisnya agar terangsang. Ini tidak sama dengan yang dikatan sebagai "waria," menjadi waria itu karena faktor lain. Misalnya ada yang memilih demikian untuk sekadar mencari nafkah, tuntutan pekerjaan, dan lain-lain bukan untuk menikmati kepuasan seksual. Pedophilia adalah ketertarikan pada anak-anak yang belum mencapai pubertas. Umumnya dilakukan oleh seseorang yang sudah mencapai 16 tahun atau setidaknya 5 tahun di atas usia anak. Penderita voyeurism ditandai dengan perilaku mengintip pasangan yang sedang melakukan hubungan seksual atau seseorang yang sedang mengganti pakaian. Aktivitas ini merupakan sesuatu yang membuat penderita tertarik dan terangsang, sehingga terus menerus melakukannya untuk memperoleh kenikmatan. Exhibitionism ditandai dengan perilaku menunjukkan alat kelamin seseorang di hadapan orang yang tidak dikenal. Frotteurism umumnya terjadi di tempat-tempat umum, penderita menyentuhkan alat kelaminnya atau daerah erotisnya (daerah yang menghasilkan rasa nyaman apabila disentuh) kepada orang lain yang tidak dikenal. Sexual sadism berupa ketertarikan untuk menyakiti pasangan saat berhubungan seksual, baginya dengan menyakiti ia akan memperoleh kepuasan dalam hubungan seksual. Berbeda dengan sexual masochism. Seseorang yang mengalami sexual masochism memperoleh kepuasan dalam hubungan seksual apabila disakiti.
     Banyak sekali jenis dari paraphilia, tetapi intinya seseorang tidak sanggup mendekati orang lain yang setara dengannya (misalnya usia yang setara) dengan cara yang umum dilakukan. Contohnya seseorang yang mengalami pedophilia, mengapa dia lebih memilih anak-anak daripada individu yang sebaya? Umumnya korban tidak menyadari bahwa orang tersebut menderita gangguan seksual meskipun mereka merasa terganggu berada di sekitarnya. Apabila sedang mengantre untuk naik bus di tempat umum tiba-tiba ada yang menggesek-gesekkan tubuhnya/area alat kelamin kepada kita, kita cenderung merasa "apa sih ni orang, berani banget sih, emangnya gue apaan digesek-gesek?!" Mengapa harus dengan menggesek-gesekkan bukan langsung menjalin hubungan dengan berkenalan terlebih dahulu dan lain-lain? Itulah yang dicari tahu penyebabnya. Seorang penderita gangguan bukan berarti dia memilih untuk mengalami gangguan itu, tetapi ia tidak dapat memilihnya dan tanpa sadar mengalaminya. Mungkin saja dia merasa tidak nyaman dengan hal itu, orang lain pun demikian. Atau perilakunya sangat berbeda dengan individu pada umumnya pula, menyimpang dari aturan, menyimpang dari budaya sehingga dikatakan abnormal. Jika seseorang dihadapkan pada paraphilia, terdapat dua kemungkinan. Di satu sisi dia menjadi depresi  dengan peristiwa itu, tetapi dapat pula menjadi paraphilia. Contoh untuk yang mengalami depresi, cukup mencoba memikirkan reaksi seseorang yang dikatakan normal seperti apa. Saat dihadapkan pada situasi yang tidak dapat dikendalikan sama sekali, bahkan tidak dapat mengontrol diri sendiri, apa yang terjadi? Tentu kita merasa segala upaya itu sia-sia, tidak ada upaya yang berhasil (helpless), berikutnya kita mencari orang lain yang kita anggap mampu membantu kita keluar dari situasi itu (atribusi). Ternyata orang tersebut tidak merasa mampu membantu dan tidak membantu kita, akhirnya menjadi depresi karena situasi itu.
source: www.mp3opium.com
     Kesannya kita sendiri yang takut terhadap penderita paraphilia, padahal mereka juga takut kepada kita. Mereka merasa tidak mampu menjalin hubungan seperti orang-orang pada umumnya, sehingga mengalami paraphilia. Mungkin saja karena pernah mengalami kecenderungan genetik, trauma, lingkungan sosial yang membentuk pribadi seperti itu, dan masih banyak faktor lainnya. Atau adanya faktor belajar, misalnya pertama kali dihadapkan pada seorang sadism, seseorang masih merasa takut untuk disakiti. Lama-kelamaan merasakan kenikmatan pada saat disakiti, akhirnya terus berupaya mencari kenikmatan itu, sehingga menjadi masochism. Atau dapat pula mencontoh perlakuan penderita sadism untuk memperoleh kenikmatan yang sama dengan yang diperoleh seseorang yang dijadikan model pembelajarannya (penderita sadism). 
     Setiap penderita paraphilia tentu memiliki kisahnya sendiri yang mungkin berbeda dari satu individu dengan individu lainnya. Kisah itu bukan seperti yang diinginkannya meskipun pada akhirnya dia merasakan kenikmatan dari kondisi paraphilia. Kisah itu yang membawa kita untuk memahami apa yang dirasakannya dari masa lalu hingga masa kini ketika ingin membantunya berperilaku seperti individu pada umumnya. Menjadi parafilia memang memberikan kenikmatan baginya, tetapi sebenarnya itu bukan pilihannya menjadi seperti itu. Di kelas psikologi abnormal dan psikopatologi pernah dipaparkan sebuah kasus paraphilia. Ada pula penderita yang mengatakan kepada dirinya sendiri, "Kok teman-teman bisa terangsang kalau liat cewek atau hubungan seksual, kok aku nggak ya? Malah aku terangsang kalau liat jari-jari kaki cewek padahal temen-temen nggak.... Ada apa sama aku ya? Kayaknya ada masalah, tapi apa?" Di sana dia mulai mengalami adanya tekanan dari lingkungan yang bukan paraphilia, dia mulai menyadari dirinya berbeda dan merasa tidak nyaman dengan hal itu. Akibat terus terlarut dalam masalahnya, prestasi di sekolah pun menurun dan mulai membuat orangtuanya khawatir. Akhirnya setelah dianalisis, terdapat sebuah masalah di masa lalu ketika ia melihat kesenangan yang dirasakan ibunya saat tidak sengaja mengintip hubungan seksual ibunya dengan seseorang, yang pertama dilihatnya adalah jari kaki ibunya. Akhirnya terbentuk pembelajaran jari kaki-kesenangan. Akhirnya dia menjadi fetishism dengan fetish berupa jari kaki. Nah, melalui contoh ini kita melihat bahwa itu adalah faktor yang tidak dapat disadari, siapa yang menyangka bahwa peristiwa itu dapat mengarah pada sebuah gangguan psikologis? Yang terpenting bukan kita takut atau tidak dengan seorang paraphilia, tetapi bagaimana kita melihat di balik paraphilia untuk memahami kisah di baliknya. Dengan memahami kisah itu, kita akan dapat memahami seseorang dengan lebih baik.
referensi:
Kring, A. M., Johnson, S. L., & Neale, J. M. (2010). Abnormal psychology (11th ed.). New Jersey, NJ:  John Wiley & Sons.
 
18 Mei 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar