Masalah-masalah cenderung dipandang
sebagai sesuatu yang tidak lazim, khususnya dalam hal gangguan seksual.
Gangguan seksual itu ada yang dikatakan sebagai paraphilia. Paraphilia ini
bermacam-macam, tetapi intinya setiap gangguan yang tergolong di
dalamnya merupakan ketertarikan seksual terhadap obyek yang berbeda dari
yang biasanya terjadi sekitar 6 bulan. Di sini terjadi sebuah
penyimpangan dalam ketertarikan seksual, sehingga disebut para (penyimpangan atau deviasi) dan ketertarikan seseorang (philia).
Mungkin bagi orang lain ini merupakan hal yang tidak biasa yang
dianggap bukan sesuatu yang wajar, namun apabila kita sebagai
penderitanya bagaimana perasaan kita ketika dipandang demikian?
source: fineartamerica.com |
Banyak sekali jenis dari paraphilia, tetapi intinya
seseorang tidak sanggup mendekati orang lain yang setara dengannya
(misalnya usia yang setara) dengan cara yang umum dilakukan. Contohnya
seseorang yang mengalami pedophilia, mengapa dia lebih memilih
anak-anak daripada individu yang sebaya? Umumnya korban tidak menyadari
bahwa orang tersebut menderita gangguan seksual meskipun mereka merasa
terganggu berada di sekitarnya. Apabila sedang mengantre untuk naik bus
di tempat umum tiba-tiba ada yang menggesek-gesekkan tubuhnya/area alat
kelamin kepada kita, kita cenderung merasa "apa sih ni orang, berani
banget sih, emangnya gue apaan digesek-gesek?!" Mengapa harus dengan
menggesek-gesekkan bukan langsung menjalin hubungan dengan berkenalan
terlebih dahulu dan lain-lain? Itulah yang dicari tahu penyebabnya.
Seorang penderita gangguan bukan berarti dia memilih untuk mengalami
gangguan itu, tetapi ia tidak dapat memilihnya dan tanpa sadar
mengalaminya. Mungkin saja dia merasa tidak nyaman dengan hal itu, orang
lain pun demikian. Atau perilakunya sangat berbeda dengan individu pada
umumnya pula, menyimpang dari aturan, menyimpang dari budaya sehingga
dikatakan abnormal. Jika seseorang dihadapkan pada paraphilia, terdapat dua kemungkinan. Di satu sisi dia menjadi depresi dengan peristiwa itu, tetapi dapat pula menjadi paraphilia. Contoh
untuk yang mengalami depresi, cukup mencoba memikirkan reaksi seseorang
yang dikatakan normal seperti apa. Saat dihadapkan pada situasi yang
tidak dapat dikendalikan sama sekali, bahkan tidak dapat mengontrol diri
sendiri, apa yang terjadi? Tentu kita merasa segala upaya itu sia-sia,
tidak ada upaya yang berhasil (helpless), berikutnya kita mencari
orang lain yang kita anggap mampu membantu kita keluar dari situasi itu
(atribusi). Ternyata orang tersebut tidak merasa mampu membantu dan
tidak membantu kita, akhirnya menjadi depresi karena situasi itu.
source: www.mp3opium.com |
Kesannya kita sendiri yang takut terhadap penderita paraphilia, padahal
mereka juga takut kepada kita. Mereka merasa tidak mampu menjalin
hubungan seperti orang-orang pada umumnya, sehingga mengalami paraphilia. Mungkin
saja karena pernah mengalami kecenderungan genetik, trauma, lingkungan
sosial yang membentuk pribadi seperti itu, dan masih banyak faktor
lainnya. Atau adanya faktor belajar, misalnya pertama kali dihadapkan
pada seorang sadism, seseorang masih merasa takut untuk
disakiti. Lama-kelamaan merasakan kenikmatan pada saat disakiti,
akhirnya terus berupaya mencari kenikmatan itu, sehingga menjadi masochism. Atau dapat pula mencontoh perlakuan penderita sadism untuk memperoleh kenikmatan yang sama dengan yang diperoleh seseorang yang dijadikan model pembelajarannya (penderita sadism).
Setiap penderita paraphilia tentu memiliki kisahnya sendiri
yang mungkin berbeda dari satu individu dengan individu lainnya. Kisah
itu bukan seperti yang diinginkannya meskipun pada akhirnya dia
merasakan kenikmatan dari kondisi paraphilia. Kisah itu yang
membawa kita untuk memahami apa yang dirasakannya dari masa lalu hingga
masa kini ketika ingin membantunya berperilaku seperti individu pada
umumnya. Menjadi parafilia memang memberikan kenikmatan baginya,
tetapi sebenarnya itu bukan pilihannya menjadi seperti itu. Di kelas
psikologi abnormal dan psikopatologi pernah dipaparkan sebuah kasus paraphilia. Ada
pula penderita yang mengatakan kepada dirinya sendiri, "Kok teman-teman
bisa terangsang kalau liat cewek atau hubungan seksual, kok aku nggak
ya? Malah aku terangsang kalau liat jari-jari kaki cewek padahal
temen-temen nggak.... Ada apa sama aku ya? Kayaknya ada masalah, tapi
apa?" Di sana dia mulai mengalami adanya tekanan dari lingkungan yang
bukan paraphilia, dia mulai menyadari dirinya berbeda dan merasa
tidak nyaman dengan hal itu. Akibat terus terlarut dalam masalahnya,
prestasi di sekolah pun menurun dan mulai membuat orangtuanya khawatir.
Akhirnya setelah dianalisis, terdapat sebuah masalah di masa lalu ketika
ia melihat kesenangan yang dirasakan ibunya saat tidak sengaja
mengintip hubungan seksual ibunya dengan seseorang, yang pertama
dilihatnya adalah jari kaki ibunya. Akhirnya terbentuk pembelajaran jari
kaki-kesenangan. Akhirnya dia menjadi fetishism dengan fetish berupa
jari kaki. Nah, melalui contoh ini kita melihat bahwa itu adalah faktor
yang tidak dapat disadari, siapa yang menyangka bahwa peristiwa itu
dapat mengarah pada sebuah gangguan psikologis? Yang terpenting bukan
kita takut atau tidak dengan seorang paraphilia, tetapi bagaimana kita melihat di balik paraphilia untuk memahami kisah di baliknya. Dengan memahami kisah itu, kita akan dapat memahami seseorang dengan lebih baik.
referensi:
Kring, A. M., Johnson, S. L., & Neale, J. M. (2010). Abnormal psychology (11th ed.). New Jersey, NJ: John Wiley & Sons.
18 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar