Teknik wawancara yang sudah di dibahas sebelumnya adalah mengenai
teknik wawancara dasar. Namun tidak sampai disitu saja, dalam wawancara ini
banyak sekali yang harus dikembangkan dan dipelajari lebih lanjut, terutama
dalam bidangnya masing-masing, terutama dalam bidang Psikologi Pendidikan dan
Industri Organisasi (PIO) dan adapun lainnya, namun disini yang dibahas adalah
dua bidang tersebut. Ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kedua setting
atau bidang tersebut saat mewawancarai subjek.
Dalam bidang pendidikan misalnya. Disini mungkin saja, kita akan
bertemu dengan anak-anak atau remaja yang mengalami masalah dengan prestasi
belajar mereka, lingkungan sekolah mereka, orangtua mereka yang berkaitan
dengan pendidikan juga. Tidak itu saja, yang paling sering kita dengar ataupun
pengalaman kita dibangku sekolah, biasanya berkaitan masalah perilaku siswa
disekolah, seperti datang terlambat sekolah, tidak dapat dengan mudah
bersosialisasi, ataupun konflik dengan teman-teman disekolah. Kemudian, yang
berkaitan dengan kebingungan dalam mempertimbangkan pemilihan jurusan yang
cocok dan sesuai dengan bakat ataupun minat kita. Semua hal ini yang dapat saja
mungkin kita temukan dalam setting pendidikan.
Setelah kita mengetahui apa masalah yang dialami oleh subjek,
lantas kita mulai dengan memahami masalah yang melatar
belakangi perilaku yang ditimbulkan oleh subjek. Apakah itu dari lingkungan, seperti
orang tua, guru atau dari teman-teman sekolah mereka. Kemudian, kita juga dapat
memahami masalah mereka dari sisi kepribadian mereka yang digabungkan dengan
data dan observasi lainnya untuk dilihat sebenarnya apa yang dialami oleh
subjek. Dengan mengetahui cerita atau masalah yang disampaikan oleh subjek atau
siwa itu sendiri itu belum cukup, kita juga harus mengumpulkan data yang lebih
kaya dari orang-orang disekitar subjek. Seperti dari orangtua. Kita juga
perlu mewawancarai orang tua siswa, karena dari orang tua siswa ini kita juga
perlu mengetahui bagaimana pola asuh dari orang tua mereka, apakah otoriter,
demokratis, tidak pedulikah atau membebaskan anaknya dalam aktivitasnya
disekolah ataupun diluar sekeloh, ataupun bagaimana interaksi orang tua dengan
anaknya, budaya, serta nilai-nilai yang ditanamkan orang tua pada anaknya.
Dalam hal ini saya menjadi teringat dengan salah satu senior saya dikampus. Dia
sempat bercerita bahwa, ayahnya dirumah memang mengajarkan dan mendidiknya dan
adiknya dengan keras, dan menanamkan bahwa mereka harus berhasil dibidang
pendidikan dengan mendapatkan nilai yang tinggi, jika tidak mereka akan
mendapatkan hukuman. Oleh karena itu senior saya ini katakan bahwa sekarang dia
bertumbuh menjadi seseorang yang memang keras dan perfeksionis, dan memang
nilai-nilai yang dia dapatkannya di sekolah maupun ditempat kuliah cukup
tinggi. Disini saya berpikir, betapa sangat berpengaruhnya pola asuh dengan
pendidikan serta kepribadian seseorang, dan saya berpikir kembali, berarti
senior saya mendapatkan hal yang positif dari pola asuh orang tuanya, karena
dia mendapatkan prestasi yang baik di pendidikannya, namun mungkin juga ada
sisi negatif yang bisa saja dialami seseorang yang pernah mengalami pola asuh
demikian, nah hal inilah yang sepertinya perlu digali lebih dalam wawancara.
Tidak dari orang tua saja kita juga dapat mewawancarai guru yang
bersangkutan dengan murid. Misalnya dari gaya mengajar, atau cara guru
berinteraksi dengan muridnya. Saya jadi teringat kembali dengan pengalaman
pribadi saya dalam bidang pendidikan ini. Waktu itu saya pernah diajarkan
dengan salah satu guru yang menurut saya dia cukup cerdas, namun entah kenapa
saya merasa takut dengannya. Setiap bertemu saya meresa segan dan canggung
dengan beliau, apalagi saat nama salah satu siswa dikelas disebut dan harus
maju kedapan kelas, itu rasanya seperti “berlari-lari dengan cepat dilapangan
yang luas”. Sehingga, hal ini mempengaruhi mata pelajaran yang saya pelajari.
Jadi merasa, apakah saya “harus maju atau mundur, kalau mundur saya dimarahin
oleh tidak ya dengan guru ini, kalau maju saya bisa tidak ya?”, jadi memiliki
keraguan dalam diri saya sendiri. Jadi, saya berpikir mungkin juga interaksi
dan perilaku guru ke siswa, ataupun siswa ke guru ini dapat mempengaruhi
prestasi, serta motivasi belajar siswa. Setelah itu kita juga dapat
mengobservasik, dan bertanya dengan teman-teman subjek, bagaimana hubugan
mereka dengan teman-temannya disekolah. Hal ini untuk dijadikan bahan pembanding
dari apa yang diucapkan oleh subjek dengan apa yang diutarakan oleh orang-orang
disekitar siswa. Setelah kita mendapatkan data yang cukup untuk mengatahui apa
yang sebenarnya terjadi, dan baru kita dapat menetapkan lebih jelas sebernarnya
apa masalah dari siswa tersebut.
Psikologi Industri
Organisasi atau PIO,
yang selanjutnya
dibahas mengenai bagaimana penerapan wawancara didalamnya.
Dalam PIO
wawancara digunakan untuk seleksi dan penempatan. saat seseorang melamar
pekerjaan disuatu perusahaan, mereka harus melewati sesi wawancara. seseorang
yang mewawancarai seorang kandidat akan melihat CV yang kandidat bawa untuk
dilihat apa kriteria yang diinginkan perusahaan sesuai dengan apa yang kandidat
tunjukan di surat lamarannya tersebut. Saat pewawancara menseleksi kandidat
yang melamar di perusahaan tersebut, pewawancara akan melihat kriteria tersebut
dari segi Job Analysis, yaitu dari Job Evaluation yang menetapkan dua hal yakni
Job Description dan Job Specification. Yang dilihat adalah bagaimana kemampuan
yang dibutuhkan dari perusahaan, serta kemampuan yang dimiliki oleh kandidat
itu sendiri. Tidak untuk seleksi atau penempatan saja, wawancara juga dapat
digunakan ketika seorang karyawan yang dianggap memang memiliki kemampuan dan
pekerjaan yang baik dalam suatu perusahan, namun karyawan tersebut mengambil
keputusan untuk berhenti. Disini wawancara dapat dilakukan, sebagai cara untuk
menanyakan alasan mengapa karyawan tersebut ingin keluar dari perusahaan
tersebut.
Hal ini yang berkaitan dengan yang ceritakan oleh tamu
yang berpengalaman dalam bidangnya, pada kelas Teknik Wawancara di Fakultas Psikologi Untar,
yaitu Pak Jeffry. Yang Senin lalu, tepatnya tanggal 29 April 2013. Beliau berbagi
cerita mengenai pekerjaannya di perusahaan Acer Indonesia, dengan posisi Human
Resources. Dalam pekerjaannya, beliau memiliki pengalam dalam mewancarai
kandidat yang melamar diperusahaan tempat beliau bekerja. Disini beliau mulai bercerita
dengan satu pertanyaan yang membuat saya berpikir. Pertanyaannya seperti ini:
" Anda bekerja terpaksa atau niat?". Saya juga jadi bertanya-tanya dalam hati dan pikiran. "em.. iya ya, niat atau terpaksa?". Lalu beliau, lanjutkan dengan kalimat.. "Bekerja itu dinikmati saja".Dalam cerita beliau, dalam setting PIO wawancara dilakukan sudah tidak perlu menggunakan banyak “Basa-Basi” atau tidak perlu terlalu panjang dalam membangun percakapan mengenai perkerjaan yang akan dibahas. Cara-caranya dapat dilakukan dengan Direct ataupun Nondirect, atau secara langsung atau tidak langsung. Artinya pertanyaan mengenai pekerjaanya bisa lebih luas atau langsung pada pokok permasalahan. Biasanya beliau menggunkan STAR MODEL. Yang terdiri dari Situation, Task, Action, Result. Dimana, pewawancara muali menanyakan pada kandidat seandainya mereka diberikan suatu situasi pekerjaan yang menuntut kandidat untuk memiliki peforma yang bagus dalam kinerjanya, bagaimana hasil perkerjaanya, bagaimana perilaku yang ditujukan untuk menunjang pekerjaannya dan apakah hasilnya memuaskan. Namun, beliau katakan terkadang juga menggunakan teknik lain dalam wawancara, yakni menggunakan FACT, yang terdiri dari Feeling, Action, Context, dan Thinking. Namun, pada akhirnya dan seharusnya pewawancara yang mengarahkan kandidatnya saat wawancara berlangsung, dan bukan kandidatnya yang mengarahkan pewawancaranya. Sebab, saat kita “terlena” dengan apa yang diceritakan oleh kandidat dengan hal yang positif saja, bisa saja hasil atau data yang diinginkan perusahaan, sebenarnya tidak tercapai.
29 April 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar