Setiap penyakit tidak ada yang enak
pada dasarnya. Ada saja keluhan sakit ini dan itu, baik secara fisik
maupun mental. Penyakit Menular Seksual (PMS) atau Sexually Transmitted
Infections (STI) pun sama seperti itu. Siapapun yang mengalami STI sama
seperti kita yang tidak mengalaminya, mereka tidak memilih untuk sakit,
tetapi sakit itu yang datang pada mereka. Secara sederhana, STI
merupakan penyakit yang dapat menular pada saat berhubungan seksual
dengan pasangan. Dampak yang dirasakan penderita tidak hanya secara
fisik, tetapi juga secara mental.
Penggolongan STI secara garis besar meliputi ectoparasitic infections (disebabkan parasit di luar tubuh, misal: pubic lice & scabbies), bacterial infections (disebabkan oleh bakteri, misal: gonorrhea, syphilis, chlamydia, dan lain-lain), viral infections (disebabkan oleh virus, misal: herpes, human papillomavirus, & hepatitis), ada pula yang namanya AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang disebabkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus).
Penyebab STI beragam bukan? Bagaimana infeksi-infeksi ini dapat
terdeteksi oleh kita? Ada beberapa infeksi yang dapat dilihat secara
kasat mata atau dapat langsung dirasakan, sehingga dapat lebih cepat
diberikan penanganan. Misalnya ada rasa gatal-gatal yang intens pada
kulit sekitar 4-6 minggu setelah infeksi (scabbies). Atau munculnya "borok" pada area genital (chancroid).
Agar tidak salah sangka itu adalah STI atau bukan, lebih baik langsung
menemui dokter agar dapat memeriksanya secara lebih akurat. Penanganan
medis tidak hanya sekadar penanganan setelah terjadinya infeksi, tetapi
juga membuat kita mengetahui apa yang terjadi pada tubuh kita. Contohnya
untuk mendeteksi genital warts yang muncul akibat human papillomavirus (HPV) dapat dilakukan biopsy, yaitu pengambilan sampel jaringan untuk diuji di laboratorium oleh ahli patologi (umumnya).
Para penderita STI tidak hanya menderita secara fisik, tetapi
mereka juga menderita secara mental. Beberapa STI dapat memunculkan
gejala atau berdampak ke permukaan kulit. Entah kulitnya akan menjadi
banyak bercak, banyak "bentol" yang gatal, ada, adanya "borok," dan
sebagainya. Kalau munculnya "borok" di daerah genital seseorang mungkin
tidak mengalami penderitaan mental separah yang memiliki "borok" di
wajah misalnya, apalagi kalau dia adalah seseorang yang mementingkan
penampilan. Ada pula seseorang yang tidak terlalu mementingkan
penampilan, mereka mungkin berkata "ngapain sih lu kayak parno begitu,
santai aja lagi.... Gue aja bisa kluar jalan-jalan, payah" Situasi yang
sama dapat menghasilkan perbedaan persepsi di antara mereka, ada yang
memersepsikan itu tidak ada masalah, ada yang menganggapnya masalah.
Bahkan ada yang berkurangnya rasa percaya diri, menjadi pemalu, dan
tidak berani bertemu orang lain karena masalah ini. Keinginan untuk
membantu itu sangat bagus, tetapi alangkah baiknya kalau kita bayangkan
dulu apa yang akan terjadi apabila kita melakukan sesuatu kepadanya.
Contohnya dengan kata-kata sebelumnya, jika kita sebagai penderita STI
dilontarkan kata-kata "ngapain sih lu kayak parno begitu, santai aja
lagi.... Gue aja bisa kluar jalan-jalan, payah." Apa yang kita rasakan?
Apa yang membuatnya kurang percaya diri setelah terinfeksi STI?
Seperti apa pandangan masyarakat sekitar mengenai STI yang ia alami?
Seperti apa reaksi dia terhadap komentar masyarakat mengenai STI yang
dideritanya? Itu semua mungkin dapat menjadi sebagian kecil dari
faktor-faktor penyebab berkurangnya rasa percaya diri. Masalah-masalah
itu ada di dalam pikiran orang bersangkutan, sehingga masalahnya bukan
hanya karena fisik tetapi lebih dari itu. Tidak tertutup kemungkinan dia
memiliki pikiran irasional tertentu, misalnya "kalau mukaku jelek
gara-gara STI, ga ada yang mau temenan sama aku..." Ini juga dapat
menjadi masalah, cara mudah untuk melawannya adalah melawan dengan
pikiran rasional, yaitu dengan logika,."Apa betul namanya berteman itu
selalu melihat fisik?" Sebagai orang lain, kita berpikir masalahnya
hanya STI yang membuatnya tidak percaya diri. Akan tetapi jangan pernah
dilupakan, pemaknaan situasi oleh individu dan faktor lingkungan juga
dapat berpengaruh. Seseorang yang mengetahui apa yang terjadi secara
rinci adalah individu itu sendiri. Apabila dia berhasil menyadari
masalah-masalahnya dan mengatasinya satu per satu, itu akan membuatnya
lebih baik dan lebih percaya diri.
~Masalah sebenarnya bukanlah yang dapat dilihat, tetapi apa yang dirasakan~
26 April 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar