Sabtu, 11 Mei 2013

Follow Your Heart BUT Take Your Brain With You!! (Mareta Bansumi)


     Ketika seseorang datang kepada orang lain tentunya ingin menyampaikan sesuatu, termasuk mengungkapkan perasaannya. Perasaan atau yang biasa disebut curahan hati tidak hanya dapat disampaikan kepada teman. Terkadang ada orang yang datang kepada seorang psikolog hanya untuk menceritakan perasaannya yang mungkin tidak dapat diceritakan kepada orang lain. Di sinilah peran psikolog sebagai pendengar yang baik dibutuhkan, karena mereka datang kepada psikolog tentunya dengan berbagai alasan yang mungkin saja salah satunya karena tidak ada yang mau mendengarkan curahan hatinya.

     Bagaimanakah perasaan Anda ketika Anda sedang bercerita namun lawan bicara Anda sibuk dengan kegiatannya sendiri? Hal ini tentu sangat menyebalkan, maka sebagai seorang psikolog harusnya dapat menjadi seorang pendengar yang baik bagi orang lain. Selain menjadi pendengar yang baik, psikolog juga harus menjaga beberapa sikap seperti, tidak sibuk sendiri, tidak melakukan parroting (mengulang-ulang pembicaraan klien), mengungkapkan sesuatu yang mungkin dapat menyudutkan perasaan klien, memotong pembicaraan klien, terlalu lama dalam menatap mata klien yang mungkin dapat menyebabkan klien merasa tidak nyaman, memberikan ekspresi wajah yang terlalu berlebihan atau datar terhadap cerita klien, dll.

     Selain hal-hal yang disebutkan di atas, Anda juga harus mengetahui mengenai latar belakang klien Anda. Karena dengan mengetahui latar belakang klien, Anda akan lebih mudah untuk membangun suatu hubungan yang hangat  dengan klien sehingga klien dapat mengungkapkan segala sesuatu yang ingin diungkapkannya dengan perasaan aman dan nyaman. Mempelajari latar belakang klien juga dapat menghindari Anda menggunakan jargon-jargon psikologi yang mungkin tidak diketahui oleh klien, karena hal ini juga dapat mengakibatkan klien merasa tidak nyaman dengan “kebodohannya” yang diakibatkan oleh psikolog tersebut.

     Selanjutnya, seorang psikolog juga harus dapat memberikan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata yang dapat “memancing” klien untuk bercerita lebih lagi mengenai apa yang sedang dirasakannya. Bukannya dengan pertanyaan yang mengarahkan, sehingga klien hanya dapat menjawab dengan kata “iya” dan “tidak”. Memberikan humor juga baik dalam suatu pertemuan dengan klien, namun humor ini baiknya dilontarkan dengan melihat bagaimana suasana hati klien saat itu. Jangan sampai humor dilontarkan pada saat klien sedang merasa tidak nyaman dengan perasaannya sehingga klien merasa tidak dimengerti dan dipahami.

20 Maret 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar