Tanggal 25 April 2013, kelas Perilaku Seksual membahas tentang Sexually Transmitted Infections (STI). Di dalam STI termasuk pubic lice, gonorrhea, sifilis, herpes, Human Papiloma Virus, chlamydia, viral hepatitis, dan Human Immunodeficiency Virus (HIV). Penyebaran STI disebutkan paling banyak melalui hubungan seksual yang tidak aman, salah satunya Seks Bebas.
Di sepanjang kelas, saya terus bertanya-tanya berkaitan dengan hal ini. Mengapa ada penyakit-penyakit di dunia ini, khususnya yang termasuk STI dan AIDS? Mengapa Tuhan menciptakan penyakit infeksi yang menakutkan seperti itu yang beberapa di antaranya belum ada penyembuhnya dan bahkan mematikan? Pertanyaan ini semakin meruncing ketika saya mengetahui bahwa STI lebih rentan bagi para wanita dan para remaja, remaja wanita khususnya. Why should be female?
Di sepanjang kelas, saya terus bertanya-tanya berkaitan dengan hal ini. Mengapa ada penyakit-penyakit di dunia ini, khususnya yang termasuk STI dan AIDS? Mengapa Tuhan menciptakan penyakit infeksi yang menakutkan seperti itu yang beberapa di antaranya belum ada penyembuhnya dan bahkan mematikan? Pertanyaan ini semakin meruncing ketika saya mengetahui bahwa STI lebih rentan bagi para wanita dan para remaja, remaja wanita khususnya. Why should be female?
Teori menjelaskan bahwa lapisan vagina
wanita memang lebih rentan atau fragile
daripada kulit yang melindungi penis pada pria sehingga wanita lebih rentan
terkena STI dan konsekuensi jangka-panjangnya. Tetapi, menurut saya teori ini
hanya menjelaskan apa yang menyebabkan wanita lebih rentan terhadap
STI, bukan mengapa harus wanita yang
lebih rentan?
Saya pernah diberi analogi mengenai
pria dan wanita oleh salah seorang dosen psikologi di Untar. Beliau mengatakan
bahwa wanita itu laksana gembok dan pria laksana kunci. Gembok akan terus
terkunci sampai menemukan kunci yang tepat untuknya. Gembok tidak pernah
mencari kunci, justru kunci yang terus mencari gembok dan berusaha untuk
membukanya. Selama proses itu, satu kunci dapat mencoba ke banyak gembok namun
hanya akan ada satu yang tepat untuk dibukanya.
Terjemahan:
Analogi ini menyiratkan
bagi para wanita untuk terus menjaga sikap dan perilakunya sampai
menemukan
satu pria yang tepat untuknya. Pria-pria yang tidak tepat dapat terus
datang
dan pergi dalam hidup wanita sambil terus mencoba mendapatkan mereka.
Analogi
ini sedikit banyak membantu saya untuk menemukan jawaban atas pertanyaan
mengapa harus wanita yang lebih rentan terkena STI. Mungkin juga Tuhan
ingin
agar para wanita untuk lebih dapat menjaga dirinya selama hidup dari
godaan
atau hal-hal buruk yang dapat mengakibatkan STI ini, seperti diajak
melakukan hubungan seksual sebelum menikah (dan juga akibat-akibat
buruk lain). Dengan ini, Tuhan ingin memberikan kelebihan lain bagi para
wanita
sebagai kaum yang mampu menentukan siapa yang dapat membuka dan
mendapatkan
hati dan dirinya. Wanita pun sebaiknya lebih mampu untuk mempertahankan
dirinya
dari budaya seks bebas yang kini semakin merebak. Apabila wanita tidak
menjaga
sikap dan perilaku mereka, maka apa pun dapat terjadi pada mereka,
termasuk STI
ini.
Sumber: http://cdn.buzznet.com/assets/users8 /hiyori13/default/say-sex-1--large-msg-1122737021-2.jpg |
Di sisi lain, wanita yang terkena STI pun bukan berarti ia tidak menjaga dirinya sebaik mungkin. Seperti yang kita ketahui, kadang suatu peristiwa buruk menimpa begitu saja tanpa pernah kita duga. Tidak ada yang menginginkan hal buruk terjadi pada diri sendiri atau orang di sekitarnya. Namun sering kali, orang yang terkena STI mengalami stigmatisasi dari masyarakat yang percaya bahwa penderita STI memang pantas mengalami hal itu; bahwa mereka sedang dihukum karena melakukan hal yang buruk (punishment concept). Yang lebih buruk lagi adalah stigmatisasi dari masyarakat terinternalisasi ke penderitanya sendiri, padahal mereka sudah cukup kesulitan untuk berjuang hari demi hari dengan infeksi yang dideritanya.
Mengubah pandangan masyarakat luas memang
akan sangat sulit, namun kita dapat mulai dengan diri kita sendiri. Apabila (sejujurnya)
ada sebagian dari diri kita yang masih percaya dengan pandangan tersebut, salah
satu hal yang dapat kita lakukan sebagai manusia adalah berEMPATI dan jangan
menghakimi! Coba pikir: Bagaimana jika kita menjadi orang yang terkena STI
tersebut? Bagaimana perasaan kita? Apa yang akan kita perlukan dari orang lain?
One
thing for sure, they need love too. Love from us.
“If
you judge people, you have no time to love them (Mother Theresa)”.30 April 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar