Begitu banyaknya pasal-pasal dalam
Undang-Undang di Indonesia yang ‘katanya’ mengatur tenaga kerja perempuan dan
diskriminasinya. Tetapi semua itu hanyalah kata-kata formalitas Negara dalam
membuat aturan. Faktanya, diskriminasi perempuan di tempat kerja masih saja
terjadi. Entah itu dari pembagian upahnya ataupun perlakuan dari lingkungan
kerja.
Saya kurang setuju dengan istilah
diskriminasi untuk perbedaan dan pembagian tugas-tugas antara laki-laki dan
perempuan. Karena secara faali, perempuan dan laki-laki sudah sangat berbeda
struktur otot, hormon-hormon dan pertumbuhan tulangnya. Sebagai contoh, wanita
tidak ada yang menjadi kuli bangunan atau porter bagasi di bandara. Mengapa?
Karena kedua pekerjaan tersebut membutuhkan tenaga dan kekuatan otot yang amat
sangat, yang notabene perempuan sangat sedikit sekali yang mempunyai ketahanan
tubuh dan otot seperti itu. Tetapi harus ditekankan disini, itu semua bukan
karena perempuan makhluk lemah. Melainkan karena perempuan sudah diciptakan sedemikian
rupa untuk mempunyai kekuatan dalam hal yang lain, yang tidak dipunyai
laki-laki.
Apakah kekuatan itu? Banyak sekali,
mulai dari kekuatan untuk menjalani peran majemuk (sebagai istri, ibu, pekerja,
dsb). Dimana untuk menjalani peran tersebut harus membutuhkan kesabaran yang
amat sangat. Misalnya, menjadi motivator bagi suami yang sedang bermasalah
dalam kerjaannya, menjadi guru ketika anaknya mengerjakan tugas, menjadi
partner seksual untuk suaminya, dsb. Beragam hal yang harus wanita lakukan dalam
24 jam setiap harinya. Tetapi semua itu ia lakukan dengan tulus.
Tetapi kekuatan itu juga bisa
menjadi kelemahan wanita. Karena itu bisa menjadi alasan yang sangat tepat bagi
kegagalan sebagian wanita untuk berkarir. Yaitu mengurus keluarga, entah anak
yang tidak bisa ditinggal maupun suami yang tidak mengijinkan istrinya bekerja
terlalu larut bahkan sampai harus keluar kota atau keluar negeri untuk beberapa
saat. Harus dibedakan antara bekerja dengan berkarir. Bekerja identik dengan
pegawai yang masuk dan pulang kerjanya sudah teratur jamnya secara monoton,
tetapi berkarir mempunyai jenjang ataupun jabatan yang meningkat.
Mungkin pekerjaan yang pantas untuk
seorang perempuan adalah yang megutamakan insting, pikiran, penampilan dan juga
ketelitian. Kerajinan dan juga keterampilan itu bisa di asah setiap harinya
jika ada kemauan. Contoh pekerjaan yang banyak dilakukan perempuan adalah manager, marketing, public relation,
caregiver, waiters, guru, sekertaris, penari, dsb.
Nah untuk pekerjaan yang
mengutamakan penampilan seperti penari, marketing
dan public relation , mungkin banyak
yang menyebut itu sebagai diskriminasi, tetapi banyak juga yang menghayati dan
menyenangi pekerjaan tersebut. Walaupun sering pekerjaan-pekerjaan itu
dikaitkan dengan ‘perempuan sebagai objek’, karena dengan kemampuan verbal
ataupun motorik dan penampilan yang menarik oleh seorang perempuan untuk
menarik klien ataupun penghasilan lebih banyak. Sehingga banyak
pelecehan-pelecehan yang dilakukan oleh pria, baik secara verbal (panggilan yang
tidak wajar), non-verbal (menyentuh bagian yang tidak di ijinkan, maupun hanya
melihat-lihat secara tidak wajar & juga mengintip).
Namun yaa semua kembali lagi kepada
individunya, apakah mereka menerima di perlakukan seperti itu atau tidak, jika
si perempuan menerima saja, yaa itu tidak bisa dikatakan pelecehan ataupun
diskriminasi. Intinya semua kembali kepada pribadi masing-masing. Jika
perempuan bisa membawa diri, menggunakan pakaian yang pantas di lingkungan
kerjanya, bisa bertutur kata yang sopan dan berwibawa, maka, perempuan tidak
akan di rendahkan. Dan laki-laki ataupun kolega kerjanya akan menghormatinya.
Life is all about choices!
So do what you love & love what you do..
25 September 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar