Kamis, 31 Oktober 2013

Optimislah! (Priskila Huwae)

   Waktu itu saya duduk di kelas 2 SMP, ketika mengetahui salah satu kerabat saya menderita kanker payudara. Beliau seorang wanita, yang sudah memasuki usia empat puluhan. Namun, beliau tidak menikah. Setiap kali berkunjung ke rumah beliau, saya selalu tidak berani lewat di depan kamarnya. Saudara-saudara saya yang lain yang sudah besar dan sudah melihat kondisi beliau mengatakan kanker payudara sangat mengerikan. Mereka mengatakan payudara beliau yang terkenena kanker sudah menjadi luka yang berbentuk seperti bunga mawar merah. Ketika itu tidak ada gambaran sama sekali di kepala saya tentang bagaimana kanker yang bisa menyebabkan luka seperti itu. Karena saya pernah bertemu dengan orang-orang yang menderita kanker yang lain, tetapi tidak sampai menunjukan luka di bagian fisik mereka. Beliau tidak bisa bertahan, dan akhirnya beliau meninggal karena penyakit tersebut ketika saya duduk di kelas 3 SMP.
     Sampai minggu lalu pun saya masih bingung mengapa kanker payudara terdengar sangat mengerikan bagi wanita. Mengapa mengangkat salah satu payudara menjadi sesuatu hal yang bisa menyebabkan stres. Saya sering menonton kesaksian wanita yang terkena kanker payudara, yang mengaku stres dan sedih ketika harus memutuskan mengangkat salah satu payudaranya yang terkena kanker. Namun, semua pertanyaan saya itu terjawab ketika menonton sebuah dokumentasi tentang rekonstruksi payudara seorang wanita yang dulunya terkena kanker payudara di kelas psikologi perempuan.
     Dalam film itu didokumetasikan proses rekonstruksi payudara seorang wanita. Wanita ini mengalami kanker payudara yang mengakibatkan payudara sebelah kanannya harus diangkat. Wanita ini ingin membuat kembali payudaranya yang telah diangkat tersebut. Saat pertama kali diperlihatkan dada bagian kanan wanita tersebut, yang seharusnya terdapat payudara, terlihat kosong. Kosong dan datar, tidak ada payudara di sana, puting pun tidak ada. Saat itu juga saya mengerti mengapa mengangkat payudara bisa menyebabkan stres atau bahkan kesedihan yang mendalam bagi seorang wanita. Ini seperti kehilangan organ yang sangat penting. Saat itu saya berbisik kepada teman disebelah saya “pantesan perempuan bisa stres kalau payudaranya diangkat.” Teman saya menjawab, “iya, bayangin aja payudara itu udah nemenin kamu bertahun-tahun, dan tiba-tiba harus hilang.”
 Dokter menawarkan dua bentuk operasi kepada wanita tersebut. Pertama, merekonstruksi payudara kanannya menggunakan silikon, atau bahan buatan. Kedua, merekonstruksi payudara kanannya menggunakan jaringan yang ada di tubuhnya sendiri. Dokter menjelaskan jaringan itu akan diambil dari perut wanita tersebut. Operasi ini menguntungkan karena selain berasal dari jaringannya sendiri, wanita ini juga bisa sekaligus mengecilkan bentuk perutnya yang sudah besar dan memiliki banyak lemak. Akhirnya wanita ini memutuskan untuk memiliki option yang kedua. Operasi pun dilakukan, dan berhasil dengan baik. Wanita ini akan kembali melakukan operasi untuk membuat bagian putingnya. Setelah operasi yang pertama selesai terlihat wanita ini bahagia dan lebih percaya diri.

     Banyak hal yang bisa saya ambil dari film yang saya tonton ini. Bagaimana sikap wanita yang menderita kanker ini tidak putus asa akan penyakitnya. Ia sudah melakukan banyak sekali operasi, dan usaha yang ia lakukan ini membuahkan hasil. Ia bisa sembuh dan mendapatkan payudara yang baru. Mungkin ini yang harus kita contoh saat kita mengalami masalah, apapun itu, sakit sekalipun. Kita harus optimis, dan percaya pasti ada jalan keluar dari masalah-masalah kita. Pesan lain yang saya dapat dari film ini adalah, pentingnya menjaga kesehatan. Jalanilah pola hidup yang sehat dan teratur. Seperti kata pepatah, “lebih baik mencegah dari pada mengobati.”

28 Oktober 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar