Waktu itu saya duduk di kelas
2 SMP, ketika mengetahui salah satu kerabat saya menderita kanker payudara. Beliau
seorang wanita, yang sudah memasuki usia empat puluhan. Namun, beliau tidak
menikah. Setiap kali berkunjung ke rumah beliau, saya selalu tidak berani lewat
di depan kamarnya. Saudara-saudara saya yang lain yang sudah besar dan sudah
melihat kondisi beliau mengatakan kanker payudara sangat mengerikan. Mereka mengatakan
payudara beliau yang terkenena kanker sudah menjadi luka yang berbentuk seperti
bunga mawar merah. Ketika itu tidak ada gambaran sama sekali di kepala saya
tentang bagaimana kanker yang bisa menyebabkan luka seperti itu. Karena saya
pernah bertemu dengan orang-orang yang menderita kanker yang lain, tetapi tidak
sampai menunjukan luka di bagian fisik mereka. Beliau tidak bisa bertahan, dan
akhirnya beliau meninggal karena penyakit tersebut ketika saya duduk di kelas 3
SMP.
Sampai minggu lalu pun saya
masih bingung mengapa kanker payudara terdengar sangat mengerikan bagi wanita.
Mengapa mengangkat salah satu payudara menjadi sesuatu hal yang bisa
menyebabkan stres. Saya sering menonton kesaksian wanita yang terkena kanker
payudara, yang mengaku stres dan sedih ketika harus memutuskan mengangkat salah
satu payudaranya yang terkena kanker. Namun, semua pertanyaan saya itu terjawab
ketika menonton sebuah dokumentasi tentang rekonstruksi payudara seorang wanita
yang dulunya terkena kanker payudara di kelas psikologi perempuan.
Dalam film itu
didokumetasikan proses rekonstruksi payudara seorang wanita. Wanita ini
mengalami kanker payudara yang mengakibatkan payudara sebelah kanannya harus
diangkat. Wanita ini ingin membuat kembali payudaranya yang telah diangkat
tersebut. Saat pertama kali diperlihatkan dada bagian kanan wanita tersebut,
yang seharusnya terdapat payudara, terlihat kosong. Kosong dan datar, tidak ada
payudara di sana, puting pun tidak ada. Saat itu juga saya mengerti mengapa
mengangkat payudara bisa menyebabkan stres atau bahkan kesedihan yang mendalam
bagi seorang wanita. Ini seperti kehilangan organ yang sangat penting. Saat itu
saya berbisik kepada teman disebelah saya “pantesan
perempuan bisa stres kalau payudaranya diangkat.” Teman saya menjawab, “iya, bayangin aja payudara itu udah nemenin
kamu bertahun-tahun, dan tiba-tiba harus hilang.”
Dokter menawarkan dua bentuk
operasi kepada wanita tersebut. Pertama, merekonstruksi payudara kanannya
menggunakan silikon, atau bahan buatan. Kedua, merekonstruksi payudara kanannya
menggunakan jaringan yang ada di tubuhnya sendiri. Dokter menjelaskan jaringan
itu akan diambil dari perut wanita tersebut. Operasi ini menguntungkan karena
selain berasal dari jaringannya sendiri, wanita ini juga bisa sekaligus
mengecilkan bentuk perutnya yang sudah besar dan memiliki banyak lemak. Akhirnya
wanita ini memutuskan untuk memiliki option
yang kedua. Operasi pun dilakukan, dan berhasil dengan baik. Wanita ini akan
kembali melakukan operasi untuk membuat bagian putingnya. Setelah operasi yang
pertama selesai terlihat wanita ini bahagia dan lebih percaya diri.
Banyak hal yang bisa saya ambil dari film yang saya tonton ini. Bagaimana sikap wanita yang menderita kanker ini tidak putus asa akan penyakitnya. Ia sudah melakukan banyak sekali operasi, dan usaha yang ia lakukan ini membuahkan hasil. Ia bisa sembuh dan mendapatkan payudara yang baru. Mungkin ini yang harus kita contoh saat kita mengalami masalah, apapun itu, sakit sekalipun. Kita harus optimis, dan percaya pasti ada jalan keluar dari masalah-masalah kita. Pesan lain yang saya dapat dari film ini adalah, pentingnya menjaga kesehatan. Jalanilah pola hidup yang sehat dan teratur. Seperti kata pepatah, “lebih baik mencegah dari pada mengobati.”
28 Oktober 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar