Pada
minggu lalu, Kamis 24 Oktober 2013 merupakan hari yang takkan saya
lupakan dalam hidup saya… Meski terdengar agak berlebihan namun,
pengalaman saya di kelas Psikologi perempuan itu membuat saya terkesan
akan kemajuan teknologi dan kemahakuasaan Tuhan yang menciptakan
manusia. Pada hari itu, Ibu Henny dan Kak Tasya memberikan kesempatan
kepada kami untuk menyaksikan sebuah film tentang perempuan yang
berjuang melawan kanker payudara dan melakukan operasi rekonstruksi
payudara. Perempuan itu hanya ingin mendapatkan haknya untuk hidup
dengan normal akibat kanker payudara yang ia alami. Akibat dari kanker
yang Perempuan itu alami adalah ia harus rela kehilangan payudara
sebelah kirinya. Namun, keinginan perempuan itu yang kuat untuk hidup
normal seperti wanita yang lain (memiliki kedua payudara normal)
membuahkan sebuah keputusan untuk melakukan operasi rekonstruksi
payudara.
Well… Seperti yang saya sudah ceritakan, pengalaman dikelas itu sulit untuk dilupakan karena proses operasi rekonstruksi payudara itu yang menurut saya sangat “mengesankan.” Saya termasuk orang yang tidak mudah “jijik” atau takut melihat darah. Saya sering menonton pada salah satu stasiun TV kabel ketika para ilmuwan membedah tubuh dari binatang-binatang sebagai bahan penelitian. Menyaksikan hal tersebut tidak membuat saya jijik atau takut. Namun, sebaliknya ketika melihat proses operasi rekonstruksi payudara itu membuat nyali saya ciut, dan tak jarang bagi saya menutup ke dua mata saya untuk tidak melihat adegan dari film yang diputar tersebut. Yap… sepertinya Ibu Henny dan Kak Tasya sudah berhasil membuat hampir seluruh mahasiswa kelas Psikologi Perempuan yang menonton film itu takut setengah mati. Oke, itu sedikit curahan hati yang saya rasakan ketika menonton film tersebut. Nah, kembali dengan topik awal, bagaimana proses operasi rekonstruksi payudara tersebut?
Pertama doktermembuat garis-garis dengan menggunakan pen khusus pada bagian yang akan dibedah. Mereka membuat lengkungan dibawah payudara kiri perempuan tersebut agar kedua payudara itu pada akhirnya dapat terlihat seimbang atau sama. Setelah itu, para dokter membuat garis berbentuk elipis yang membujur dari pinggang kiri melewati perut sampai sisi pinggang kanan dari pasien. Para dokter akhirnya memotong berdasarkan garis tersebut untuk membuka jaringan kulit yang merupakan sebagian lemak pada daerah perut pasien. Tak se-simple yang saya tuliskan, para dokter harus hati-hati memotong dan mengangkat jaringan kulit dan lemak dibawahnya agar pembuluh darah masih tetap mengalir menuju lapisan yang akan diangkat tersebut. Guna pembuluh darah itu adalah agar jaringan itu tetap fresh dan dapat digunakan untuk membentuk payudara kiri pasien. Ketika melakukan pembedahan pendarahan hanya sedikit terjadi karena kemajuan teknologi membuat para dokter dapat membekukan atau menghambat peredaran darah pasien.
Setelahj aringan tersebut sudah dapat bergerak dengan lebih lelusa (baca: hampir terputus dari jaringan utama perut), seorang dokter membuat sayatan berbentuk elips pada bagian dada kiri pasien. Dokter yang lain juga membuat “terowongan” dengan memotong jaringan dari perut bawah sebelah kiri ke dada kiri atas tempat sayatan berbentuk elips itu berada. Sekali lagi, kemajuan teknologi membuat kami kagum, hanya ada sedikit pendarahan ketika proses itu berlangsung. Selain itu, bagaimana Tuhan menciptakan kita dengan konstruksi otot-otot yang dapat memulihkan keadaannya sendiri membuat saya terkagum akan ciptaanNya yaitu kita manusia. Jaringan yang lebih itu melalui “terowongan” dari perut menuju rongga dada kiri sehingga jaringan yang sudah dipotong itu dapat mengisi sayatan elips yang akan dibentuk menjadi sebuah payudara. Setelah mengukur-ngukur dengan payudara kanan pasien yang masih utuh, seorang dokter mulai menjait sayatan elpis pada dada kiri yang sudah terisi atau terlihat padat (baca: berbentuk seperti payudara) akibat jaringan yang sudah dipindahkan dari perut pasien. Proses operasi selesai setelah para dokter bedah menjahit bagian dada kiri pasien dan menutup jaringan perut pasien yang sudah dipindahkan.
Hasil operasi sangat memuaskan bagi pasien, dikarenakan pasien merasa “kembali” menjadi wanita normal karena sudah memiliki kedua payudara meskipun tidak sama dengan payudara aslinya. Setelah operasi, pemulihan berjalan secara bertahap, perlu adanya pikiran, gaya hidup, dan hubungan positif dalam diri pasien agar dapat pulih dengan cepat. Pada lingkup inilah peran praktisi psikolog dan dokter yang menangani pasien menjadi sangat penting dalam pemulihan pasien. Hubungan yang positif antara keduanya seperti rasa empati, saling percaya, mendukung, danmemberikan arahan apa yang harus dilakukan membuat pasien merasa keputusan yang ia sudah ambil adalah keputusan yang sudah tepat.
Sebuah pepatah mengatakan, “Lebih baik mencegah dari pada mengobati”. Hampir kita semua setuju dengan pepatah tersebut. Hal-hal yang harus dilakukan untuk mencegah kanker payudara seperti memiliki gaya hidup sehat, banyak mengkonsumsi buah, sayuran, dan kurangi junk food, periksa payudara anda sendiri apakah ada benjolan yang mencurigakan secara berkala, cek kesehatan rutin, hindari rokok dan asapnya, serta yang terpenting adalah memiliki pandangan hidup yang positif dan dukungan dari orang lain. Bila anda sudah mengetahui adanya kanker pada payudara anda, lakukan penanganan medis secepatnya agar kanker tidak bertambah buruk. Anda juga harus tetap berpandangan positif akan hidup anda, itulah kekuatan yang anda perlukan untukmenghadapi penyakit tersebut. Melawan kanker payudara bukan hanya tanggung jawab pasien, namun seluruh anggota masyarakat yang ada untuk tetap mendukung pasien agar dapat bertahan menghadapinya.
Sebuah pertanyaan terakhir selama saya menonton film tersebut yang belum sempat saya temukan dan tak dapat saya jawab adalah “Seberapa penting payudara bagi kaum wanita, sampai-sampai mereka ingin tetap memilikinya?” (melihat proses operasi rekonstruksi payudara yang cukup “mengerikan”) dan pertanyaan terakhir “Bila penting, hal-hal apa yang sudah anda lakukan sebagai wanita untuk melindunginya?” “Think deeply before you do what you want to do..”
30 Oktober 2013
Well… Seperti yang saya sudah ceritakan, pengalaman dikelas itu sulit untuk dilupakan karena proses operasi rekonstruksi payudara itu yang menurut saya sangat “mengesankan.” Saya termasuk orang yang tidak mudah “jijik” atau takut melihat darah. Saya sering menonton pada salah satu stasiun TV kabel ketika para ilmuwan membedah tubuh dari binatang-binatang sebagai bahan penelitian. Menyaksikan hal tersebut tidak membuat saya jijik atau takut. Namun, sebaliknya ketika melihat proses operasi rekonstruksi payudara itu membuat nyali saya ciut, dan tak jarang bagi saya menutup ke dua mata saya untuk tidak melihat adegan dari film yang diputar tersebut. Yap… sepertinya Ibu Henny dan Kak Tasya sudah berhasil membuat hampir seluruh mahasiswa kelas Psikologi Perempuan yang menonton film itu takut setengah mati. Oke, itu sedikit curahan hati yang saya rasakan ketika menonton film tersebut. Nah, kembali dengan topik awal, bagaimana proses operasi rekonstruksi payudara tersebut?
Pertama doktermembuat garis-garis dengan menggunakan pen khusus pada bagian yang akan dibedah. Mereka membuat lengkungan dibawah payudara kiri perempuan tersebut agar kedua payudara itu pada akhirnya dapat terlihat seimbang atau sama. Setelah itu, para dokter membuat garis berbentuk elipis yang membujur dari pinggang kiri melewati perut sampai sisi pinggang kanan dari pasien. Para dokter akhirnya memotong berdasarkan garis tersebut untuk membuka jaringan kulit yang merupakan sebagian lemak pada daerah perut pasien. Tak se-simple yang saya tuliskan, para dokter harus hati-hati memotong dan mengangkat jaringan kulit dan lemak dibawahnya agar pembuluh darah masih tetap mengalir menuju lapisan yang akan diangkat tersebut. Guna pembuluh darah itu adalah agar jaringan itu tetap fresh dan dapat digunakan untuk membentuk payudara kiri pasien. Ketika melakukan pembedahan pendarahan hanya sedikit terjadi karena kemajuan teknologi membuat para dokter dapat membekukan atau menghambat peredaran darah pasien.
Setelahj aringan tersebut sudah dapat bergerak dengan lebih lelusa (baca: hampir terputus dari jaringan utama perut), seorang dokter membuat sayatan berbentuk elips pada bagian dada kiri pasien. Dokter yang lain juga membuat “terowongan” dengan memotong jaringan dari perut bawah sebelah kiri ke dada kiri atas tempat sayatan berbentuk elips itu berada. Sekali lagi, kemajuan teknologi membuat kami kagum, hanya ada sedikit pendarahan ketika proses itu berlangsung. Selain itu, bagaimana Tuhan menciptakan kita dengan konstruksi otot-otot yang dapat memulihkan keadaannya sendiri membuat saya terkagum akan ciptaanNya yaitu kita manusia. Jaringan yang lebih itu melalui “terowongan” dari perut menuju rongga dada kiri sehingga jaringan yang sudah dipotong itu dapat mengisi sayatan elips yang akan dibentuk menjadi sebuah payudara. Setelah mengukur-ngukur dengan payudara kanan pasien yang masih utuh, seorang dokter mulai menjait sayatan elpis pada dada kiri yang sudah terisi atau terlihat padat (baca: berbentuk seperti payudara) akibat jaringan yang sudah dipindahkan dari perut pasien. Proses operasi selesai setelah para dokter bedah menjahit bagian dada kiri pasien dan menutup jaringan perut pasien yang sudah dipindahkan.
Hasil operasi sangat memuaskan bagi pasien, dikarenakan pasien merasa “kembali” menjadi wanita normal karena sudah memiliki kedua payudara meskipun tidak sama dengan payudara aslinya. Setelah operasi, pemulihan berjalan secara bertahap, perlu adanya pikiran, gaya hidup, dan hubungan positif dalam diri pasien agar dapat pulih dengan cepat. Pada lingkup inilah peran praktisi psikolog dan dokter yang menangani pasien menjadi sangat penting dalam pemulihan pasien. Hubungan yang positif antara keduanya seperti rasa empati, saling percaya, mendukung, danmemberikan arahan apa yang harus dilakukan membuat pasien merasa keputusan yang ia sudah ambil adalah keputusan yang sudah tepat.
Sebuah pepatah mengatakan, “Lebih baik mencegah dari pada mengobati”. Hampir kita semua setuju dengan pepatah tersebut. Hal-hal yang harus dilakukan untuk mencegah kanker payudara seperti memiliki gaya hidup sehat, banyak mengkonsumsi buah, sayuran, dan kurangi junk food, periksa payudara anda sendiri apakah ada benjolan yang mencurigakan secara berkala, cek kesehatan rutin, hindari rokok dan asapnya, serta yang terpenting adalah memiliki pandangan hidup yang positif dan dukungan dari orang lain. Bila anda sudah mengetahui adanya kanker pada payudara anda, lakukan penanganan medis secepatnya agar kanker tidak bertambah buruk. Anda juga harus tetap berpandangan positif akan hidup anda, itulah kekuatan yang anda perlukan untukmenghadapi penyakit tersebut. Melawan kanker payudara bukan hanya tanggung jawab pasien, namun seluruh anggota masyarakat yang ada untuk tetap mendukung pasien agar dapat bertahan menghadapinya.
Sebuah pertanyaan terakhir selama saya menonton film tersebut yang belum sempat saya temukan dan tak dapat saya jawab adalah “Seberapa penting payudara bagi kaum wanita, sampai-sampai mereka ingin tetap memilikinya?” (melihat proses operasi rekonstruksi payudara yang cukup “mengerikan”) dan pertanyaan terakhir “Bila penting, hal-hal apa yang sudah anda lakukan sebagai wanita untuk melindunginya?” “Think deeply before you do what you want to do..”
30 Oktober 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar