Nah, kelompok saya (terdiri dari tiga individu: saya sendiri, Agustin dan Lupita) mendapat bagian mewawancari tenaga ahli di bidang pendidikan. Kebetulan Agustin mempunyai kenalan guru BK di suatu sekolah yang terletak di daerah Puri, jadi dia langsung membuat appointment dengan beliau. Pada malam sebelum hari H wawancara, jujur saya malah tidur2an di kasur sambil ketawa-ketiwi menonton video di Youtube. Benar2 tidak ada persiapan sama sekali. Berhubung daftar pertanyaan sudah ada, jadi rasanya tenang *sampai2 lupa diri*. Melirik daftar pertanyaannya pun tidak. Sebenarnya, saya juga sempat lupa membawa daftar pertanyaannya dan baru ingat keesokan harinya ketika kami bertiga sudah on the way ke sekolah tersebut (untung Agustin sudah mendownload daftar pertanyaan di iPadnya). Ketika sampai di sekolah, kami menunggu sekitar 10-20 menit dan akhirnya beliau-pun tiba di kantor BK.
Kami memperkenalkan diri terdahulu kemudian kami dipersilakan duduk di ruangan beliau. Sebelum wawancara dimulai, Lupita meminta izin untuk menggunakan alat perekam (yang ada di handphone) selama proses wawancara berlangsung, guna membantu kami dalam mengingat ketika menyusunan hasil wawancara nanti. Saya bertugas dalam mencatat apa yang dibicarakan oleh beliau nanti (untuk berjaga2, siapa tahu nanti handphone-nya mulai ‘nge-hang‘ ). Sedangkan Agustin yang mengajukan pertanyaan.
Setelah Agustin selesai mengajukan
semua pertanyaan yang terdapat pada panduan, beliau juga turut
memberikan penjelasan tambahan mengenai perbedaan wawancara dan
konseling. Menurut beliau, wawancara adalah teknik untuk memperoleh
informasi yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah
ditentukan. Sedangkan, dalam konseling terdapat suatu permasalahan yang
coba diatasi secara dua arah dan bukan hanya sekedar mendapat informasi
dari subjek.
Berhubung proses wawancara berlangsung
singkat, jadi kami mengambil kesempatan untuk bertanya2 lebih lanjut.
Nah kebetulan pada saat ini lah saya mengajukan pertanyaan yang
mengundang kritikan yang membangun dari beliau. Waktu itu pertanyaan
saya: “biasanya masalah murid2 SMA ini apa ya bu?”. Kemudian beliau
(kalau tidak salah) mengulang pertanyaan saya dan ia mengingatkan kepada
kami bahwa tujuan kami wawancara dengan beliau adalah untuk menggali
informasi mengenai teknik wawancara akan tetapi saya malah menanyakan
tentang masalah-masalah yang dialami oleh murid SMA. “oh iya yaa”, pikir
saya. Kemudian beliau mengingatkan kepada kami bahwa kami perlu
melakukan persiapan yang matang sebelum wawancara. Harus ingat dengan
tujuan dan sasaran wawancara agar informasi yang kami peroleh tepat
dengan sasaran. Ketika beliau bicara seperti itu, saya jadi terbayang
diri saya yang lagi ketawa-ketiwi di atas kasur kemarin malamnya. Ck ck
ck, I’ve taken things for granted. Since the questions were already
prepared before hand by bu Henny, so I thought we’re basically done…
there’s nothing else to do. Ternyata persiapan memang harus dilakukan.
Ketika wawancara berlangsung pun kita harus fokus pada tujuan dan
sasaran. We just earned a lesson from it. Kemudian ditambah dengan
adanya pelajaran Teknik Wawancara di bawah bimbingan Ibu Henny dan Ibu
Tasya, kami akan mencoba menyerap ilmu sebanyak-banyaknya dari kelas
tersebut. We will try our hardest to improve in the future.
16 September 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar