Sabtu, 11 Mei 2013

What about tattoo? (Levina Sutiono)


Pada post kali ini saya akan memberikan review dan kesan yang saya dapatkan ketika mengikuti perkuliahan Teknik Wawancara. Hari Kamis kemarin, kelas kami didatangkan seorang lulusan S1 Psikologi Untar yang saat ini bekerja sebagai Manager HRD di salah satu Perusahaan Food & Beverage (F&B).

Beliau sempat berpindah-pindah perusahaan sebelumnya, namun hampir semuanya bergerak di bidang F&B. Beliau mengatakan bahwa pekerjaannya sebelum ia menjabat sebagai manager HRD hanya terbatas pada psikotes dan wawancara. Psikotes dan wawancara tersebut dilakukan beliau ketika sedang melakukan proses recruitment dan seleksi.

Nah, apa bedanya recruitment dan seleksi? J

Recruitment merupakan proses dimana perusahaan sedang memasang iklan lowongan pekerjaan di berbagai tempat, mencari dan merangkul calon pekerja sebanyak-banyaknya, yang nantinya calon-calon pekerja tersebut akan diseleksi. Seleksi itu sendiri adalah proses dimana calon pekerja yang sudah melewati proses recruitment tersebut dipilih dan ditentukan posisi serta jabatan yang sesuai dengannya dalam perusahaan tersebut.

Tiap perusahaan tentu memiliki aturan dan kriteria masing-masing ketika memilih dan menyeleksi karyawan. Bahkan dalam satu perusahaan, tiap jabatan pun masing-masing memiliki perbedaan kriteria calon pekerja yang diinginkan.

Beliau juga mengatakan bahwa dalam perusahaan tempat ia bekerja sekarang, terdapat beberapa kriteria yang telah ditetapkan perusahaan ketika memilih dan memperkerjakan karyawan. Salah satu di antaranya adalah karyawan/calon karyawan yang ingin bekerja di perusahaan tersebut tidak boleh bertato.

Well, saya tahu bahwa selama ini memang terdapat perusahaan-perusahaan yang tidak mengijinkan karyawannya untuk memiliki tato. Namun, saya sendiri tidak tahu dengan jelas alasan dibuatnya peraturan seperti itu. Ketika sharing diberikan, beliau menjelaskan alasan di balik peraturan tersebut.

Salah satu alasannya adalah karena sebagian masyarakat Indonesia masih menganut budaya Timur, yang menganggap bahwa tato identik dengan dunia malam. Kehidupan malam tersebut juga sering dikorelasikan dengan hal-hal yang bersifat negatif. Bayangkan apabila karyawan yang bekerja di store mereka memiliki tato. Masyarakat yang datang dan melihat karyawan bertato tersebut mungkin akan merasa takut untuk datang lagi ke store mereka karena menganggap perusahaan mereka memperkerjakan seorang preman. Oleh karena alasan itulah, perusahaan tempat beliau bekerja melarang karyawannya untuk memiliki tato.

Saya personally setuju dengan alasan tersebut. Mungkin saya juga termasuk salah satu pengunjung yang akan merasa takut apabila menemukan ada karyawan store F&B yang bertato. Namun, menurut saya karyawan bertato akan menimbulkan kesan yang berbeda apabila ia bekerja di tempat lain, seperti misalnya di club-club malam atau mungkin bekerja sebagai seorang seniman dan entertainer :)

5 Mei 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar