Sabtu, 11 Mei 2013
Same But Not (Imelda Victoria)
Wawancara dalam bidang PIO sebelumnya sudah pernah saya bahas di blog yang sebelumnya. Kali ini saya akan kembali membahas mengenai wawancara di bidang PIO, akan tetapi apa yang akan saya bahas kali ini berbeda dengan yang sebelumnya. Apabila sebelumnya saya lebih membahas mengenai guna dan peran wawancara di bidang PIO, maka fokus saya kali ini adalah mengenai bagaimana mengaplikasikan wawancara tersebut. Suatu pengalaman yang berharga di mana kelas Teknik Wawancara saya kemarin berkesempatan untuk mendengarkan share langsungmengenai wawancara di bidang PIO, bertemakan rekrutmen, dari seorang Psikolog I/O yaitu Bapak “J”.
Tepat sebelum menghadiri pertemuan ini, saya sempat melakukan browsing mengenai jenis-jenis pertanyaan apa saja yang mungkin dan biasanya ditanyakan dalam wawancara yang dilakukan ketika rekrutmen. Saya tidak menyangka bahwa ternyata sudah banyak sekali contoh daftar pertanyaan dalam wawancara rekrutmen yang beredar di internet. Daftar pertanyaan tersebut seakan-akan terlihat sangat umum dan PASTI ditanyakan ketika kita akan melamar kerja, di samping sumbernya yang tidak jelas dan tidak menjamin. Lebih mengejutkan lagi, tidak hanya bentuk pertanyaan saja yang beredar, bahkan cara-cara menjawab dan bentuk jawaban apa saja yang dianggap ‘benar’ juga beredar luas di internet. Apabila seseorang telah melamar kerja, ia akan memiliki harapan untuk diterima dalam perusahaan tersebut dan maka dari itu ia akan memberikan dirinya yang terbaik agar harapannya dapat terwujud. Hal inilah yang memungkinkan pelamar kerja untuk mencari terlebih dahulu mengenai gambaran pertanyaan yang akan ditanyakan agar ia dapat menyiapkan dirinya serta menjawab dengan tepat dan sesuai harapan interviewer. Akan tetapi apakah contoh-contoh pertanyaan serta jawaban yang beredar tersebut benar? Dan apakah tujuan sesungguhnya dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ketika wawancara rekrutmen?
Behavioral Interview, adalah bentuk wawancara yang digunakan dalam PIO terutama ketika akan melakukan perekrutan karyawan. Demikian halnya yang dijelaskan oleh Bapak ‘J’. Dalam Behavioral Interview, sesungguhnya terdapat dua buah model yang digunakan. Model pertama yaitu ‘The STAR(Situation-Task-Action-Result) model’. Pada model ini, seseorang diminta untuk menjawab dengan membayangkan masa depan yang mungkin terjadi dan berhubungan dengan pekerjaannya nanti. Selain model ini, Bapak ‘J’ juga menjelaskan model lain yang juga dapat dengan baik mengukur seseorang yaitu ‘The FACT (Feeling-Action-Context-Thinking) model’. Berbeda dengan model sebelumnya, model ini tidak berorientasi pada apa yang akan dilakukan seseorang nantinya tetapi lebih kepada apa yang telah dilakukan oleh orang tersebut di masa lalu. Kelebihan dari ‘The FACT model’ ini adalah jawaban yang diberikan oleh interviewee lebih menjamin pernyataannya mengenai kemampuannya, karena apa yang diceritakan oleh interviewee adalah sesuatu yang telah terjadi dan sudah pasti. Sedangkan pada ‘The STAR model’, apa yang diceritakan interviewee adalah sesuatu yang belum terjadi dan tidak dapat diketahui apakah akan mungkin terjadi atau tidak. Sesungguhnya menurut saya kedua model ini sama baiknya dan kembali lagi bergantung pada informasi apa yang ingin kita peroleh dari interviewee. Apakah semangat, motivasi, dan optimismenya? atau kinerjanya di masa lalu yang mungkin dapat menjamin kinerjanya di masa depan?
Menurut saya tujuan dari wawancara rekrutmen akan selalu berbeda dan bergantung pada kebutuhan karyawan perusahaan tersebut meskipun di satu sisi wawancara yang satu terlihat sama dengan wawancara yang lainnya. Pertanyaan yang diberikan mungkin sama, tetapi tujuannya akan selalu berbeda antar perusahaan. Perusahaan A membutuhkan karyawan yang optimis dan bermotivasi tinggi untuk mengisi posisi marketingnya. Tetapi mungkin saja perusahaan B lebih menginginkan karyawan yang telah berprestasi tinggi dalam bidang marketing untuk mengisi posisi marketing di perusahaannya. Maka dari itu, mencari jawaban yang benar dalam wawancara rekrutmen adalah hal yang tidak berguna dan fungsi wawancara dalam melakukan perekrutan karyawan pun menjadi sangat penting. Wawancara dalam bidang PIO tidak menilai apakah interviewee dapat menjawab atau tidak, apakah jawabannya benar atau salah, apakah jawabannya sesuai harapan atau tidak, tetapi lebih ke ‘apa yang dapat diberikan oleh interviewee/ pelamar kerja kepada perusahaan’. Hal yang tidak mungkin diukur dengan menggunakan alat tes atau melihat CV seseorang saja. Hal yang dapat digali dari wawancara. Dan maka dari itu seorang psikolog IO penting untuk mengasah kemampuan wawancaranya dengan baik. Seperti yang dijelaskan oleh Bapak ‘J’, tidak hanya orang-orang dari psikologi saja yang dapat melakukan wawancara tetapi orang-orang dari bidang lain juga mampu melakukan hal tersebut. Akan tetapi mereka mungkin terbatas akan pengetahuan dan kemampuan dalam mengukur atribut-atribut manusia yang merupakan bidang utama serta kelebihan dari psikologi. Oleh karena itu menjadi seorang psikolog IO tidak hanya mengandalkan kemampuan bertanya saja, tetapi juga bagaimana menggali informasi penting dan menggunakan informasi tersebut untuk mengukur atribut seseorang dan bahkan kinerjanya di masa depan. Karena hal tersebutlah yang membedakan psikologi dengan non-psikologi.
5 Mei 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar