Sabtu, 11 Mei 2013

Sebuah Seni dalam Wawancara (Sylvia Krstiani)


Memperoleh informasi melalui wawancara ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Terlebih jika ingin memperoleh informasi dari orang-orang yang mengalami gangguan klinis. Tidak hanya dalam hal klinis saja, tetapi dalam setiap bidang dimana informasi ingin diperoleh, wawancara harus dilakukan dengan berhati-hati. Banyak hal yang harus diperhatikan. Orang yang melakukan wawancara (interviewer) harus merancang pertanyaan dengan cara-cara yang baik agar orang yang diwawancara (interviewee) mau dan dapat menjawab pertanyaan tersebut. Tidak jarang juga interviewee menolak menjawab pertanyaan yang diberikan. Oleh karena itu, dibutuhkan keterampilan-keterampilan yang harus dimiliki oleh interviewer dalam melakukan wawancara.
Sebelum melakukan wawancara, interviewer harus membina hubungan baik terlebih dahulu (rapport) dengan interviewee. Setelah rapport terjalin, interviewee dapat dengan mudah menceritakan apapun kepada interviewer. Sebenarnya hal tersebut tidak hanya diterapkan dalam wawancara. Dalam kehidupan sehari-hari pun kita juga melakukan hal tersebut. Kita akan merasa nyaman untuk bercerita kepada orang yang sudah kita kenal dan mempunyai hubungan baik dengan kita. Oleh karena itu, rapport sangat dibutuhkan dalam proses wawancara.
Tidak hanya rapport, tetapi rasa empati juga dibutuhkan dalam proses wawancara. Bagaimana kita memposisikan diri kita terhadap apa yang dikatakan oleh interviewee akan mempengaruhi hubungan kita selanjutnya dengan interviewee. Salah satu hal yang saya ingat dalam kelas teknik wawancara minggu ini adalah ketika kita ingin memiliki rasa empati terhadap interviewee, kita harus fokus 100% pada diri interviewee sehingga rasa empati dapat tercipta.
Dibutuhkan juga kemampuan untuk mendengarkan dalam proses wawancara. Tuhan menciptakan manusia dengan satu mulut dan dua telinga. Oleh karena itu, kita diharapkan agar dapat lebih banyak mendengarkan, terlebih ketika seseorang sedang berbicara. Sungguh suatu hal yang tidak menyenangkan jika kita berbicara tetapi tidak didengarkan oleh orang lain. Oleh karena itu, kita juga harus memperhatikan orang lain saat mereka sedang berbicara, termasuk dalam wawancara.
Masih banyak lagi keterampilan-keterampilan yang harus dimiliki oleh interviewer untuk melakukan wawancara. Interviewer harus dapat menempatkan diri kapan ia harus berbicara dan kapan ia harus diam atau mendengarkan. Dengan demikian, wawancara adalah sebuah seni.

16 Maret 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar