Jumat, 01 Maret 2013
Will You Do It? (Agnes Stephanie)
Sexual Anatomy. Topik yang membuat setiap bibir akan tersungging kecil ke samping apabila mendengar hal ini. Namun kali ini bukan tentang sexual anatomy nya yang akan saya sharing kan dan yang menjadi paling menarik tapi masalah-masalah yang muncul dalam sexual anatomy dan isu-isu seputar sexual anatomy itu sendiri. Saya sekali lagi cukup termenung dengan hal-hal yang disampaikan pada saat itu. Pembicara di kelas saat itu mengungkapkan sebuah kisah tentang seorang perempuan yang menderita kanker payudara. Kanker tersebut menggerogoti payudaranya sehingga payudaranya harus. Perempuan tersebut sudah memiliki tunangan (berarti hampir menikah dengan segala komitmen bahwa apapun yang terjadi tetap bersama *katanya*). Namun untung tidak dapat diraih, malang tidak dapat ditolak, calon suami a.k.a tunangan dari wanita ini memutuskan hubungan mereka secara sepihak. Dalihnya sih karena tidak ada kecocokan. Tapi benarkah? Atau hanya karena perempuan tersebut tidak memiliki payudara lagi sehingga laki-laki tersebut tidak dapat menikmati sexualitas bersama perempuan tersebut sehingga lebih baik mencari wanita yang sempurna? Tidak ada yang tahu. Alhasil perempuan itu depresi. Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Pertanyaan dari pembicara saat itu yang cukup membuat keheningan di kelas adalah "Akankah anda berbuat demikian, para lelaki?" dan pertanyaan bagi perempuan "Masihkah anda sebagai perempuan sanggup menjalani hidup pasca operasi pengangkatan payudara? Masihkah sanggup bertahan?"
Jujur saat itu dalam hati kecil saya mengatakan "saya tidak siap". Sebagai perempuan, saya belum sematang dan selapang dada itu untuk menerima cobaan yang begitu berat. Saat ini dengan keadaan saya yang Puji Tuhan masih sangat amat sempurna, saya tidak siap menerima perubahan. Dalam arti kanker itu telah menyiksa perempuan tersebut sedangkan laki-laki yang dianggapnya sebagai pendamping hidupnya justru lebih mementingkan sexual intercourse dan kesejahteraan hidup pribadinya dibandingkan dengan perasaan perempuan tersebut dan kondisi kesehatannya. Pertanyaan yang sama muncul dalam benak saya akankah setiap laki-laki seperti itu? We'll never know, right?
Dari kisah perempuan tersebut membuat saya menyadari bahwa sebagian besar manusia menganggap hubungan sexual dan sexual anatomy masih menduduki tempat yang cukup penting dalam suatu hubungan. Pembahasan juga merambah ke masalah penyakit menular seksual (PMS). Kalau pasangan anda menderita penyakit menular seksual, will you still with him/her? Kalau pasangan anda tidak memiliki sexual anatomy yang lengkap, will you still want him/her to be yours? Benar-benar butuh cinta sejati dan bukan cinta romantis (pembahasan minggu lalu) yang diperlukan dalam menghadapi kasus ini. Benar-benar dibutuhkan kerendahan hati dan penerimaan yang besar terhadap pasangan kita apabila dihadapkan dengan kasus ini. Dan bukan lagi ranah seksual yang dipikirkan atau diprioritaskan dalam hal ini melainkan komitmen kuat untuk tetap bersama pasangan apapun yang terjadi.
Selain itu hal yang menarik lainnya dalam pembahasan kemarin adalah virginity. "Menurut saya, keperawanan seseorang bukanlah diukur dari selaput dara atau lainnya, tetapi dari hati", kata pembicara saat itu. Cukup mencuci otak dan mematahkan prinsip yang dipegang selama ini bahwa keperawanan diukur dari selaput dara Beliau mengatakan apabila pikiran kita sudah terlalu dipenuhi dengan hal yang berbau seksual pun, kita sudah mengotori keperawanan kita. Apabila tingkah laku kita pun sudah tidak sewajarnya dilakukan layaknya seorang yang perawan mungkin hal itu juga dipertanyakan. Pelajaran yang cukup berarti bahwa kita, laki-laki atau perempuan tetap harus menjaga setiap tingkah laku dan pikiran kita serta hati agar tujuan hidup kita tidak hanya berorientasi pada kepuasan lahiriah saja tetapi batin serta mental juga perlu dijaga.
22 Februari 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar