Jumat, 01 Maret 2013

Sexual Orientation & Sexual Anatomy (Devi Angela)


     Dewasa ini perkembangan minat seksual pada diri manusia semakin beraneka ragam. Kalau pada zaman dahulu seringkali yang ditemui adalah pasangan heterosexual atau menyukai lawan jenis, saat ini sudah mulai banyak terdapat pasangan homosexual atau menyukai sesama jenis, bahkan perkembangan terbaru ditemukan pula sexual orientation yang bisexual atau menyukai kedua jenis. Ajaib memang perkembangan sexual orientation akhir-akhir ini, manusia semakin kreatif dalam memilih pasangan, tidak ada laki-laki atau perempuan yang sesamapun ok. Ibarat pepatah, tak ada rotan akarpun jadi! ^^

     Dalam ilmu psikologi, homosexualitas sudah dihilangkan dari DSM IV-TR sehingga tidak lagi dianggap sebagai suatu gangguan seksual. Namun perkara ini masih belum dapat diterima oleh semua kalangan, terutama dalam padangan agama dan budaya masih dianggap suatu pelanggaran. Khususnya budaya timur yang masih memegang aturan bahwa seseorang harus berpasangan dengan lawan jenis, demi melanjutkan keturunan. Kalau di budaya barat lebih bebas dalam memilih pasangan dan dilegalkan pernikahan sesama jenis.

     Berbicara tentang sexual orientation tentunya tidak terlepas dari adanya dorongan seksual pada diri seseorang dan hal ini amat sangat wajar dialami bagi individu yang sudah berada dalam tahap perkembangan remaja lanjut. Dorongan seksual ini timbul karena perkembangan sexual anatomy pada seseorang pada saat puber. Hal ini diperlukan untuk melanjutkan keturunan dan mempertahankan eksistensi manusia sebagai makhluk hidup. Tentunya kita juga perlu mempelajari sexual anatomy yang ada pada tubuh sendiri :)

     Berbicara tentang sexual anatomy, selain anatomy pada bagian kelamin atau bagian vital, sex organ mana yang paling penting? Jawabannya adalah otak.
Otak merupakan organ seks terpenting karena berperan besar dalam melepaskan hormon-hormon yang diperlukan untuk mencapai kepuasan seksual. Kalau ada yang bilang bahwa organ seks yang paling penting adalah selaput darah, malah hal itu tidaklah benar 100%. Mengapa? karena selaput darah pada wanita bisa saja terkoyak atau menjadi robek tidak hanya pada saat berhubungan seks, tetapi banyak hal, seperti terjatuh dari kuda, menari balet yang mengharuskan untuk split, dll. Jadi, keperawanan tidak hanya dinilai dari robek atau tidaknya selaput darah, tetapi dari pikiran kita sendiri. Mungkin saja kita belum pernah melakukan hubungan seksual, akan tetapi apabila pikiran kita tidak murni dan penuh dengan pornografi, tidak ada bedanya dengan orang yang tidak perawan. Karena yang tidak perawan belum tentu menjadi tidak perawan karena kemauan sendiri, seperti kasus perkosaan pada wanita, wanita tersebut tidak dengan keinginan sendiri menghilangkan keperawanan, sehingga tidak bisa kita samakan dengan seseorang yang melakukan hubungan seksual yang memang atas dasar keinginannya sendiri.

     Intinya, apapun sexual orientation Anda, say NO to Free Sex! Tidak hanya menjadi penyakit bagi diri sendiri, tetapi bagi orang lain dan tentunya bagi pasangan juga. Sederhananya, karena hampir semua penyakit seksual itu menular.

27 Februari 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar