Jumat, 22 Maret 2013

Pertemuan atau Perpisahan? (Venny Martha Lumbanradja)


     kehidupan ini memang indah bila kita saling mengisi kekosongan, menguatkan, mengasihi, dan memberi untuk saling melengkapi. heemmm.. indahnya :)
     Manusia yang sudah menjalani kehidupannya pada fase “dewasa” pasti memiliki pemahaman dan konsep pencapaian dalam tujuan hidup yang realistis dalam menikmati kehidupan. Banyak yang mampu mereka pikirkan, dari bagaimana mereka menjalani kehidupannya melalui masa lalu, kemudian meneruskan kehidupannya dimasa sekarang, hingga dimasa yang akan datang. Tugas dan tuntutan pun semakin bertambah yaitu dibentuk dengan adanya gambaran atas impian, cita-cita, keinginan dan pencapaiannya untuk masa depan. Tuntutan tersebut berasal dari dalam diri dan lingkungan sosialnya. Setelah itu, setiap orang pun pastinya menginginkan untuk menemukan seorang pasangan yang sesuai dengan dirinya, kemudian menuju Pernikahan, setelah itu memiliki sebuah keluarga baru selain orang tua yang telah merawat sejak berada dalam fase prenatal (dalam kandungan) hingga individu menjadi seorang yang mandiri, bijaksana dan dewasa.
     Pernikahan juga menyatukan pasangan seorang laki-laki dan perempuan bersatu dalam ikatan perkawinan, menatap masa depan, menata kebahagiaan. Keinginan setiap pasangan ialah hidup bersama-sama hingga maut yang memisahkan mereka, indahnya hidup bila menikmati dengan penuh cinta dan cita yang dilalui bersama orang-orang terkasih didunia ini.. heemm..
Pernikahan merupakan awal dari sebuah kehidupan yang baru bersama pasangan, pernikahan biasanya diikatkan dengan perjanjian pernikahan (biasanya dengan dasar aturan agama dan adat istiadat) yang dilakukan sebagai ritual untuk menyatukan dan men-sahkan pasangan untuk hidup bersama.
     Setelah adanya Pernikahan, pastinya setiap pasangan menginginkan seorang anak ditengah-tengah mereka. Pencapaian itu salah satunya adalah dengan “beregenerasi” melalui Pernikahan untuk sebuah keluarga yang baru. Memiliki anak, membesarkan anak hingga dewasa dengan curahan kasih sayang yang mereka miliki beserta penuh dengan adanya tanggung jawab.    
Namun, pernikahan bukanlah hal yang sulit dan bukan pula hal yang mudah untuk dijalani. Mengapa demikian? Karena selain kebahagiaan, banyak pula perkara dan kendala yang memang harus dihadapi dengan mempertahankan komitmen sejak pernikahan berlangsung. Setiap orang pun punya prinsip yang berbeda dalam menghadapi masalah, memiliki cara yang berbeda pula dalam mengatasi pertentangan. Naaah, jika keutuhan komitmen tersebut tidak dapat dipertahankan, makaaa.. pilihan yang biasanya dipilih oleh pasangan yaitu, antara perceraian atau “kembali rujuk”.
Terlalu “simple” memang jika dengan pernyataan perceraian atau rujuk, karena pernikahan bukanlah hal yang “simple” melainkan hal yang“kompleks”.
     Kemudian, pernikahan memang dapat berlangsung dengan berbagai alasan.  Dari mereka memang saling mencintai, berkomitmen, dan memutuskan dengan sungguh untuk menempuh kehidupan baru melalui pernikahan dengan membentuk keluarga, hingga seperti kasus-kasus yang sering terdengar di nikahi tanpa adanya komitmen dengan kesungguhan tanpa berlandaskan keputusan yang sungguh-sungguh dibuat oleh masing-masing pihak.
Contohnya pernikahan yang tanpa didasari komitmen dan kesungguhan:
Adanya kasus “MBA” yang terjadi sehingga dilakukan pernikahan sebagai alasan untuk pertanggungjawaban. Hal ini merupakan satu dari banyaknya alasan terjadi pernikahan tanpa mendasari adanya komitmen, tanpa adanya ketulusan rasa sayang dan mencintai, hingga tanpa adanya kesungguhan dalam menjalani kehidupan dengan harmonisasi sebuah keluarga.
Perceraian biasanya diajukan oleh salah satu pihak dari suami atau istri, ada pun faktor yang membuat terjadinya perceraian dalam sebuah pernikahan karena faktor keputusan yang mereka anggap sesuai untuk keadaan mereka selanjutnya.
Faktor yang mempengaruhi adanya perceraian ialah, karena usia pasangan yang masih terlalu muda seperti misalnya pernikahan pasangan remaja, kemudian adanya perbedaan RAS antar pasangan yang menjadi kendala dalam hubungan pernikahan, lalu adanya tingkat kontribusi antara satu sama lain mengenai pemenuhan kebutuhan secara ekonomi, selanjutnya adanya perbedaan profesi si istri yang lebih tinggi di banding suami yang menyebabkan timbulnya konflik dengan berbagai alasan.
Menurut saya, perceraian terjadi bukanlah hal yang mudah untuk menjalaninya jika dalam sebuah pernikahan telah dihadiri seorang anak. Banyak kendala yang akan dialami si anak bila mengetahui bahwa ibu berpisah dengan ayah, hal ini dapat memberikan dampak yang kurang baik dalam perkembangannya. Kendala secara psikologis melalui bagaimana sang anak akan menghadapi dunianya melalui pengaruh sosial yang akan ditemuinya di masa-masa perkembangan.

21 Maret 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar