Hari ini di kelas Teknik Wawancara
terdapat empat kelompok yang mempresentasikan hasil wawancara dengan
subjeknya masing-masing. Penjelasan setiap kelompok mempunyai tema yang
hampir sama namun dengan detail yang berbeda. Ternyata wawancara tidak
hanya wawancara yang bertanya lau dijawab lalu bertanya lagi lalu
menjawab lagi dan terus tanya jawab sampai selesai. Dari pembabaran
keempat kelompok ini memberikan kesan bahwa wawancara lebih dari itu dan
harus dilakukan dengan teknik yang benar baru dapat memberikan
informasi yang tepat dan jelas.
Bagaimana teknik wawancara yang benar
tersebut ? Empat kelompok yang maju memberikan satu kesimpulan teknik
yang paling mudah yaitu FOKUS. Fokus akan apa ? Ada yang bilang bahwa
harus memperhatikan jawaban klien, memperhatikan permasalahan klien,
memperhatikan gerak-gerik klien dengan observasi atau memperhatikan
pernyataan orangtua klien.
Hal di atas memang perlu diperhatikan, namun
lebih dari itu ada hal yang perlu lebih diperhatikan. Sebagai calon
lulusan sarjana Psikologi atau calon Psikolog masa depan, hendaknya
terlebih dahulu fokus pada diri sendiri. Fokus yang dimaksud pada diri
sendiri di sini bukan berarti mengesampingkan kepentingan klien
melainkan demi keselamatan mental klien dengan terlebih dahulu
menyelamatkan mental diri sendiri.
Ada dua kisah yang dapat dijadikan bahan
pembelajaran untuk lebih peduli pada fokus, yaitu fokus pada kelemahan
diri sendiri. Sebagai seorang psikolog mempunyai tanggung jawab untuk
menyembuhkan klien dari permasalahnnya. Penyembuhan ini bukan dengan
cara yang dianggap benar oleh diri sendiri lalu diterapkan dengan
mudahnya pada klien dengan alasan bahwa sudah mengikuti training
sebelumnya. Seperti kasus yang terungkap bahwa seorang Psikolog dengan
major dewasa menangani kasus klinis anak yang berkebutuhan khusus.
Bukankah hal seperti ini menunjukkan bahwa anda tidak fokus pada
kelemahan diri anda. Bahwa anda seharusnya bukan seorang ahli di bidang
klinis anak, jika seorang Psikolog tidak bisa terlebih dahulu fokus pada
kelemahannya bagaimana ia bisa maksimal pada permasalahan klien itu?
Selain itu terdapat kasus lain yang juga
dibahas yaitu seorang Psikolog yang mengakui dirinya pelupa sehingga
beberapa kali bisa lupa akan pertanyaan yang ia tanyakan pada klien.
Dengan menjadi pelupa tidak menjadikan anda seorang Psikolog yang handal
untuk menangani kasus klien. Seorang Psikolog yang ahli pada penerapan
teori-teori pada klien kenapa tidak terlebih dahulu menerapkan pada
dirinya untuk mengobati penyakit suka lupa nya sehingga bisa maksimal
dalam menangani klien.
Dua cerita ini dapat menjadi inspirasi untuk
lebih dahulu fokus pada kelemahan diri sendiri dan jangan jadikan
kelemahan ini sebagai excuse yang mungkin menghambat proses penyembuhan klien.
Maka dari itu marilah kita terlebih dahulu
menyadari apa kekurangan kita, perbaiki kekurangan dan baru membekali
diri dengan senjata lengkap untuk bersumbangsih pada kesehatan mental
orang banyak.
28 Februari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar