Jumat, 22 Maret 2013

akhir dari suatu pernikahan (Dionisius Ferdi Weros)


Pada tulisan ini, saya ingin membahas tentang suatu fenomena yang mungkin akan lebih sering terjadi di masa depan nanti yaitu perceraian. Pernikahan tentu tidak selamanya merupakan suatu happy ending seperti dongeng-dongeng. Konflik yang terjadi di dalamnya karena berbagai faktor, misalnya kesibukan rumah tangga, ketidakcocokan pemikiran, kekerasan rumah tangga, dan masih banyak faktor lainnya, dapat perlahan-lahan menghilangkan kehangatan dalam suatu pernikahan. Cinta yang perlahan-lahan dingin dan tidak diusahakan lebih lanjut berujung pada kehilangan cinta sepenuhnya terhadap pasangan.

Perceraian sering menjadi jawaban untuk mengatasi permasalahan ini. Menurut Bu Henny, perceraian jarang sekali terjadi di Indonesia karena stigma negatif yang menyertainya hal ini terkait dengan faktor religiusitas. Hampir seluruh agama di dunia melarang atau tidak menganjurkan terjadinya perceraian karena anggapan bahwa pernikahan adalah suatu hubungan yang diresmikan oleh Tuhan dan tidak boleh diputuskan begitu saja oleh manusia. Hal ini menyebabkan, khususnya di Indonesia yang religiusitasnya masih kuat, yang lebih sering terjadi adalah perpisahan (tinggal berjauhan dari pasangan) karena dianggap tidak melanggar ajaran agama dan juga dapat menjauhkan seorang individu dari pasangannya.

Akan tetapi, seiring dengan perkembangan zaman dan mulai melunturnya nilai-nilai keagamaan, kita tentu tidak dapat menghindari terjadi fenomena perceraian. Menurut beberapa artikel yang saya baca sebelumnya terjadi peningkatan angka perceraian di Indonesia dan semakin banyak tuntutan perceraian berasal dari perempuan. Kita tidak dapat memungkiri bahwa semakin terjaminnya hak-hak dan pendidikan perempuan akan mendorong seorang perempuan untuk semakin berani bercerai. Anggapan bahwa tingkat pendidikan perempuan akan meningkatkan kemungkinan untuk bercerai tidak dapat dipandang negatif seperti pendapat seorang anggota kelompok presentasi. Hal ini justru adalah suatu hal yang positif karena hal ini berarti bahwa perempuan tersebut makin sadar bahwa ketika memang tidak mampu dipertahankan mengapa harus tetap dipertahankan. Hal yang sangat tidak masuk akal untuk bertahan dalam pernikahan yang penuh dengan kekerasan dalam rumah tangga.

Perceraian memang suatu hal yang menyedihkan untuk terjadi. Akan tetap, jauh lebih baik bagi seorang anak untuk berada dalam suatu keluarga single parent daripada tinggal dengan keluarga lengkap yang penuh dengan konflik. Namun, ingat bahwa keputusan perceraian harus dipikirkan dengan matang-matang karena dapat mengubah kehidupan beberapa manusia sekaligus, termasuk pasangan dengan anak-anaknya.

20 Maret 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar