Pada
prosesnya,
setiap klien dewasa yang datang biasanya langsung mengutarakan maksud
dan
tujuannya pada psikolog yang bersangkutan. Sedangkan pada klien anak
agak
berbeda. Biasanya, orangtua dari anak yang datang berkonsultasi
diwawancarai
terlebih dahulu oleh psikolog. Baru kemudian anak tersebut yang
diwawancarai. Pada
kasus klinis anak, tidak semua anak dapat bekerjasama dengan
psikolognya, yang mungkin dikarenakan psikolog adalah orang asing bagi
anak-anak tersebut. Karena
itu, ketika ditanyakan mengenai bagaimana mengatasi hal demikian, apa
yang biasanya dilakukan oleh psikolog
yang bersangkutan? Ternyata jawabannya adalah membuat anak merasa nyaman
dengan cara memberikan anak waktu untuk bermain. Saat bermain itulah,
psikolog dapat memperoleh informasi dengan menyelipkan
pertanyaan-pertanyaan untuk mewawancarai anak.
Dalam
melakukan proses wawancara, ada satu hal yang dilakukan bersamaan dengan
wawancara, yaitu observasi. Observasi dan wawancara tidak dapat
dipisahkan karena dengan dilakukannya observasi, psikolog dapat melihat
ekspresi serta gerak-gerik klien yang dapat menambahkan informasi lebih
bagi psikolog. Mewawancarai klien tampaknya tidak mudah, apalagi
disertai dengan observasi untuk menggali informasi klien. Belum lagi
kalau klien menceritakan kisah-kisah yang menyedihkan atau mengejutkan,
tetapi sebagai psikolog harus profesional mendengarkan tanpa terlibat
emosi di dalamnya. Awalnya para psikolog yang baru mungkin akan
menggunakan panduan wawancara, tetapi berdasarkan presentasi teman-teman
di kelas, para psikolog yang sudah memiliki "jam terbang" yang tinggi
dapat melakukan wawancara dengan lancar, yaitu berdasarkan
pengalaman-pengalaman yang telah mereka dapatkan saat melakukan
wawancara dengan klien.
3 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar