Minggu, 17 Maret 2013

Review Kuliah Teknik Wawancara 4 Maret 2013 - PIO & Psikologi Pendidikan (Jonathan Handy)


Setelah 1 minggu berselang, tibalah kembali hari Senin, hari di mana penulis kembali mendapatkan ilmu dari mata kuliah yang bernama Teknik Wawancara. Pada pertemuan kali ini, perkuliahan Teknik Wawancara dipimpin oleh Kak Tasya, karena Ibu Henny berhalangan hadir. Walaupun demikian, hal ini tidak menghalangi kami para mahasiswa untuk tetap mengikuti kelas dan menerima ilmu sebagaimana harusnya.

Topik pada pertemuan kali ini adalah teknik wawancara pada Psikologi Industri dan Organisasi (PIO) serta Psikologi Pendidikan. Kelompok penulis, yaitu kelompok 9, turut serta membawakan presentasi pada kali ini, di mana topik bagian kami adalah teknik wawancara pada Psikologi Pendidikan.

Pada dua jam pertama, perkuliahan berlangsung cukup intens di mana kami membahas tema tentang Psikologi Industri dan Organisasi. Presentasi yang dibawakan oleh tiga kelompok pertama cukup variatif, selain juga menarik perhatian penulis dan teman - teman lainnya, dibuktikan dengan jumlah pertanyaan yang cukup banyak serta argumen - argumen yang menjadikan perkuliahan berlangsung cukup intens.

Dalam hal ini (baca : PIO), penulis mendapatkan cukup banyak ilmu dan pengetahuan, ditambah lagi dengan penjelasan tambahan dari Kak Tasya yang mau membagikan sedikit pengalamannya selama bekerja di bidang PIO. Pada umumnya, pengetahuan penulis mengenai PIO tidaklah terlalu dangkal berkat membaca berbagai buku sebelumnya, serta belajar psikologi selama enam semester di Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara  dan pengalaman penulis dalam melamar pekerjaan.

Secara umum, ada dua poin penting mengenai PIO yang penulis dapat dalam pertemuan kali ini, yaitu etika dunia psikologi dalam PIO serta pekerjaan Human Resources and Development (HRD) itu sendiri. Salah satu topik yang hangat dibicarakan dalam pertemuan kali ini adalah persoalan 'bajak-membajak'.

Dalam hal ini, penulis mendefinisikan istilah 'bajak-membajak' sebagai suatu aktivitas di mana suatu perusahaan mencoba mengambil pekerja, biasanya pekerja yang potensial, dari perusahaan lain dengan secara langsung menghubungi pekerja tersebut dan mencoba menarik perhatian pekerja tersebut dan melakukan pre-contract atau contract beforehand, yang dalam bahasa Indonesianya dapat diartikan sebagai kontrak di bawah tangan. Tatkala, mungkin, banyak dari mahasiswa merasakan bahwa hal ini tidak sepadan dengan etika dalam dunia psikologi, pandangan penulis sendiri terhadap hal ini merupakan hal yang lumrah. Mengapa ?

Penulis mengibaratkan hal ini seperti seseorang yang jatuh cinta terhadap seseorang yang mungkin telah memiliki pacar, daripada disimpan di dalam hati, tidak ada salahnya bukan apabila orang tersebut mengutarakan perasaan hatinya terhadap orang yang disukainya. Selama orang tersebut tidak melakukan tindak-tanduk yang memberikan tekanan fisik maupun psikologis terhadap orang yang disukainya, pada akhirnya keputusan kembali kepada orang yang dia sukainya.

Bukankah lebih tidak etis apabila orang ini menyatakan perasaannya di depan orang yang disukainya maupun pacarnya, yang berakibat hanya memberikan orang yang disukainya sedikit ruang kebebasan dalam berpikir dan bertindak, serta tekanan yang tidak perlu terhadap pacarnya saat ini. Menurut penulis, hal ini juga berlaku dalam dunia pekerjaan.

Hal mengenai bajak-membajak ini sebenarnya bukanlah sebuah istilah yang asing di dalam dunia PIO. Sama seperti sistem kontrak yang belum lama ini mulai sering diberlakukan di Indonesia, hal ini telah lama diterapkan di luar negeri, khususnya dalam dunia olahraga. Misalnya dalam dunia sepak bola, dengan melakukan pencarian bakat atau scouting, klub - klub menemukan benih - benih potensial serta informasi mengenai pemain yang mereka incar.

Pada tindakan selanjutnya, melakukan penawaran secara frontal tidak selalu menjadi hal yang efektif, salah satu pilihan yang sering dilakukan adalah backdoor, di mana perwakilan dari klub peminat mendekati agen si pemain yang diincarnya atau secara langsung mendekati si pemain dan melakukan kontrak di bawah tangan. Setelah kedua belah pihak menyatakan sepakat, barulah klub peminat melakukan penawaran resmi terhadap klub yang memiliki pemain pada saat ini. Walaupun ada banyak pro dan kontra mengenai hal ini, menurut penulis hal ini cukup legal mengingat hampir tidak ada perbedaan yang merugikan pihak - pihak yang terlibat, hanya urutannya saja yang berbeda.

Topik kedua yang cukup hangat dibicarakan adalah mengenai pekerjaan HRD, di mana adanya tingkat ancaman fisik dan psikologis yang mungkin diberikan kepada seorang HRD. Berdasarkan pengalaman penulis sendiri saat melamar untuk magang di salah satu perusahaan internasional besar yang bergerak di bidang otomotif, salah satu informasi yang penulis dapatkan dari HR adalah mengenai job-description yang harus dilakukan, di mana salah satu di antaranya adalah mewawancarai para petinggi perusahaan tersebut, seperti para direktur dan manager.

Sang HR lebih lanjut mengatakan bahwa seringkali para petinggi tersebut seringkali memberikan respons yang lebih 'galak' daripada para pewawancara, dengan aura intimidasi yang cukup kuat. Hal ini, menurut HR, cukup menakutkan dan mewajibkan dirinya dan teman - temannya untuk lebih siap mental. Hal tersebut hanyalah sebagian kecil dari pengalaman penulis di dalam bidang PIO, sementara yang kelompok jelaskan di antaranya ancaman secara fisik maupun psikologis yang lebih dalam, seperti dihubungi berkali - kali oleh pelamar, di mana hal ini dialami sendiri oleh suami Kak Tasya.

Tanggapan penulis melalui hal ini adalah kita sebagai mahasiswa S1 Psikologi, khususnya bagi mereka yang tertarik untuk bekerja di bidang PIO, selayaknya tidak perlu takut terhadap hal - hal seperti itu, misalnya dalam mewawancarai orang - orang yang lebih tua dan memiliki posisi lebih tinggi dari kita, kita harus berpikir bahwa bidang kita adalah psikologi, walaupun secara pengalaman dan pengetahuan orang - orang tersebut mungkin lebih banyak daripada kita, tetapi belum tentu pengetahuan mereka sebagus kita dalam bidang psikologi. Hal ini dapat memberikan sugesti yang berlanjut pada sikap positif dan percaya diri ketika kita melakukan wawancara.

Hal - hal lain yang penulis dapatkan dalam bidang PIO di antaranya sikap dan cara duduk ketika kita sedang melakukan wawancara, bagaimana cara membawa diri dan bersikap ketika kita melakukan wawancara serta pola pikir orang - orang yang bekerja dan bertindak di bidang PIO, yang tentunya penulis yakini akan berguna di kemudian hari, baik dalam PIO maupun dalam kehidupan secara umum.

Adapun dalam bidang Psikologi Pendidikan, pembahasan yang datang tidak sama intensnya ketika membahas PIO. Kelompok penulis merupakan salah satu kelompok yang membahas mengenai Psikologi Pendidikan pada pertemuan kali ini. Hal utama yang penulis dapatkan mengenai bidang ini adalah bahwa seringkali seseorang yang bekerja dalam dunia pendidikan seringkali tidak dapat dipisahkan dari bagian klinis anak.

Senada dengan psikolog yang kelompok penulis wawancarai, secara umum hal yang dapat penulis ambil dalam perkuliahan kali ini merupakan hal yang sama, yaitu di mana kasus - kasus yang melibatkan pendidikan, seperti merosotnya nilai seorang anak, seringkali berujung pada masalah gangguan sosial dan kepribadian.

Salah satu topik utama yang dibahas dalam bidang ini adalah presentasi dari kelompok 7, di mana kelompok ini mewawancarai seorang guru Bimbingan Konseling (BK) dari SMAK 1 Penabur. Berdasarkan presentasi kelompok, metode yang dilakukan guru ini cukup menarik, menilik pada hasil yang menurut penulis cukup efektif melalui pendekatan yang sangat humanis, mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk sosio-psikologis dari seorang anak.

Hal lain yang menarik perhatian penulis dari guru BK ini adalah penggunaan sociometry. Bagi penulis, hal ini cukup mengejutkan karena berdasarkan sepengetahuan penulis, penggunaan metode ini cukup jarang dilakukan di Indonesia, terlebih oleh seseorang guru BK.

Penggunaan sociometry, yang merupakan suatu metode untuk mengukur hubungan dan relasi sosial seseorang, termasuk keaktifan seseorang dalam lingkungannya, di mana data ini direpresentasikan ke dalam diagram yang disebut sebagai sociogram, ditindaklanjuti oleh guru BK ini dengan mendekati para siswanya yang kurang aktif dalam berbicara dan diajak berbicara, di mana kemampuan teknik wawancara ditampilkan di sini, untuk mengetahui apabila mungkin ada hal - hal spesifik yang membuat siswa tersebut sulit melakukan hubungan sosial.

Berdasarkan fakta - fakta di atas, guru BK ini tidak hanya memantau kemampuan kognitif para siswanya, melainkan juga sikap dan kepribadian para siswanya. Opini penulis mengenai hal demikian merupakan suatu tindakan yang patut dicontoh, khususnya bagi mereka yang berkecimpung di dalam dunia pendidikan.

Akhir kata, demikian hal - hal yang penulis sampaikan mengenai perkuliahan Teknik Wawancara pada 4 Maret 2013, walaupun perkuliahan ini berlangsung lebih lama dari biasanya, namun hal - hal yang penulis dapat dari perkuliahan tersebut mungkin sepadan dengan waktu yang telah dihabiskan.

5 Maret 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar