Minggu, 24 Maret 2013

Keterampilan dasar wawancara (Stephanie Angelica)


  Pada hari kemarin, Senin 11 Maret 2013, kelas Teknik Wawncara memulai materi yang baru yang dipresentasikan oleh Ibu Henny. Materi untuk siang kemarin berjudul Keterampilan dasar wawancara. Untuk menjadi pewawancara yang baik, kita diharapkan memilki 6 keterampilan yang terdiri dari : kemamampuan membina rapport, empati, attending behavior, teknik bertanya, keterampilan observasi, dan active listening. Membina rapport sebelumnya sudah saya ketahui dari wawancara dengan klinis anak. Ternyata sulit juga ya untuk membina rapport. Kita diharuskan menjadi pendengar yang baik, menujukkan raut muka yang tidak judgemental, menunjukkan raut muka yang care, dan senyum yang tulus. Bahasa yang diucapkan harus disesuaikan dengan latar belakang dari klien. Hmm jadi sulit juga ya jika klien kita orang yang mempunyai “asam-garam” yang lebih banyak dibandingkan kita. Oleh karena itu, harus mulai dilatih dari sekarang bagaimana memilki perilaku yang benar dalam membina rapport. Selanjutnya ada empati. Empati akan tercipta dengan sendirinya jika rapport tersebut telah terbina. Empati tersebut membantu kita untuk merasakan masalah klien tanpa memberikan judge kepada mereka.

         Keterampilan selanjutnya adalah attending behavior. Kunci dari keterampilan ini adalah lebih banyak memberikan waktu untuk klien agar dapat menceritakan masalahnya.  Keterampilan ini dapat dilakukan jika kita memusatkan perhatian pada klien dan bukan diri sendiri. Dari kunci ini, saya teringat kegunaan anggota tubuh mata, telinga, dan mulut. Jumlah organ tubuh tersebut tentunya diciptakan Tuhan tanpa suatu kebetulan. Manusia diciptakan dengan dua buah telinga dan mata agar dapat lebih banyak memusatkan perhatian dan lebih banyak mendengar dibandingkan organ mulut yang hanya berjumlah satu. Kesulitan dari keterampilan ini jika  psikolognya sudah letih. Attending behavior dapat diwujudkan dalam visual yaitu menatap klien dan jangan mengalihkan perhatian karena bisa saja klien menjadi tersinggung, nada dan kecepatan juga harus diatur, kita harus fokus dengan pertanyaan yang harus kembali ditekankan sebagai inti pertanyaan untuk efisien waktu, dan bahasa tubuh juga harus diperhatikan. Dalam memberikan pertanyaan terbagi menjadi pertanyaan terbuka dan pertanyaan tertutup. Pertanyaan terbuka seperti, “Apa yang bisa saya bantu?”. Jadi pertanyaan ini akan dijawab dengan kalimat yang menjelaskan pertanyaan tersebut. Berbeda dengan pertanyaan tertutup. Pertanyaan ini hanya inti dari pertanyaan terbuka untuk memastikan pemahaman pewawancara. Jawabannya pun hanya “Ya” dan “Tidak”. Ada beberapa cara yang tidak boleh dilakukan ketika wawancara. Yang pertama adalah menjadi intrusif. Kita jangan memaksa klien untuk cepat-cepat menjawab pertanyaan. Kita dapata memberikan waktu beberapa detik untuk pertanyaan yang terasa sulit dijawab. Yang kedua adalah menginterogasi klien. Jangan melakukan tindakan interogasi klien seperti yang dilakukan di kepolisian pada penjahat. Ingat, kita adalah seorang psikolog yang bertugas untuk membantu klien tanpa menjudge. Yang ketiga adalah controling client explores. Jangan terlalu sering memberikan pertanyaan berulang-ulang, karena akan membuat klien sulit mengungkapkan perasaan. Yang keempat adalah jangan gunakan kata “Mengapa”. Wah sulit juga ini untuk melakukan pemilihan kata untuk bertanya. Yang terakhir adalah jangan bertanya hanya untuk menjawab rasa penasaran psikolog terhadap klien.

        Dalam melakukan wawancara tidak dapat dipisahkan dari onservasi. Observasi dibagi menjadi non verbal, verbal, dan konflik, diskrepansi, dan inkongruensi. Non verbal seperti ekspresi wajah yang tidak menjudge, tulus, tidak menujukkan raut muka streotip, dan gestur tubuh yang 45 derajat, gerakan tangan, dan tarikan nafas. Observasi verbal seperti memberikan perhatiannya kepada klien, karena ketika klien merasa diperhatikan maka ia akan merasa dihargai dan merasa dekat dengan psikolognya. Diskrepansi ini sering terjadi. Misalnya klien mengatakan bahagia padahal matanya berkaca-kaca. Oleh karena itu psikolog juga harus jeli dalam melihat raut muka dari klien. Inkongruensi terlihat jika klien tidak merasa nyaman dan tidak sepenuhnya jujur dengan yang diucapkan. Selanjutnya adalah keterampilan untuk aktif mendengarkan. Terbagi dalam nonverbal dan verbal. Nonverbal seperti jangan terlalu lama untuk memberikan pertanyaan karena bisa jadi klien akan merasa tidak dihargai atau tidak menyimak. Oleh karena itu gunakan parafrase dengan mengutip beberapa pembicaraan sehingga klien mearsa disimak. Verbal menggunakan kata seperti “hmm”, “ohh”, atau “lalu”. Summarizing hampir sama dengan parafrase. Hanya saja ini diguankan memulai atau mengakhiri wawancara dan dapat dibunakan untuk memastikan kata-kata dari klien. Summarizing dengan parafrase dapat dikombinasikan untuk menciptakan reflection of feelings.

        Nah itu tadi bebetapa keterampilan dasar untuk melakukan wawancara. Jika Anda ingin menjadi seorang psikolog dan harus melakukan wawancara, Anda harus memilki keterampilan dasar. Mari kita bersama-sama mempelajari keterampilan tersebut.

13 Maret 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar