Minggu, 24 Maret 2013

I’ve Never Been in That Position, so I Just Can Only Imagine How You Felt. (Gisela Aliyansari)


     Di kelas Teknik Wawancara kali ini, kami diberi pengetahuan baru mengenai keterampilan dasar wawancara. Sebenarnya keterampilan-keterampilan dasar apa saja yang diperlukan dalam melakukan wawancara? Jawabannya yaitu, kemampuan membina rapport, empati, attending behavior, teknik bertanya, keterampilan observasi (encouraging, parafrase, dan reflection of feeling, summarizing).

     Dalam membina rapport, sikap interviewer adalah kuncinya. Di kelas diadakan role play, jika kita dihadapkan dengan situasi di mana kita berbicara tidak didengarkan, pastinya kita akan marah, sebel, kecewa, dan lain-lain. Kira-kira begitulah gambaran jika interviewee berbicara tapi kita tidak mendengarkan atau malah asyik sendiri dengan gadget. Interviewee yang ada malah tersinggung karena merasa cerita atau masalahnya tidak didengarkan. Kemudian jangan memasang muka menghakimi, karena semua orang tidak suka dihakimi. Dan misalnya kita tidak pernah ada dalam posisi interviewee, maka kita jangan jadi orang yang sok tau. Kita cukup mengatakan “I’ve never been in that position, so I just can only imagine how you felt”.

     Kita juga dapat menyesuaikan bahasa yang kita gunakan dengan tingkat pendidikan interviewee. Jika interviewee bukan lulusan psikologi adalah salah besar jika kita menggunakan jargon psikologi. Kita dapat berbicara dengan bahasa yang dapat lebih dipahami oleh interviewee.

     Empati dapat dengan sendirinya ada ketika kita dapat membina rapport yang baik dengan interviewee. Empati membantu untuk membiarkan interviewee mengerti bahwa interviewer mengerti, menerima, memahami dunia interviewee tanpa adanya penilaian di dalamnya.

     Kunci dari attending behavior adalah membiarkan interviewee berbicara sebanyak mungkin yang mereka mau, menumpahkan semua unek-unek mereka. Tugas interviewer cukup mendengarkan karena terkadang yang dibutuhkan hanyalah ada orang yang mau mendengarkan tanpa memberi penilaian. Bisa juga dengan bahasa tubuh, seperti tatapan mata yang mencerminkan bahwa kita menaruh perhatian pada cerita interviewee. Interviewer sesekali dapat juga berkomentar mengenai topik yang dibicarakan.

      4 critical dimension of attending behavior, yang pertama visual: tatap klien, jangan arahkan pandangan. Hal ini menunjukkan bahwa kita mendengarkan cerita klien. Tatapan mata kita juga jangan sampai membuat klien tidak merasa nyaman. Kita dapat menatap klien tepat di antara alis. Yang kedua vocal qualities: tone and speech rate, nada dan kecepatan bicara kita dapat mengindikasikan seberapa jauh kita tertarik pada cerita klien. Yang ketiga, verbal tracking: following the client or changing the topic, jangan mengubah tujuan pembiacaraan yang telah ditetapkan di awal. Jangan karena kita bosan mendengarkan lalu kita dapat seenaknya engubah topik pembicaraan. Interviewer harus peka dan dapat menanyakan pertanyaan yang penting dan mengabaikan pertanyaan yang kurang penting. Yang keempat, body languages: attentive and authentic. Bahasa tubuh tidak kalah penting, klien dapat mengetahui apakah kita tertarik dengan ceritanya atau tidak.

     Teknik pertanyaan ada yang berbentuk open question dan closed question. Open question memudahkan klien untuk menceritakan ceritanya meskipun cerita yang diberikan tidak runtut tetapi nanti dapat diurutkan bersama dengan psikolog. Biasanya di awal interviewer menagatakan,”Ada yang bisa saya bantu?”. Closed question bersikap lebih mengarahkan namun terkadang pertanyaan tersebut akan mengarah kepada leading question dan klien merasa bahwa konselornya memiliki agenda tertentu pada kliennya.

     The abuse of question ada lima, yang pertama being intrusive, ketika klien sulit bicara jangan pakasakan klien untuk bicara karena hal itu sangat meganggu dan membuat klien tidak akan percaya lagi. Yang kedua intterogating the client, Menanyakan hal yang bersifat personal dengan daftar pertanyaan yang sangat panjang akan membuat klien merasa ditekan dan diinterogasi. Yang ketiga, controlling client explores, pertanyaan yang terus menerus ditanyakan kepada klien hanya akan membuat klien semakin ketakutan dan tidka menceritakan seluruh yang ingin diceritakan. Yang keempat, using why question, jangan menggunakan kata mengapa, akan lebih baik untuk menanyakan menggunakan kata apa, bagaimana, dan kapan. Pertanyaan dengan ‘mengapa’ tidak akan dapat mengungkap hal yang berada di ‘dalam diri’ klien, melainkan justru hanya mengungkap hal yang ‘di luar diri’ klien. Klien akan mencari pembenaran ketika ditanya menggunakan kata mengapa. Yang kelima, satisfying interviewer’s needs, bertanya hanya untuk memuaskan rasa ingin tahu pewawancara hanya akan membuat klien merasa terganggu.

     Observation skill berfokus pada tiga area, yang pertama nonverbal behavior, ekspresi wajah, bahasa tubuh, hindari streotype. Yang kedua verbal behavior, sellective attention dan key words (perhatikan kata-kata yang diulangi oleh klien atau diberi tekanan ketika berbicara). Yang ketiga, discrepancies and conflict, Interviewer harus mewaspadai diskrepansi antara tindakan verbal dan nonverbal klien selama wawancara. Inkongruensi bisa mengindikasikan bahwa klien merasa tidak nyaman untuk mendiskusikan masalah tertentu atau bahwa klien tidak sepenuhnya bersikap jujur.

     Active listening: encorage, dapat membuat klien untuk terus bicara dapat dilakukan dengan verbal ataupun nonverbal, sperti, mengangukkan kepala. Nonverbal encouragement, jangan terus berbicara tetapi jangan diam terlalu lama. Verbal encouragement, gunakan kata “hm, oke, lalu”, interviewer dapat sesakali mengulangi kata terakhir yang diucapkan oleh interviewee, uraikan perkataan yang diucapkan oleh interviewee sebelumnya.

     Merefleksikan perasaan, sebagai interviewer, kosa kata kita terhadap perasaan haruslah banyak, jangan cuma tau perasaan emosi saja. Terkadang kita bingung sendiri mengenai perasaan kita sendiri, maka dari sekarang sebelum bertanya perasaan apa yang dimiliki seseorang kita harus mengenali perasaan apa yang kita miliki.

     Sedangkan untuk pharaprasing dan summarizing, saya masih belum memahami dengan baik perbedaan di antara keduanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar