Seringkali ketika orang berbicara
tentang psikolog, yang terlintas dalam pikiran mereka adalah psikolog dapat
“membaca” orang dan yang dimaksud dengan “membaca” adalah mengetahui seluk-beluk
seseorang hanya dengan melihat orangnya. Dari pengalaman saya sendiri, teman
atau saudara-saudara saya juga sering meminta saya untuk “membaca” mereka
ketika kami bertemu. Terkadang ada juga yang langsung mengubah gerak-geriknya setelah
tahu saya mahasiswa psikologi dan dengan jujur ia mengatakan bahwa ia
takut “dibaca”.
Banyak diantara mereka yang lupa
bahwa psikolog handal sekalipun adalah manusia biasa, bukan paranormal atau
teman-teman sejenisnya. Psikolog juga tidak dapat mengetahui seluk-beluk
seseorang seperti sihir atau secepat satu klik
untuk men-download data dari internet.
Ada banyak yang harus dilakukan untuk dapat mengenal seorang manusia, apalagi
untuk mengetahui seluk-beluknya.
Psikolog punya cara tersendiri untuk
mengetahui tentang diri atau memahami pikiran dan perasaan seseorang. Salah
satu cara yang paling sering digunakan adalah wawancara. Pada intinya,
wawancara (yang digunakan psikolog) adalah teknik atau cara untuk mengumpulkan
informasi mengenai klien dengan tujuan tertentu. Para psikolog bidang klinis
dewasa dan anak, hampir selalu menggunakan wawancara setiap kali klien datang
atau sebelum menentukan apa yang harus dilakukan untuk membantu klien.
Meskipun teknik yang digunakan
sama, tentu praktik dan cara mewawancarai kliennya berbeda-beda. Orang dewasa
lebih mudah diajak berbicara karena kemampuan verbalnya lebih baik daripada
anak-anak. Akan tetapi, tidak menutup
kemungkinan juga orang dewasa tidak berbicara karena alasan tertentu ketika
diwawancara atau justru memberikan jawaban yang berputar-putar saat
diwawancarai. Sekalipun demikian, wawancara tetap lebih mudah digunakan pada
orang dewasa.
Psikolog klinis anak memiliki
tantangan tersendiri yang harus dilewati sebelum dapat mewawancarai anak-anak
yang menjadi kliennya. Seperti yang kita ketahui, anak-anak biasanya tidak
ingin berbicara kepada orang yang baru saja dilihat atau dikenalnya. Jadi,
inilah tantangan utama yang harus dilalui psikolog: membuat anak percaya
padanya sehingga sang anak bersedia bicara. Bahkan, sekalipun anak sudah
percaya, jangan terlalu banyak berharap anak tersebut akan memberikan jawaban
secara verbal.
Berdasarkan hasil wawancara
terhadap psikolog klinis dewasa dan anak yang telah didiskusikan di kelas
Teknik Wawancara, ada beberapa kelebihan, kekurangan dan masalah dalam
mengaplikasikan wawancara. Wawancara dapat menghasilkan banyak sekali informasi
verbal dan non-verbal yang didapat saat melakukan wawancara. Akan tetapi, di
saat yang bersamaan wawancara mungkin tidak akan menghasilkan cukup informasi
mengenai klien sehingga membutuhkan bantuan tes-tes psikologi untuk melengkapi
data. Beberapa psikolog juga mengaku merasa lelah ketika harus melakukan
wawancara yang dapat berlangsung selama berjam-jam dalam satu hari.
Anyway, apa pun kekurangan dan masalah yang dihadapi saat melakukan
wawancara, semuanya bergantung pada latihan dan jam terbang psikolog di
bidangnya masing-masing. Teori sebanyak apapun yang dikuasai tidak dapat banyak
membantu psikolog untuk mendapatkan informasi jika ia tidak banyak berlatih
wawancara. Hati yang sungguh-sungguh ingin menolong klien juga sangat membantu
psikolog untuk terus memberikan yang terbaik kepada klien, bahkan saat merasa
super lelah sekalipun. Oleh karena itu, ketiga hal ini (latihan, jam terbang,
dan hati yang sungguh-sungguh) adalah hal utama yang membuat psikolog menjadi
handal dalam memanfaatkan wawancara sebagai senjata utama untuk “membaca” yang
berarti memahami diri seseorang.
2 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar