Jumat, 22 Maret 2013

Be a Real Mature Adult (Melissa Magdalena)


Kelas Perilaku Seksual pada Kamis 14 Maret 2013 diisi dengan presentasi dua kelompok. Tema dari kedua kelompok ini menurut saya sangat bertolak belakang yaitu pernikahan dan perceraian.

Ketika berbicara tentang masa dewasa saya langsung mengaitkan tugas perkembangan intimacy vs isolation. Pernikahan berkaitan dengan intimacy ini, rasanya memang sudah waktunya sepasang dewasa untuk melakukan tugas perkembangan dengan menikah. Kelompok pertama membahas tentang pernikahan yang setia, pernikahan lanjut usia yang lebih setia dan hal-hal indah lainnya dari sebuah pernikahan.



Namun saya lebih tertarik pada tema kedua yaitu perceraian. Ada beberapa alasan yang kelompok jelaskan mengenai alasan perceraian. Misalnya seperti ras, agama atau ketidakcocokan lagi. Lalu disebutkan juga beberapa dampak dari perceraian.



Entah mengapa saya terpikirkan beberapa pertanyaan, mengapa perceraian selalu dikaitkan dengan hal negatif? Mengapa harus ada perceraian? Saya ingin bertanya kepada kelompok namun rasanya akan terlihat seperti orang bodoh yang bertanya seperti ini. Perceraian tentu sebuah hal negatif karena di awal sudah disebutkan dampak-dampak negatif dari perceraian. Namun tetap ada ganjalan di hati saya, mengapa perceraian dianggap sebagai sesuatu yang amat sangat dihindari dalam sebuah pernikahan?



Selama kelas saya terus berpikir dan membayangkan pernikahan-pernikahan yang pernah saya lihat. Seorang suami sudah berselingkuh dengan pembantu, bukan hanya satu pembantu yang ia selingkuhi. Tapi istri tidak meminta cerai. Cerita lain, suaminya juga berselingkuh dengan wanita bersuami namun tetap  istri tidak minta bercerai. Atau cerita yang ini suami dan istri tidak ada komunikasi, hubungan sangat dingin sampai saat istri harus operasi jantung pun suami tidak hadir, namun tidak ada perceraian di rumah tangga mereka.

Semakin dilihat semakin saya merasa perceraian adalah sesuatu yang aneh. Mengapa ada orang yang sudah begitu tersakiti dalam rumah tangganya masih ingin terus bertahan. Sedangkan ada pula rumah tangga yang belum sempat diperjuangkan sudah memilih untuk bercerai.



Ada satu pencerahan yang saya dapatkan, menikah atau bercerai itu pilihan. Namun seperti yang dikatakan di awal menikah adalah tugas seorang yang dewasa. Semua orang dapat menjadi dewasa namun belum tentu semua dewasa adalah dewasa yang matang dan bertanggung jawab. Rasanya mereka-mereka yang tidak pernah memilih jalur perceraian adalah mereka yang memang sudah sungguh-sungguh mendalami kedewasaan mereka, karena dibalik sakit hati mereka masih ada tanggung jawab pada anak-anaknya. Ini sebagai bentuk maturity mereka para dewasa yang lebih memperhatikan masa depan anak-anak daripada memperbesar rasa sakit hatinya.

Pada kesempatan ini juga saya mau berterima kasih pada kedua orang “real mature adult” yang ada di sepanjang hidup saya, papa dan mama yang telah memilih untuk menjadi keluarga yang utuh tanpa ada perceraian. Terima kasih atas pertanggung jawaban kalian buat keluarga ini dan buat hidup saya.



Saya mengajak para dewasa dewasa lain untuk bisa menjadi a real mature adult yang bertanggung jawab pada pilihan untuk menikah.

18 Maret 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar