Rabu, 26 November 2014

Rape, Stop Blaming The Victim! (Lily Lee)

Kasus pemerkosaan sering terjadi di Indonesia. Coba saja buka salah satu channel TV yang sedang menyiarkan berita, pasti ada saja berita mengenai pemerkosaan atau pelecehan seksual. Sebagian besar kasus yang muncul di media menunjukkan bahwa wanita apalagi yang masih muda rentan sekali untuk menjadi korban pemerkosaan. Ada juga sih korbannya anak-anak dibawah umur atau nenek-nenek yang sudah lanjut usia, tapi tidak sebanyak wanita muda. 


Bahkan ada saja yang menyalahkan korban karena kejadian pemerkosaan yang dialami oleh korban. Seperti dengan mengatakan, "Akh, salah dia (korban) sendiri, keluyuran malam-malam." atau "Siapa suruh pakai baju yang 'kurang bahan', jadinya begitu kan." (pakaian 'kurang bahan' = pakaian super duper minimalis, banyak area yang masih terbuka), dan sebagainya. Malahan, yang pernah saya dengar ada lho beberapa tempat yang membuat aturan untuk wanita agar tidak berkeliaran saat malam hari dan HARUS berpakaian super tertutup dari ujung kepala sampai dengan ujung kaki. 

Nah lhoo... bukannya saya tidak menghargai peraturan itu ya, tapi ya mau bagaimana kalau misalnya tengah malam, keadaan darurat dan hanya memakai baju seadanya (masih sopan) terus harus keluar mencari bantuan dan secara tiba-tiba ia diperkosa. Masa mau dibiarkan saja karena itu memang salahnya dia (korban). 

Hey! Mereka (korban) sudah cukup sial untuk mengalami kejadian menakutkan dan menyedihkan itu, jadi jangan menyalahkan mereka.

Saya sering geram dengan kasus pemerkosaan yang sering terjadi, apalagi yang pelakunya berulang kali masuk penjara karena perbuatan tidak senonohnya itu. Apa tidak ada hukum yang lebih keras ya buat para pelaku dan kenapa harus para calon korban yang selalu di kekang dengan berbagai aturan yang pada akhirnya tidak membantu sepenuhnya. Ingat, kejahatan terjadi karena ada kesempatan. Mau korbannya gak berbusana atau tertutup sekujur tubuh juga bisa berisiko menjadi korban. Perhatikan dan awasi juga calon pelaku yang berpotensi dapat melaksanakan perbuatan jahatnya tersebut, mereka yang lebih berbahaya.

Tapi menurut saya, para pelaku pelaku pemerkosaan tidak cukup hanya di penjara. Jadi bukan hanya para korban yang di terapi karena pengalaman shock yang dialaminya, tetapi pelakunya juga. Otaknya perlu untuk di program ulang agar pelaku tidak lagi mengulangi perbuatannya. Selain si pelaku, orang yang berpikiran korban juga salah juga perlu tuh di program ulang, bisanya salahin orang doang. Harusnya kan pikir bagaimana cara menyelamatkannya, bukan menyalahkannya. 

15 Nov 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar