Kamis, 13 November 2014

Dinamika Kejahatan Seksual (Valen 705140124)


Pengertian Kejahatan Seksual
     Pengertian kejahatan seksual menurut Poerwandari. Kejahatan seksual didefinisikan sebagai tindakan yang mengarah kepada ajakan seksual seperti menyentuh, meraba, mencium, dan melakukan tindakan-tindakan lain yang tidak dikehendaki oleh korban. Memaksa korban menonton produk pornografi, gurauan-gurauan seksual, ucapan-ucapan yang merendakan dan melecehkan dengan mengarah pada aspek jenis kelamin atau seks korban (Fuadi, 2011).
     Pengertian kejahatan seksual menurut Mboiek dan Stanko. Kejahatan seksual adalah perbuatan yang biasanya dilakukan laki-laki dan ditujukan kepada perempuan dalam bidang seksual yang tidak disukai oleh perempuan sebab ia merasa terhina (Fuadi, 2011).
     Pengertian kejahatan seksual menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia.Kejahatan adalah perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dan telah disahkan oleh hukum tertulis. Seksual didefinisikan sebagai hal yang berkenaan dengan jenis kelamin atau persetubuhan antara laki-laki dan perempuan. Sehingga kejahatan seksual adalah perilaku yang berkenaan dengan persetubuhan antara laki-laki dan perempuan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku (Media Pustaka Phoenix, 2013).
     Maka dapat disimpulkan bahwa kejahatan seksual adalah tindakan pemaksaan yang dilakukan berkenaan dengan seks, jenis kelamin, atau aktivitas seksual yang biasanya dilakukan laki-laki kepada perempuan.

Faktor Penyebab Kejahatan Seksual
     Faktor intern. Faktor intern adalah faktor-faktor yang terdapat pada diri individu. Hal ini dapat ditinjau dari: (a) faktor kejiwaan, yaitu kondisi kejiwaan atau keadaan diri yang tidak normal dari seseorang dapat juga mendorong seseorang melakukan kejahatan; (b) faktor biologis, dalam tubuh manusia terdapat berbagai macam kebutuhan. Dalam memenuhi kebutuhan, manusia menciptakan suatu aktivitas. Dorongan seks sebagai salah satu kebutuhan telah dimiliki manusia sejak bayi. Dorongan seks yang kuat apabila tidak dikendalikan maka akan kehilangan keseimbangan yang akan mempengaruhi tingkah laku manusia. Pada tahap selanjutnya apabila kebutuhan seks tidak disalurkan secara normal, maka akan terjadi penyimpangan-penyimpangan seperti halnya pemerkosaan; (c) faktor moral, moral berisi ajaran kebaikan dan menjadi penentu tingkah laku sehingga seringkali sebagai filter terhadap perilaku menyimpang. Apabila moral tidak diajarkan maka manusia akan melakukan hal-hal yang merugikan maupun kejahatan yang tidak diinginkan (Nainggolan, 2008).
     Faktor ekstern. Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang berada di luar diri si pelaku. Hal ini dapat ditinjau dari: (a) faktor sosial budaya, aspek sosial budaya yang berkembang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya moralitas masyarakat. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat dihindarkan pengaruh negatifnya. Salah satu dampak negatif, yaitu berkembangnya modernisasi yang membuat pergaulan semakin bebas, cara berbusana yang semakin terbuka, dan mulai muncul kebiasaan berpergian jauh sendirian; (b) faktor ekonomi, merupakan faktor yang secara langsung atau tidak mempengaruhi sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat. Ketika seseorang tidak memperoleh pekerjaan yang baik, maka ia akan mencari kegiatan lainnya. Salah satunya, yaitu hasrat pemenuhan kebutuhan biologis. Sebagian dari mereka tidak mampu menyalurkan hasrat pada istri atau wanita tuna susila, maka akan menyalurkan kepada orang lain yang bukan pasangannya (Nainggolan, 2008).

Dampak Kejahatan Seksual
     Dampak psikologis. Dampak psikologis yang muncul dari kekerasan seksual kemungkinan adalah depresi, fobia, mimpi buruk, dan curiga kepada orang lain dalam waktu yang cukup lama. Dapat pula muncul Post Traumatic Stress Disorder (PTSD),yaitu sindrom kecemasan, labilitas, ketidakrentanan emosional, dan kilas balik dari pengalaman yang amat pedih secara fisik maupun emosional (Fuadi, 2011).
     Dampak fisik. Dampak fisik yang dapat muncul adalah insomnia atau kesulitan tidur dan ada sebagian korban yang kecanduan rokok sebagai pelarian (Illenia & Handadari, 2011).

Upaya Penanggulangan Kekerasan Seksual Terhadap Anak
     Upaya penal. Upaya penal adalah upaya setelah terjadinya kejahatan atau menjelang terjadinya kejahatan. Tujuan upaya penal adalah agar kejahatan tidak terulang kembali. Penanggulan penal ini dapat berupa sanksi pidana bagi para pelaku sehingga menjadi contoh bagi orang lain untuk tidak melakukannya (Nainggolan, 2008).
     Upaya non penal. Upaya non penal adalah upaya yang dilakukan tanpa menggunakan sanksi hukum yang lebih bersifat preventif. Upaya non penal berupa penyantunan, pendidikan sosial, peningkatan usaha kesejahteraan remaja, kegiatan patroli dan pengawasan lainnya secara kontinyu (Nainggolan, 2008).

Tahapan Pemulihan Korban Kekerasan Seksual.
     Tahap penyangkalan. Awal tahap ini diwarnai dengan perasaan tidak percaya bahwa kekerasan seksual telah menimpa diri korban. Penyangkalan ini hampir selalu dilakukan oleh semua korban dan merupakan pertahanan sementara (Illenia & Handadari, 2011).
     Tahap kemarahan. Ketika masa penyangkalan tidak tertahankan lagi, korban akan mengalami perasaan marah, gusar, dan benci. Korban biasanya memaki-maki diri sendiri, orang lain bahkan Tuhan (Illenia & Handadari, 2011).
     Tahap penawaran. Tahap ini merupakan salah satu mekanisme pertahanan diri, dimana korban berharap trauma  itu akan hilang dengan sendirinya. Tahap ini mampu menolong korban walaupun hanya sementara (Illenia & Handadari, 2011).
     Tahap depresi. Kelelahan fisik, perubahan mood yang terus menerus, dan  usaha untuk memperbaiki dirinya dapat membuat korban masuk dalam kondisi depresi. Mereka dapat kehilangan gairah hidup, merasa sangat sedih, tidak ingin merawat diri dan kehilangan nafsu makan. Mood depresif ini akan semakin buruk apabila korban menyalahkan diri sendiri atas peristiwa yang terjadi (Illenia & Handadari, 2011).
     Tahap penerimaan. Ketika korban mencapai tahap ini maka akan terjadi perkembangan positif. Menerima dan memahami apa yang telah terjadi serta mendiskusikan pengalaman traumatis tanpa reaksi yang berlebihan (Illenia & Handadari, 2011).

KESIMPULAN
     Kejahatan seksual adalah tindakan pemaksaan yang dilakukan berkenaan dengan seks, jenis kelamin, atau aktivitas seksual yang biasanya dilakukan laki-laki kepada perempuan. Faktor yang paling mempengaruhi perilaku kejahatan seksual adalah faktor kejiwaan pelaku. Kejiwaan yang tidak normal dan tidak stabil membuat pelaku melakukan tindakan kejahatan seksual terhadap orang lain yang bukan pasangannya. Dampak yang paling besar adalah terhadap kondisi psikologis korban. Kondisi psikologis menjadi perhatian utama bagi pihak keluarga dan lingkungan tempat tinggal korban agar korban tidak merasa sendirian menghadapi masalah yang ada.
     Upaya menghadapi kejahatan seksual adalah upaya hukum, pengawasan berkesinambungan dan sosialisasi moral kepada masyarakat. Tahap pemulihan korban menjadi langkah selanjutnya atas masalah ini. Pemulihan diperlukan agar korban tidak berlarut-larut mengalami kesedihan dan kepedihan akibat kejahatan seksual. Tahap penerimaan menjadi jalan keluar atas masalah yang ada. Korban harus dapat menerima kondisi dirinya dan memahami apa yang telah terjadi agar korban lebih mudah menjalani kehidupan seperti biasanya. 
 
DAFTAR PUSTAKA
Fuadi, M. A. (2011). Dinamika psikologis kekerasan seksual: Sebuah studi fenomenologi. Jurnal psikologi islam, 8(2), 192-194. Diunduh darihttp://psikologi.uin-malang.ac.id/wp-content/uploads/2014/03/Dinamika-Psikologis-Kekerasan-Seksual-Sebuah-Studi-Fenomenologi.pdf
Illenia, P., &  Handadari, W. (2011). Pemulihan diri pada korban kekerasan seksual.INSAN, 13(2), 121-123. Dinduh darihttp://journal.lib.unair.ac.id/index.php/JIMP/article/view/671
Media Pustaka Phoenix . (2013). Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi ke-7). Jakarta: Penulis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar