Selasa, 25 November 2014

Be Aware of Rape (Sannia Wina)




Hello readers! Hari ini saya akan membahas mengenai rape atau perkosaan.
Sudah banyak sekali kasus mengenai perkosaan, banyak yang dilaporkan sehingga kita mengetahuinya, tetapi menurut saya, lebih banyak lagi yang tidak berani dilaporkan sehingga membuat pelaku perkosaan lebih "leluasa" untuk mencari korban lebih banyak lagi

Pelaku perkosaan umumnya adalah laki-laki, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa seorang perempuan juga dapat menjadi pelaku perkosaan. Perkosaan dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja selama ada kesempatan. So, kita harus aware terhadap lingkungan untuk meminimalisir kemungkinan perkosaan terutama pada diri kita dan lingkungan kita.

"Kasus Pemerkosaan Siswi SMA, Korban Diikat"
Seorang siswi sekolah menengah kejuruan di Cipinang Besar Selatan, Jakarta Timur, mengaku telah menjadi korban pemerkosaan oleh tiga pelajar. Perbuatan bejat itu dilakukan di tempat kos salah satu pelaku. Korban mengatakan tubuhnya diikat dengan tali sepatu dan mulutnya disumpal dengan baju. Hediyan Saksono, pengacara korban, mengatakan satu pelaku adalah T, 19 tahun, bekas pacar korban. T tercatat sebagai pelajar di sekolah yang berbeda dengan korban. "Tapi sekolahnya masih satu yayasan dengan sekolah korban," kata Hediyan, Jumat, 13 Desember 2013. 

Pada 24 Agustus 2013, korban bertemu dengan T di lingkungan sekolah. Korban diajak ke naik ke lantai 7 untuk membicarakan sesuatu. Namun, di sebuah ruangan kosong, korban dipaksa untuk melayani nafsu bejat pelaku. Korban tidak kuasa melawan. "Pelaku tetap menyetubuhi korban padahal saat itu korban sedang menstruasi," ujar Hediyan.  Korban menutup rapat kejadian itu karena takut dengan ancaman pelaku. Pelaku sendiri berniat mengulangi perbuatannya setelah aksi pertamanya berhasil membuat korban bungkam. Pada 28 September lalu, pelaku membujuk korban untuk main ke tempat kosnya. Di sanalah pelaku kembali memaksa korban untuk berhubungan badan. Lagi-lagi korban tak kuasa menolak.

Saat pelaku tengah meniduri korban, datang dua teman pelaku A, 18 tahun, dan P, 18 tahun. Mereka mengancam akan mengarak korban dan pelaku dalam kondisi bugil. Ancaman itu tidak dilakukan karena T mengizinkan dua temannya untuk menyetubuhi korban. "Mulut korban disumpal dengan baju dan anggota badannya diikat tali sepatu, lalu diperkosa secara bergiliran sampai jam sepuluh malam," ucap Hediyan.

Setelah kejadian itu, korban mengigau saat tidur. Ibunya menjadi curiga. Apalagi korban juga tidak datang bulan. Sang ibu akhirnya memeriksakan korban ke dokter. Ternyata korban telah hamil. "Ibu korban pun lantas melaporkan kejadian tersebut ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Jakarta Timur, 17 November lalu," ujar Hediyan. Polisi kemudian menangkap T, A, dan P, kemudian menetapkan mereka sebagai tersangka. Mereka diancam Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak dengan kurungan penjara maksimal 15 tahun.

Berdasarkan kasus dalam berita ini, tindak pemerkosaan dilakukan oleh T, yaitu pelaku utama yang memerkosa korban. Tetapi, korban juga memberikan berbagai "kesempatan-kesempatan" yang dimanfaatkan oleh T.
Ketika pertama kali korban diajak T untuk naik ke lantai 7 untuk membicarakan sesuatu, seharusnya korban aware. "Yaelahkalo mau ngomong disini aja kan bisa?" Sebagai seorang perempuan yang harus bisa menjaga dirinya, maka seharusnya korban menolak permintaan T untuk membicarakan sesuatu di lantai 7. Kan sebenarnya kalau mau membicarakan sesuatu lebih enak di cafe sambil minum kopi kan. hehehehe..
Nah, setelah korban disetubuhi untuk pertama kalinya di sekolah itu, kenapa gak langsung lapor sih?! Sebagai korban, tentu kita punya hak dan kewajiban untuk melapor. Hak yang dimiliki karena memang korban merupakan korban yang jelas-jelas sudah dirugikan. Kewajiban korban untuk melapor adalah agar si T tidak mencari korban lainnya. Untuk apa takut, kalau memang T sangat amat terbukti melakukan kesalahan.
Dikarenakan T tidak dilaporkan, T menjadi senang dan jadi kepengen lagi. Menurut saya si korban juga bodoh, sudah tau kalau T sudah pernah melakukan pemerkosaan, bukannya diputusin, dilaporin, eh masih dipacarin dan lebih konyol lagi, mau-maunya diajak ke kos-kosan T.  Yah, menurut saya sih tidak heran kenapa korban disetubuhi lagi. Abisnya pasrah aja, kan konyol.......Jangan-jangan korban memang senang melakukan hubungan seksual dengan T.
Selanjutnya, ketika teman-teman T datang, T malah mengizinkan teman-temannya untuk melakukan hubungan seksual juga dengan korban. Seharusnya teman-temannya melapor dong, bukan malah ikutan. Jika teman-temannya melapor, maka hanya T si tersangka, eh tapi mereka ikutan, jadi tersangka juga deh..
Setelah kejadian kedua korban masih juga tidak melapor. Ya ampun, kenapa ya tidak mau melapor? Untung saja ibu korban bisa menyadari hal ini. Kalau tidak? Mungkin bisa terjadi kasus ketiga, keempat, dll.

Kesimpulan dari kasus ini bahwa perkosaan itu tidak hanya semata-mata menyalahkan pelaku, tetapi menurut saya mungkin saja sebenarnya si korban memberikan "kesempatan" yang membuat pelaku dapat melakukannya. Jadi, sebagai manusia yang beradab kita harus AWAREterhadap orang-orang di lingkungan sekitar kita. Jangan sampai kita menjadi korban pemerkosaan karena kecerobohan kita. 
Kita juga harus menjadi bagian dari pemberantasan pemerkosaan ini dengan caramelaporkan kejadian pemerkosaan yang kita ketahui pada pihak yang berwenang.
Untuk para pihak berwenang, sepertinya UU di Indonesia harus memberikan hukuman yang lebih hebat dibandingkan hanya penjara. Hmm, diisolasi selamanya, mungkin? :)

19 Nov 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar