Rabu, 30 April 2014

Sharing From Alumni (Ellen Gauw)


Today's post gonna be about my assignment of interview technique lesson. So you see, last Thursday my interview technique class had some guest lecturer. They are the alumnus of Psychology faculty at Tarumanagara University. There are 3 guest lecturers, 2 of them is a Sir and 1 of them is a Mrs ^__^
By the way, it's gonna be super long since it's about my impression of organization and industrial psychology in the real world. Grab something to snack on guys! Happy reading! ;)


Let's get started!


Dosen tamu yang pertama "membagi" ilmunya adalah Ibu Dina yang bekerja di suatu perusahaan restauran yang (bagi saya) lumayan ternama (nama perusahaannya ga usah disebutin lah ya HEHEHE). Sebelum bekerja di perusahaan yang sekarang, beliau bekerja di sebuah perusahaan tambang sebagai staff HRD.


Menurut Ibu Dina wawancara yang dilakukan terkadang harus melihat situasi dan kondisi yang dimiliki oleh subyek yang akan diwawancara. Hal ini disebabkan oleh pengalaman Ibu Dina yang harus mewawancarai satu per satu pekerja buruh yang ada di tambang. Pekerja buruh umumnya akan merasa tidak nyaman ketika diwawancarai dalam setting formal (maksudnya wawancara dilakukan di ruangan tertutup dengan meja dan kursi). Wawancara yang dilakukan oleh Ibu Dina dengan para pekerja buruh bersifat santai dan dilakukan dii berbagai macam tempat.


Wawancara tersebut berupa obrolan santai dan digunakan untuk menciptakan suasana yang nyaman antara dirinya dan para subyek agar nantinya ketika dilakukan psikotes berupa paper and pencil test, para pekerja tersebut tidak keberatan untuk mengerjakannya. Selain itu "obrolan singkat" tersebut juga berfungsi untuk menggali gambaran kasar bagaimana kepribadian para pekerja tesebut. Kesulitan yang pernah dihadapi oleh Bu Dina dalam hal seleksi dan perekrutan karyawan baru adalah terkadang pihak manajemen tetap memaksa untuk meng-hire seorang karyawan meskipun kita tidak menyetujuinya karena ada "sesuatu" (eits, maksudnya bukan sentimen ya, tapi dari hasil tes psikologis dan wawancara menunjukkan kalau orang itu memiliki kemungkinan tidak efektif dalam bekerja karena satu dan lain hal).


Pesan yang diberikan oleh Ibu Dinah Kartana adalah "You must be able to divide between your personal life and professional life". Maksud dari pesan tersebut adalah kita harus mampu membedakan kehidupan pribadi dan kehidupan di tempat kerja. Pernah melihat orang yang datang bekerja dengan mata sembab, merah berari, kemudian langsung menangis di tempat ketika ditanya oleh rekan kerjanya? Saya sering mendengar cerita ini dari teman-teman saya yang telah bekerja. Memang masalah yang terjadi di rumah sulit untuk tidak dipikirkan ketika bekerja, tetapi sedapat mungkin cobalah untuk tidak terlalu terlarut dalam masalah tersebut. Jujur-jujuran aja deh, mank masalah cuma ada di rumah? Sampe kantor juga pasti ada aja kan rempongnya? Kalo dari rumah aja dah mumet pake banget, gimana ngadepin kerjaan di kantor?


Dosen tamu yang kedua adalah Bapak Bambang Hermansyah, beliau bekerja di sebuah perusahaan asuransi yang sekarang sedang naik daun (pucuk-pucuk.. loh salah fokus jadinya #abaikan :p). Menurut Pak Bambang wawancara harus dilakukan atas dasar S.T.A.R. (Situation, Task, Action, dan Result) dan wawancara harus dilakukan secara mendalam. Situation atau situasi memiliki arti ketika wawancara berlangsung kita harus menggali bagaimana situasi kehidupan seseorang. Hal ini disebabkan oleh kepribadian seseorang dibentuk oleh bagaimana kehidupannya dari dulu sampai sekarang.


Task atau pertanyaan yang diajukan kepada subyek haruslah runtut, jangan sudah sampai step C kemudian kembali ke step A. Hal ini akan menimbulkan kesan tidak profesional. Task juga menunjukkan pertanyaan mengenai pekerjaan-pekerjaan yang telah dikerjakan seseorang ketika di pekerjaannya dulu. Action atau aksi merujuk pada pertanyaan seputar apa tindakan yang dilakukan oleh subyek ketika dirinya sedang dihadapkan pada suatu masalah. Result hal ini menunjukkan bagaimana hasil dari wawancara yang kita lakukan apakah sesuai dengan kenyataan yang ditunjukkan oleh subyek. S. T. A. R. S. tersebut dilakukan agar ktia tidak tertipu oleh subyek yang kita wawancara. Ketika akan melakukan wawancara, kita harus meletakkan diri lebih "tinggi" dari orang yang kita wawancara TAPI tetap RESPECT (bukan berarti gara-gara kita diminta buat letakkin diri lebih tinggi trus kita jadi sombong, no no no~)

Selain itu kita harus berani untuk membuat suatu terobosan dalam bekerja karena terkadang hal-hal yang dipraktekkan di dalam tempat bekerja kita sudah tidak sesuai dengan tuntutan jaman sehingga menyebabkan efisiensi dalam bekerja berkurang. Kita juga harus berani untuk mengambil resiko yang dibutuhkan agar kita dapat berkembang menjadi lebih baik. Jangan terlena dengan posisi yang telah kita dapatkan, apabila hal tersebut terjadi maka kita telah terjebak dalam comfort zone. Comfort zone merupakan salah satu hal yang menghambat kita untuk berkembang. Pesan dari Pak Bambang adalah tetaplah rendah hati, terus belajar, dan lakukan inovasi.

Dosen tamu yang ketiga adalah Bapak Samuel Adam, beliau bekerja di sebuah perusahaan food and beverages di Indonesia. Menurutnya, kita harus membuat seebuah tujuan yang ingin kita capai sejak kita kuliah. Jangan setelah lulus kuliah kita masih belum mengetahui apa tujuan dan bagaimana cara kita untuk mencapainya. Buatlah goal yang "tinggi" (bukan setinggi pohon toge ya :D) kemudian barulah buat rencana step by step apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.

Tujuan wawancara menurut beliau adalah mencari informasi yang benar. Informasi yang diberikan kepada kita dari subyek (melalui proses wawancara) mungkin saja tercampur dengan informasi yang tidak benar. Inilah tugas kita untuk mencari manakah informasi yang benar. Cara untuk melakukan wawancara yang benar adalah pertama buatlah suasana yang nyaman. Dengan suasana wawancara yang nyaman umumnya seseorang akan lebih terbuka untuk menjawab pertanyaan yang diberikan. Hal ini berarti aslinya orang itu bakal keluar, kan kadang ada yang suka ditutup-tutupin ;p

Kedua adalah carilah data demografis dari orang tersebut selengkap mungkin. Dari data demografis yang didapatkan, kita memiliki (katakanlah) senjata untuk menimbang apakah yang dikatakan oleh subyek wawancara adalah kebenaran atau tidak. Cara yang ketiga adalah logic and unlogic, maskudnya di sini adalah kita harus mempertimbangkan apakah yang dikatakan oleh subyek masuk akal atau tidak. Seringkali dalam setting PIO untuk memberikan kesan yang baik kepada pewawancara, subyek akan melebih-lebihkan ceritanya dengan harapan pewawancara akan menilai dirinya tinggi. Selain itu yang terpenting adalah perhatikan bahasa tubuh subyek sejeli mungkin (jangan dipelototin juga ya, ntar kabur lagi orangnya hehehehehe)

That's all that I can conclude from our alumnus visit, hope all of you can enjoy this.. Take care! \^o^/

PS: Untuk para alumnus yang telah bersedia membagi waktunya untuk sharing dengan kami, terima kasih sebesar-besarnya. Semoga karirnya tambah lancar ya Pak dan Bu, Hehehehehe :D

27 April 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar