Selasa, 01 April 2014

Empati pada wawancara, perlukah? (Yanhardi Chandrawan)


Pada kesempatan kali ini saya akan mencoba untuk menjelaskan pentingnya empati pada wawancara. Sebelumnya tentu saja kita harus mengetahui arti empati itu sendiri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, empati adalah keadaan mental yg membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yg sama dengan orang atau kelompok lain. Atau singkatnya empati adalah menempatkan perasaan dan diri kita pada situasi orang lain. Misalnya ketika mewawancara orang korban perkosaan, kemudian ketika ditanya apakah tidak ada orang lain disekitar orang tersebut menjawab. “Ada, tapi jangankan berteriak melihat wajah orang tersebut (pemerkosa) saja saya takut pak”. Tanpa empati kita mungkin akan berpikir bahwa apa sih susahnya tinggal mengeluarkan suara saja? toh pasti orang sekitar akan berbondong-bondong datang dan menyelamatkan kita. Tapi apakah kita tahu betul apa yang korban tersebut rasakan? rasa takut, cemas, keputus asaan yang mendalam akan keadaan tidak berdaya tersebut, tentu saja pada saat itu cara berpikir seseorang akan berbeda pada saat yang biasa aja. Untuk hal-hal seperti inilah empati pada wawancara diperlukan.


Bagaimana jika kita tidak pernah mengalami pengalaman serupa? apakah kita bisa berempati? Untuk berempati tidaklah harus pernah mengalami hal serupa. Yang penting adalah hal tersirat atau esensi dari suatu kejadian. Misalnya suatu kasus dimana seorang wanita dikecewakan oleh pacarnya karena tidak juga kunjung dilamar. Meskipun anda tidak pernah mengalami kejadian tersebut, tapi anda pernah mengalami kekecewaan terhadap pacar anda ketika ia membatalkan suatu janji penting yang sudah dibuat sejak lama. Hal tersebut memang tidak sama, tetapi esensinya adalah kekecawaan terhadap pasangan. Tetapi katakanlah dengan sejujurnya bahwa anda tidak pernah mengalami hal serupa, tetapi anda pernah mengalami juga kekecawaan terhadap pasangan. Sehingga orang yang diwawancarai merasa dirinya dimengerti. Tetapi bagaimana jika kita tidak bisa berempati juga terhadap orang tersebut? Kalau begitu katakanlah yang sejujurnya. Kemudian hal yang tidak boleh anda lakukan jika anda tidak bisa berempati, adalah melakukan judgement. Jangan pernah menilai atau memberikan argumen terhadap apa yang seharusnya subjek lakukan, karena itu bisa memberikan dampak negatif terhadap subjek.

Demikianlah ulasan mengenai empati pada wawancara. Empati diperlukan pada saat wawancara agar pewawancara bisa mengerti makna yang terkandung dalam hasil wawancara. Jika seorang wawancara tetap menilai hasil wawancara secara subjektif berdasarkan diri sendiri, tentu saja akan berbeda jika pewawancara menilainya secara objektif. Empati juga diperlukan agar orang yang diwawancara dapat lebih nyaman ketika diwawancarai. Dengan demikian cerita dan hasil wawancara yang didapatkan akan lebih kaya.

19 Maret 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar