Pada cerita saya kali ini, saya akan membagi cerita mengenai pengalaman saya ke RPLU (Rumah Perlindungan Lanjut Usia) dan pada saat saya praktek wawancara di kampus. Pertama-tama saya akan menceritakan pengalaman saya pergi ke RPLU. Awalnya kami mahasiswa-mahasiswi Psikologi UNTAR ditugaskan untuk mewawancara dengan tema positive psychology. Kami dibagi ke 3 tempat, dan saya mendapat bagian untuk wawancara opa atau oma di RPLU. Ketika kami datang, kami di sambut dengan senyuman hangat oleh salah satu oma yang sedang duduk di bagian depan, mereka mengajak kami mengobrol, salah satu teman kami menghampirinya dan mengajak berbincang. Saya dan teman lainnya segera meninggalkan mereka, dan mulai mencari calon subjek kami. Awalnya saya masuk ke dalam satu ruangan bersama rombongan, namun rasanya sumpek sekali karena kami semua masuk ke sana, akhirnya saya dan teman saya meninggalkan tempat tersebut. Kami sempat kebingungan subjek mana yang akan kami wawancarai, mengingat cerita sebelumnya dari dosen bahwa ada mahasiswa yang diusir karena opa/oma-nya merasa terganggu. Saya takut hal tersebut terjadi pada diri saya, karena itu saya berusaha mencari subjek yang memang terlihat ramah dan memungkinkan untuk di wawancara. Saya akhirnya memasuki satu ruangan dan melihat oma-oma sedang tidur dengan santai, dengan wajah ramah saya menyapanya dan menanyakan apakah ia terganggu jika saya ingin berbincang, ia mengatakan tidak dan akhirnya saya mulai mewawancarainya. Selama wawancara beliau menangis menceritakan mengenai keluarganya, namun ia sepertinya tidak mau terbuka mengenai kesedihannya, ia hanya menceritakan yang baik-baik saja seperti misalnya keluarganya sering menjenguk dan sebagainya. Selesai wawancara, saya merasa senang dapat mengenal beliau dan bersyukur bahwa saya masih dapat berkumpul dengan keluarga saya. Saya juga meminta untuk berfoto dan beliau bersedia.
Cerita kedua yaitu mengenai praktik wawancara di kampus. Selama 3 minggu terkahir, kami anak-anak kelas Teknik Wawancara ditugaskan untuk mewawancara teman kami dengan tema pendidikan, PIO dan klinis. Kami juga ditugaskan menjadi klien, dan observer. Pada minggu pertama lab, saya sangat grogi dan ketakutan. Saya cemas apakah saya dapat menjadi pewawancara dan klien yang baik atau tidak. Saya cemas mengenai waktu dan jumlah pertanyaan yang akan saya tanya. Namun, setelah memasuki minggu kedua, saya merasa ketakutan saya mulai berkurang. Pada minggu pertama saya masih grogi, tegang, terfokus pada pertanyaan yang saya buat, dan tidak dapat probing. Sedangkan pada minggu kedua saya mulai merasa nyaman, tidak tegang dan mulai dapat melakukan probing dari jawaban klien saya sendiri. Pada minggu ketiga juga saya merasakan lebih santai dan rileks. Saya juga mulai bisa probing dengan lebih baik dari minggu sebelumnya karena mungkin sudah dapat hear and now pada saat wawancara klien.
Demikian akhir sharing saya mengenai pengalaman wawancara di lapangan, semoga bermanfaat
2 Juni 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar