Dalam menjalani kehidupan, kita pasti pernah mengalami sebuah hambatan ketika kita ingin meraih sebuah tujuan. Ketika hambatan ini datang, sangat rentan bagi kita untuk mengalami hal yang disebut dengan stres. Menurut Hans Selye, stress adalah respon-respon fisiologis dari tubuh terhadap tuntutan lingkungan maupun personal. Stres itu sendiri terbagi atas dua bagian yakni distress (respon terhadap hal-hal atau kejadian yang bersifat negatif) dan eustress (respon terhadap hal-hal atau kejadian yang bersifat positif). Menjadi distress atau eustress merupakan sebuah pilihan dari pemrosesan persepsi stres itu sendiri. Hans Selye juga membagi tahap-tahap yang disebut General Adaptation Syndrome, ketika seseorang merasakan stres menjadi 3:
a. The initial alarm reaction (reaksi thd tanda bahaya) : tubuh bereraksi terhadap tantangan/ancaman dari luar. Misalkan meningkatnya detak jantung, keringat dingin.
b. Resistance Stage (Taraf perlawanan) : suhu tubuh normal, tetapi adrenalin tetap dikeluarkan (bertahan, berdaptasi) sehingga kondisi fisiologis tetap terjaga. Misalkan perubahan pola makan, imsomnia, nightmares, cemas, panik.
c. Exhaustion Stage (Taraf kelelahan) : masa kelelahan, bila terus berlangsung akan mengakibatkan kematian. Misalkan gangguan pencernaan, sakit kepala, tekanan darah.
Ketika seseorang merasakan stres dampak jangka pendek yang paling tampak terlihat dari emosionalnya yang cenderung tidak stabil atau mudah marah dan secara fisik. Pada area fisik, seseorang yang mengalami stres akan menurun kognitif dan produktivitasnya, gangguan tidur sampai gangguan dalam berhubungan seksual. Wanita pada umumnya rentan akan gejala stres dan akan menyebabkan pengurangan pelumas vagina dan infeksi vagina kronis. Hal ini berakibat pada rasa sakit yang luar biasa saat berhubungan seks dengan pasangan yang jangka panjangnya akan merujuk pada depresi dan merasa tidak berguna karena tidak dapat memuaskan pasangannya. Selain itu stres juga akan berdampak pada kognitif yakni menurunnya fungsi mengingat dan kemampuan belajar terhambat karena saat stres, adrenalin meningkat tajam yang menyebabkan munculnya cortisol.
Secara gender, ada perbedaan yang signifikan antara perempuan dan laki-laki dalam menanggapi stres. Laki-laki akan cenderung meminum alkohol ketika mengalami masalah dengan maksud melupakan stresnya. Sedangkan perempuan lebih memilih mengkonsumsi makanan yang tinggi akan karbohidrat dan lemak (sangat mungkin untuk mengalami binge eating) dan perempuan rentan akan kegemukan bila mendapatkan stres diusia 40 tahun keatas dengan tuntutan hidup semakin tinggi. Mengapa demikan? Karena pada usia 40 tahun, perempuan mengalami perubahan hormon yang tidak stabil, teknologi memungkinkan kita untuk bekerja dengan gerakan yang sedikit dan adanya penurunan esterogen.
Ada berbagai cara mengurangi stres yakni dengan melakukan sebuah plan pada setiap kegiatan, pemahaman diri saat stres perlu ditingkatkan, makan makanan yang mengandung protein atau mengakali makanan dengan alternatif lainnya, berjalan dan latihan, nikmati hidup dan tingkatkan energi dengan yoga. Kita dalam hidup memiliki banyak pilihan untuk dilakukan, sekarang pun anda harus memilih untuk hidup “menikmati stres” atau hidup “menikmati hidup sesungguhnya”.
29 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar