Kamis, 13 Juni 2013

Practice is not as Easy as the Theory (Sylvia Kristiani)

Praktek memang tidak semudah teori. Teori yang sudah diketahui belum tentu dapat dipraktekkan dengan baik. Praktek wawancara di ruang wawancara sangat memberikan pengalaman dan pelajaran bagi saya. Saya membayangkan bagaimana kalau seandainya suatu hari saya benar-benar memiliki ruangan praktek seperti itu. Ditambah lagi dengan peran yang berbeda-beda, semakin membuat saya mengetahui apa yang harus dilakukan oleh seseorang saat wawancara.
Wawancara membutuhkan seluruh indra kita dan dibutuhkan pula kemampuan multi-tasking. Saat wawancara, saya harus mendengarkan interviewee sambil berpikir mengenai apa yang dikatakannya dan pertanyaan apa yang saya berikan selanjutnya. Saya juga harus melakukan observasi pada interviewee sambil mendengar apa yang dikatakannya. Saya juga mencatat jawaban interviewee dengan tetap menjaga kontak mata dengannya, seperti tidak terlalu sering dan tidak terlalu lama menunduk dan melihat kertas sehingga tidak memperhatikan interviewee.
Saat berperan sebagai observer, hal itu juga tidak mudah dilakukan. Saya harus sungguh-sungguh memperhatikan interviewer dan mendengar apa yang dikatakannya agar tidak ada yang terlewatkan karena bisa saja ketika saya lengah dan tidak memperhatikannya, terdapat perilaku dan kata-kata interviewer yang cukup penting untuk dicatat. Saat berperan sebagai klien, saya harus memikirkan dan memposisikan diri saya seandainya saya benar-benar orang yang mengalami hal yang ada dalam wawancara.
Tema yang berbeda pun juga mempengaruhi saya. Misalnya, saat saya melakukan wawancara dalam setting pendidikan, maka saya harus memikirkan pakaian seperti apa yang harus saya gunakan, yang mungkin saja berbeda dengan ketika saya melakukan wawancara pada setting klinis atau pendidikan. Seluruh sikap dan perilaku saya juga harus sesuai dengan setting wawancara saat itu. Saya tidak dapat melakukan wawancara dengan menggunakan bahasa formal seperti melakukan wawancara untuk merekrut karyawan ketika saya melakukan wawancara pada setting pendidikan yang mungkin interviewee-nya adalah seorang anak SMP.
Pelajaran lainnya yang saya peroleh adalah bahwa dalam wawancara, kita harus benar-benar fokus pada interviewee, termasuk dengan apa yang dikatakannya. Kita harus benar-benar mempersiapkan diri sebelum melakukan wawancara agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama proses wawancara, misalnya saja merasa lapar atau mengantuk saat wawancara sehingga dapat mengganggu konsentrasi kita pada interviewee. Di atas semuanya itu, praktikum wawancara benar-benar memberikan pengalaman dan pelajaran bagi saya.

5 Juni 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar