Sabtu, 08 September 2012

To be a Good Interviewer (Meilinda Taslim)



     Posting kali ini akan mengulas sedikit mengenai wawancara, dalam sudut pandang saya tentunya. Inspirasi didapat dari kelas teknik wawancara, sedikit pengalaman wawancara saya, dan dari beberapa orang yang sudah sering memakai teknik wawancara.  Here it is..
     Wawancara adalah sebuah salah satu metode untuk mendapatkan atau klarifikasi informasi atau data. Wawancara melibatkan minimal dua orang, interviewer dan interviewee. Kita sudah sering melihat bagaimana wawancara berlangsung, misalnya wawancara di media televisi, seperti acara talkshow. Saat mengajukan lamaran pekerjaan di suatu perusahaan, ada wawancara kerja yang harus kita lalui. Wawancara sangat akrab di kehidupan sehari-hari kita.
     Walaupun kegiatan wawancara sangat familiar di dalam kehidupan kita, praktik wawancara sendiri tidaklah mudah. Sebagai interviewer, kita (secara tidak langsung) dituntut untuk memiliki kemampuan-kemampuan tertentu guna membantu kita dalam proses wawancara.
     Menurut saya, interviewer yang baik adalah ia yang mampu berinteraksi dengan lawan bicaranya dengan baik. Interviewer tersebut dapat membuat interviewee menjadi tertarik dan antusias pada apa yang dibicarakan. Interviewer membutuhkan communication skill yang baik dan tentunya juga empati serta sensitif terhadap kondisi interviewee. Interviewee mungkin saja tidak mengatakannya secara langsung, namun kita sebagai interviewer harus lebih sensitif dan mampu menguasai observasi nonverbal.
     Membina rapport juga salah satu aspek penting dalam wawancara. Ini dapat saja menjadi salah satu cara bagi kita apabila ingin interviewee lebih terbuka. Kesulitan yang saya hadapi adalah perbedaan status pekerjaan, pendidikan, atau lainnya sehingga sulit menemukan topik bahasan yang cocok dengan interviewee. Keterbatasan waktu juga seringkali menjadikan interviewer tidak membina rapport yang cukup sebelum wawancara.
     Kekurangan saya dalam wawancara salah satunya adalah kecepatan saya dalam berbicara. Hal ini memang cukup sulit saya kendalikan karena seringkali saya pun tidak sadar ketika melakukannya. Kegugupan dalam wawancara juga seringkali menjadi kerikil kecil yang membuat saya dan teman-teman saya sedikit kaku dalam wawancara atau bahkan ada pertanyaan yang terlewat.
     Saya mengatasi hal tersebut dengan latihan wawancara di rumah sebelum melakukan wawancara sebenarnya. Saya pun menyiapkan pedoman wawancara guna membantu saya tetap on track pada apa yang ingin ditanyakan; namun pada saat wawancara, saya juga mengembangkan pertanyaan. Ini adalah beberapa persiapan saya sehingga ketika wawancara berlangsung, saya tidak lagi terlalu cepat, lebih luwes, dan fleksibel dalam bertanya.
     Terkadang saya merasa canggung dan takut menyinggung perasaan dari interviewee apabila pertanyaan-pertanyaan yang hendak diajukan adalah hal-hal yang sensitif bagi interviewee. Hal ini membuat saya ragu untuk menanyakannya; namun pada akhirnya saya berusaha menemukan cara, momen, dan kata-kata yang tepat untuk menanyakannya. Dari kekurangan-kekurangan ini saya belajar memahami diri saya sendiri dan mencari solusi untuk mengatasi hal tersebut.
     Bagaimana dengan Anda? Temukan kelebihan dan kelemahan wawancara Anda. Poles kemampuan Anda dengan banyak berlatih, melihat contoh praktik wawancara, bertanya, dan membaca buku yang berkaitan dengan hal wawancara. Saya sendiri masih perlu banyak belajar. Saya yakin kita semua dapat menjadi interviewer yang baik apabila didukung dengan usaha yang kita lakukan. Saya harap apa yang saya tuliskan dapat bermanfaat bagi yang membaca.

5 September 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar