Sabtu, 08 September 2012

Teknik Wawancara - An Introduction (Ludovicka Putrisia Septeanny)

 Wah, tak terasa sudah satu tahun lebih semenjak blog ini dibuat, tapi tak pernah saya isi dengan posting-an apa-apa selain kata-kata pembuka. Hahahaha.... Jadi, sekarang, saya ingin mencoba membagi ilmu yang belum lama ini saya dapatkan, hitung-hitung sambil mengerjakan tugas yang dosen saya berikan.
Jadi hari Kamis minggu lalu, tepatnya tanggal 30 Agustus 2012, saya mendapatkan bekal yang sangat berharga untuk perjalanan saya untuk menjadi seorang prefessional yang benar-benar ahli dalam bidang yang sekarang sedang saya geluti yaitu Psikologi.
Teman-teman pastinya pernah melihat wawancara yang disiarkan secara live mau pun tidak di TV. Kalau saya sering, karena saya suka menonton salah satu stasiun TV (sebut saja TV politik) yang sering menampilkan talk-show membahas info-info panas di kalangan petinggi elit politik. Pertanyaannya, sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan teknik wawancara itu sendiri. Teknik wawancara adalah proses paling dasar untuk mengumpulkan informasi penyelesaian masalah dan info psikososial (diambil dari slide saat kuliah berlangsung; Wirawan, 2012). Jadi, menurut saya, teknik wawancara adalah metode yang mendasar yang bisa kita terapkan (bahkan dalam kehidupan sehari-hari) untuk memperoleh informasi yang kita perlukan, baik untuk keperluan formal (seperti penelitian dan teman-teman sejawatnya) dan juga keperluan non-formal (seperti talk-show yang ada di TV).
Nah, ternyata wawancara dengan percakapan biasa (ngobrol) itu beda loh.Bedanya apa? Bedanya, seperti yang kita tahu, kalau ada orang yang sedang melakukan aktivitas wawancara pasti hanya ada satu orang yang menjadi pihak penanya dan ada orang yang menjadi pihak yang ditanya. Kalau kedua pihak menjadi penanya dan yang ditanya, itu bisa jadi diskusi bukan wawancara lagi. Wawancara juga ada urutannya atau bisa dikatakan sistematis. Kenapa sistematis? Karena wawancara biasanya memiliki tema atau topik yang akan dijadikan acuan untuk membuat pertanyaan yang akan diajukan selama wawancara berlangsung. Jadi pertanyaan yang dibuat harus memiliki alur dan sistematis, sehingga pihak yang ditanya dapat mengemukakan jawaban lebih mudah. Dalam diskusi, mungkin saja ada tema dan sistematis, namun diskusi tidak mendalam. Wawancara biasa sangat mendalam dan bisa jadi membicarakan fakta atau pun pengalaman yang bagi pihak yang ditanya adalah pengalaman atau fakta yang tidak mengenakan. Lalu, diskusi bisa jadi diadakan di kalangan mana saja, sedangkan seorang pewawancara harus seorang yang menguasai atau paling tidak mengerti tema atau topik yang ingin ia jadikan bahan wawancara, hal ini yang membuat wawancara sangat berbeda dengan percakapan biasa. Yang terakhir wawancara punya tujuan yang jelas, salah satunya untuk menggali informasi untuk dijadikan data penelitian.
Karena wawancara bersifat satu arah maka dari itu dalam wawancara bisa terjadi bias. Apa itu bias? Bias terjadi ketika seseorang mengungkapkan gambaran yang salah atau keliru tentang keadaan sebenarnya. Nah, jadi bohong bisa termasuk dalam kategori bias. Dalam wawancara ada dua jenis bias, yang pertama yang disebabkan oleh pihak penanya (biasa disebut interviewer) dan yang kedua disebabkan oleh pihak yang ditanya (biasa disebut interviewee). Dari pihak interviewer biasanya, bias yang bisa terjadi adalah generalisasi (biasanya disebut halo effect), pengarahan jawaban atau leading question (contoh dari confirmatory bias) dan primacy effect yang menyebabkan interviewer memberi penilaian salah kepada interviewee karena latar belakang interviewee. Intinya, sebagai seorang pewawancara kita diharamkan untuk memberi penilaian (judgement) kepada orang yang ingin kita wawancara karena sangat berpengaruh bagi proses maupun hasil wawancara kita. Dari pihak interviewee, hal-hal yang paling umum yang dapat menyebabkan bias selama wawancara berlangsung adalah ketika interviewee menyajikan jawaban yang baik (ideal) saja, ia berbohong atau pun menyampaikan data tidak akurat karena memori atau persepsi yang salah. Menurut saya, interviewee bisa sampai berbohong atau menyampaikan hal yang baik-baik (ideal) saja disebabkan rapport (kesan pertama/ pendekatan personal) yang belum dibina dengan baik. 
Nah, sekian dulu cuap-cuap saya tentang perkuliahan yang saya dapatkan. Sebenarnya masih banyak yang ingin saya sampaikan, tapi masalahnya, hal yang ingin saya sampaikan sudah di luar topik. Terima kasih telah mengunjungi posting-an saya, semoga bermanfaat.
 
5 September 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar