Kamis, 20 September 2012

Tips Membina Rapport dan Empati dalam Wawancara (Lucia Margaretha)(


Tips membina rapport dan empati dalam wawancara.


Wawancara, wawancara merupakan senjata atau alat bagi psikolog untuk mengali atau mendapatkan suatu informasi dari nara sumber. Dengan wawancara, selain mendapatkan informasi, kita juga bisa mendapatkan reaksi dari respon akan pertanyaan, dan kita juga bisa mendapatkan mimik muka mengenai perasaan mereka saat memberikan suatu informasi.

Tetapi, wawancara bukanlah hal yang mudah,banyak hal yang bisa terjadi saat wawancara, misalnya, subjek tidak menjawab pertanyaan sesuai yang ditanyakan, ataupun menolak untuk menjawab. ada juga subjek dengan muda nya menceritakan sesuatu dengan lancar tanpa perlu ditanya kan secara detail. sebenarnya hal-hal seperti ini tidak akan menjadi masalah kalau kita mengerti bagaimana sih kita bisa membina rapport atau empaty yang baik,

rapport itu sendiri adalah bagaimana kita bisa membangun suatu hubungan kepercayaan antara kedua belah pihak, sebagai interviewer percaya kalau nara sumber mereka dapat memberikan informasi, begitu juga dengan nara sumber percaya kalau apa yang diceritakan tidak akan terbongkar. hubungan rasa nyaman juga harus terbentuk, agar interviewer tidak merasa kalau kita adalah sosok superior, agar dia lebih merasa tenang dan tidak gugup saat mereka diwawancara. kita juga harus perhatikan body language kita saat bertemu dengan subjek, terutama saat subjek bercerita atau menjawab bertanyaan. Agar tubuh kita tidak memberikan suatu simbol atau jawaban atas apa yang di ceritakan. misalnya tubuh kita terlihat tersentak sewaktu mendengar jawaban atau terlihat seperti tidak tertarik atau over tertarik. Tanda-tanda itu dapat membuat subjek tidak nyaman,

empati, pepatah inggris mengatakan " To put yourself in their shoes" sehingga membuat kita tidak hanya mengerti, tapi berusaha untuk memposisikan diri kita dalam kondisi mereka, sehingga kita bukan hanya perdul tapi ikut merasakan.  empati adalah bahasa yang paling susah di jabarkan, karena menurut saya itu membutuhkan perasaan kita, kalau kita hanya menanggap mereka sebagai alat untuk mendapatkan informasi atau as a job, percaya atau tidak rasa empati tidak akan muncul, tapi alasan kita wawancara memang untuk karena kita perduli terlepas tugas apa bukan tugas rasa empati akan muncul. Memang hasil dari wawancara ada, tetapi apakah terbentuk rapport yang baik ?

penting penting penting, bagi subjek mengetahui kenapa dia di wawancara, agar subjek tidak salah paham tentang mengapa kita mewawancarai dirinya. Penting juga untuk kesediaan dirinya untuk di wawancara, agar diri nya tidak berada dalam tekanan dan perasaan takut. dirinya harus yakin dan bersedia  untuk diwawancarai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar