Kamis, 20 September 2012

Tips Membina Rapport dan Mengembangkan Empati (Ochinda Nathasia)



      Saat hendak melakukan wawancara tentunya pewawancara tidak langsung bertanya ke inti masalah yang dihadapi oleh klien. Apalagi jika klien adalah pribadi yang tertutup dan tidak mudah mengungkapkan masalah mereka. Untuk itu diperlukan pendekatan terhadap klien terlebih dahulu, yang biasa dikenal dengan membina rapport. Berikut ini tips bagi pewawancara dalam membina rapport dengan klien.



Membuat janji dan mengatur jadwal dengan klien

Sebelum bertemu, tentu klien harus membuat janji melalu sms atau telepon dengan pewawancara.. Pewawancara dapat mengingatkan klien apabila klien lupa dengan janjinya untuk menunjukkan keseriusan anda membantu klien.  Waktu dan tempat juga sebaiknya dijelaskan. Dalam pembicaraan mungkin pewawancara dan klien dapat mengatur jadwal bersama-sama. Hal ini merupakan komunikasi pertama kali dan bertujuan agar pewawancara dan klien dapat mempersiapkan diri sebelum bertemu. Pewawancara dengan pertanyaan dan klien dengan jawaban atau masalah.



Menanyakan kabar klien saat bertemu

Menanyakan kabar biasanya dilakukan pada awal pertemuan. Walaupun terkesan basa-basi, hal sederhana tersebut dapat diartikan sebagai rasa peduli terhadap klien. Dari sini juga, pewawancara dapat melihat raut muka klien. Klien mungkin menjawab baik tetapi dari wajahnya terlihat muram atau tidak baik. Pewawancara dapat mengatur apa yang selanjutnya hendak dilakukan.



Menjelaskan tujuan pertemuan

Dari awal, sebaiknya pewawancara menjelaskan tujuan pertemuan, manfaat yang akan didapat oleh kedua belah pihak. Jika ada yang keliru, dapat diluruskan sebelum memulai wawancara. Dalam hal ini, akan muncul rasa percaya dari klien.



Melakukan hal yang disukai klien

Bagi klien yang tertutup, waktu awal biasanya akan lebih lama karena tidak ada yang dibicarakan. Pewawancara harus memberikan waktu, sabar dan tidak terburu-buru. Pewawancara dapat menanyakan kegiatan yang disukai klien atau hobinya. Bagi klien anak yang tertutup, dapat diajak bermain. Biasanya anak perempuan suka dengan boneka atau anak laki-laki suka robot-robotan. Hal lain mungkin anak tersebut hobi menggambar atau menonton kartun. Klien yang merasa memiliki kesamaan dengan pewawancara akan lebih mudah untuk terbuka dan saat sedang melakukan hal yang disukainya, pewawancara dapat mulai masuk dengan pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan.




Mendengarkan dengan saksama, mengatur cara bicara, kontak mata, body language

Setelah klien siap bercerita, saatnya pewawancara mulai mengatur diri karena masalah klien akan diceritakan. Mengatur diri disini bertujuan menjaga pendekatan yang telah dilakukan agar klien percaya kepada pewawancara. Rapport yang telah dibina dapat rusak karena klien merasa dibohongi apabila saat bercerita, pewawancara acuh tak acuh. Klien merasa pewawancara berpura-pura baik diawal hanya karena ingin mengetahui masalahnya saja.

   

     Selain membina rapport, hal lain yang perlu dilakukan adalah Mengembangkan Empati. Membangun dan mengembangkan empati memang tidak mudah karena masalah tiap individu berbeda-beda. Walaupun ada beberapa masalah yang sama, tetapi tiap individu menanggapinya dengan cara yang berbeda.

    Sebenarnya setiap orang telah membangun empati dalam diri masing-masing. Membaca true story, novel atau bacaan lain, mendengarkan masalah orang lain (misalnya keluarga dan teman), melihat acara televisi seperti berita tentang kehidupan orang yang kurang beruntung, menolong orang yang membutuhkan (misalkan orang yang tidak dikenal) merupakan kegiatan sederhana yang sehari-hari secara tidak sadar pernah kita lakukan. Empati ternyata dapat dibangun dari hal-hal kecil.

     Walaupun tidak berasal dari pengalaman pribadi, para pencinta novel mudah terhanyut mengikuti alur cerita dan merasa menjadi tokoh novel tersebut. Disini kita dapat belajar bagaimana jika kita berada di posisi tokoh tersebut dan merasakan berbagai macam emosi. Teman yang menceritakan masalahnya dari yang ringan sampai yang berat. Hal ini membantu kita mengembangkan empati serta dapat memberikan solusi yang tepat bagi teman kita.

     Selain itu, pewawancara dapat melakukan observasi untuk mengembangkan empati. Observasi dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan saja dan di mana saja. Misalnya mengamati anak-anak jalanan atau ibu-ibu yang bekerja sambil membawa bayinya, dan kehidupan lain yang memprihatinkan. Pewawancara dapat melihat susahnya memenuhi kebutuhan hidup di Jakarta.

     Sebagai pewawancara yang baik, kita harus menerapkan apa yang telah kita miliki dengan orang yang membutuhkan bantuan kita (klien). This is the real life with more complicated problems. Berikut ini beberapa tips lain yang dapat membantu pewawancara untuk mengembangkan empati dengan klien.



Mendengarkan dan fokus dengan masalah klien

Pewawancara mulai dihadapkan pada cerita baru dan dengan orang baru. Bukan dari novel ataupun sharing teman. Klien datang karena ada masalah dan butuh bantuan untuk menyelesaikan masalahnya. Pewawancara mungkin mendengar masalah yang belum pernah ditemui/dialami sebelumnya. Sumber masalah klien, cara klien menanggapinya berbeda-beda dan penilaian kita juga berbeda. Klien dapat menganggap masalahnya berat dan bagi kita itu hal yang biasa. Yang harus dilakukan adalah tetap mendengarkan dan lebih baik tidak memotong pembicaraan. Biarkan segala uneg-uneg dikeluarkan dan bicara sampai selesai.


Mengobservasi klien

Pewawancara dapat melihat ekspresi atau mengamati body language klien saat menceritakan pengalamannya seperti menangis, gemetar, tertawa, dan sebagainya. Pewawancara dapat merasa berada di posisi klien meskipun tidak mengalami secara langsung. Pewawancara tidak hanya mendengarkan masalah tetapi juga melihat dampak dari masalah tersebut yang terlihat dalam perilaku klien.




Memberi klien perhatian dengan tindakan

Apabila klien menangis saat bercerita, kita dapat memberi perhatian dengan menawarkan tissue untuk menyeka air matanya atau menepuk bahunya untuk menenangkan dirinya. Buat klien lebih tenang dan tidak merasa dirinya diacuhkan. Pewawancara dapat melihat betapa berat masalah klien sampai membuat klien menangis.




Memberi klien perhatian dengan kata-kata

Masalah klien mungkin sangat berat dan belum pernah dihadapi oleh pewawancara. Pewawancara mungkin memiliki penilaian bahwa masalah itu tidak begitu berat atau menilai bahwa semua ini adalah kesalah klien. Namun diharapkan pewawancara tidak menjudge klien sebagai orang yang salah atau menggurui klien. Sebaliknya, pewawancara harus mengatakan hal yang menenangkan dan tidak memojokkan seperti “Saya memang belum pernah berada diposisi Anda, tetapi Saya dapat membayangkan apa yang Anda rasakan”


Sekian tips untuk membina rapport dan mengembangkan empati. Semoga bermanfaat dan dapat diterapkan dengan baik.



Practice Makes Perfect

14 September 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar