Minggu, 30 September 2012
Tips Membina Rappot dan Empati yang Baik (Olga Patricia Ritung)
Dalam wawancara, kita sebagai pewawancara harus membangun suasana yang baik agar proses wawancara tersebut berjalan dengan baik dan lancar sehingga kita juga bisa mendapatkan informasi yang kita ingin ketahui. Membangun suasana sama dengan membina rapport. Membina rappot adalah kegiatan yang dilakukan untuk membuat klien merasa nyaman dengan kita saat proses wawancara berlangsung.Terdapat beberapa tips-tips membina rapport dengan baik yang akan saya share buat pembaca.
1. Membangun interaksi yang baik
Sebelum memulai proses wawancara, terlebih dahulu kita sebagai pewawancara harus memiliki inisiatif sendiri untuk membangun interaksi yang baik, hangat, dan nyaman dengan klien. Interaksi ini dapat diawali dengan senyum kepada klien, berjabat tangan, dan memberikan sambutan atau sapaan yang bersahabat dengan klien, dan juga dapat membangun percakapan kecil tentang keadaan cuaca atau lingkungan di sekitar. Interaksi awal yang baik dapat membuat kesan yang menyenangkan bagi klien. Hal ini menguntukan bagi pewawancara karena memudahkan kita sebagai pewawancara untuk menjalani proses wawancara hingga selesai.
2. Tunjukkan ekspresi yang ramah dan menyenangkan
Saat membangun interaksi yang baik tersebut, kita juga perlu menunjukkan ekspresi bahwa kita memiliki minat dalam melakukan wawancara. Jangan sampai saat melakukan proses wawancara, kita memperlihatkan raut wajah yang datar atau bosan sehingga membuat klien berpikir "yang wawancara aja mukanya seperti gitu, apa untungnya ikut proses wawancara ini". So, tunjukkan bahwa kita bersedia melakukan wawancara dan siap untuk menjalani prosesnya. Diperlukan juga eye contact selama menjalani proses. Hal ini dapat membuat klien berpikir bahwa kita masih memiliki kepedulian saat mendengarkan ceritanya.
3. Ikuti arah pembicaraan klien
Saat klien menjawab pertanyaan-pertanyaan dan menceritakan masalahnya, kita harus fokus mendengarkan apa yang dikatakan oleh klien. Kita juga harus mengerti masalah dari cerita-cerita yang klien lontarkan. Ikuti ke mana arah pembicaraan klien. Hindari penggunaan alat gadget, seperti handphone, laptop, ipad, dan lain-lainnya yang membuat klien merasa kurang nyaman. Fokus dan pahami maksud klien, tetapi bukan berarti kita menjadi 'sok tahu' jika memang kurang memahami cerita klien.
4. Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
Yang sangat penting dari wawancara adalah komunikasi. Saat kita berkomunikasi dengan klien, yang kita gunakan adalah bahasa. Setiap orang memiliki bahasa masing-masing sesuai pemahaman mereka. Terkadang saat melakukan wawancara kita menemukan klien yang hanya berbicara dalam bahasa inggris atau bahasa indonesia biasa atau mungkin ada yang menggunakan bahasa daerah mereka. Sebaiknya kita sebagai pewawancara mengikuti bahasa yang mereka gunakan supaya mereka merasa nyaman saat berkomunikasi dengan kita.
Selain itu, kita yang juga adalah seorang psikolog, saat berbicara dengan klien sebaiknya perhatikan tingkat pendidikan klien. Jangan sampai kita berbicara menggunakan bahasa-bahasa psikologi padahal klien adalah orang teknik.
Setelah dapat membina rapport dengan baik, kita juga sebagai pewawancara harus memiliki empati dalam mendengarkan setiap ungkapan atau kata yang dikeluarkan oleh klien. Dengan berempati, kita dapat mengerti dan memahami setiap masalah yang dihadapi oleh klien tersebut sehingga dapat memudahkan kita untuk membantu mereka dalam menyelesaikan masalahnya. Dalam berempati, kita perlu merasakan ada yang dirasakan oleh klien saat bercerita. Merasakan apa yang dirasakan klien di sini maksudnya bukan berarti kita juga harus mengalami apa yang klien alami. Hayati setiap pengalaman dan perasaan yang klien ungkapkan. Coba terima dan pahami setiap cerita klien. Tetapi JANGAN buat penilaian atau judgement dari setiap cerita yang diungkapkan oleh klien. Fokuskan diri kita setiap saat pada klien adalah kunci di mana kita bisa berempati terhadap klien.
23 September 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar