Jumat, 21 September 2012
Tips Membina Rapport dan Empati yang Baik kepada Klien (Firsty Yukaputri)
Bagaimana yaa cara membina rapport yang baik antara interviewer (bidang psikologi) dengan kliennya?
Dari kuliah Teknik Wawancara yang saya ikuti pada tanggal 13 September 2012 yang lalu, saya mendapatkan insight yang kemudian saya tuliskan melaui blog kedua saya ini. Pada saat itu, saya merasa sangat perlu mengembangkan hal-hal yang akan saya tuliskan di bawah ini mengenai hal-hal apa saja yang seharusnya dimiliki oleh seorang interviewer (psikolog khususnya) untuk membina rapport yang baik kepada kliennya. Beberapa yang saya tuliskan ini tentunya merujuk pada pendapat saya. Beberapa hal tersebut diantaranya adalah
1. Penataan ruangan
Menurut saya, hal yang paling pertama harus diperhatikan untuk membuat kenyamanan pada klien oleh seorang interviewer agar mendapatkan kesan nyaman saat melakukan bangun rapport adalah bagaimana cara penataan ruangan yang disesuaikan dengan akan digunakan untuk konseling seperti apa ruangan tersebut. Contohnya, jika seorang psikolog anak tentunya ruangan yang digunakan untuk konseling setidaknya menggunakan barang-barang yang mencerminkan seorang anak, tidak perlu ruangan menjadi seperti kamar anak karena akan terkesan berlebihan, tetapi ruangan tersebut harus memberi kesan kenyamanan bagi anak tersebut. Contoh lain adalah ruangan yang digunakan untuk konseling keluarga, ruangan tersebut juga seharusnya menggunakan aksen-aksen yang berhubungan dengan keluarga, misalnya lukisan mengenai keluarga yang harmonis. Dengan demikian penataan ruangan ini juga dimaksudkan dapat menimbulkan insight dari klien sendiri agar menjadi nyaman ketika melakukan bina rapport dengan psikolognya.
2. Pembawaan diri interviewer ketika menyambut klien yang datang
Sikap atau pembawaan kita sebagai seorang psikolog harus memberikan kesan “KEPERCAYAAN” pada diri klien saat first impression. Bagaimana cara kita membuka pintu saat ia mulai datang kemudian kata pertama yang kita ucapkan sambil menjabat tangan. Kita juga harus memperhatikan bahwa ada beberapa klien yang mungkin merasa kurang nyaman saat berjabat tangan dengan kita. Oleh karena itu, kita juga harus memperhatikan bagaimana raut wajah klien ketika kita melakukan penyambutan kepada dirinya di hari pertama proses konseling maupun terapi. Tentunya sikap ini juga harus dipertimbangkan bahkan dilatih terlebih dahulu di depan cermin agar tidak terkesan berlebihan yang membuat ketidaknyamanan dari diri klien. karena hal yang ditakutkan adalah bukannya membuat klien nyaman atau merasa percaya tetapi malah membuat kesan berlebihan dalam diri psikolognya.
3. Kemampuan komunikasi yang baik
Tentunya, untuk menjadi seorang interviewer, khususnya psikolog kemampuan manggunakaan bahasa yang baik adalah sebuah kewajiban. Apa jadinya jika seorang psikolog menggunakan bahasa yang (katakanlah) mengganggu atau tidak layak kepada kliennya? Mungkin beberapa kasus, contohnya pada kasus anak muda psikolog perlu menggunakan bahasa-bahasa pergaulan mereka. Tetapi, menurut saya hal tersebut dapat dilakukan ketika klien sudah mulai merasa nyaman dengan psikolognya. Perlu diketahui, bahwa bahasa atau komunikasi yang baik bukan berarti bahsa yang digunakan juga kaku, tetapi gunakanlah bahasa dengankstruktur subjek + predikat + objek agar kalimat yang disampaikan mudah dimengerti. Dengan demikian percakapan antara psikolog dengan kliennya akan menjadi efektif dan meminimlisir miss understanding kedepannya.
4. Jadilah pendengar yang baik
Menjadi seorang pendengar yang baik juga merupakan kewajiban bagi seorang psikolog, apalagi dalam bina rapport. Karena biasanya hari pertemuan pertama adalah hari yang cukup berat bagi klien dan psikolognya. Berat bagi klien karena ia harus menceritakan permasalahannya apalagi masalah yang menimbulkan kesedihan yang mendalam bagi klien. Sedangkan berat bagi seorang psilkolog adalah karena psikolog tersebut harus mendengarkan seluruh masalah yang diceritakan kliennya dan tidak boleh terganggu pendengarannya dengan hal-hal lain diluar hal yang sedang diutarakan kliennya. Yang terpenting adalah jangan asik sendiri terhadap sesuatu hal yang malah akan merusak kesan pertama klien terhadap psikolognya ketika psikolognya tersebut membina rapport dengannya.
5. Sikap selama proses pembinaan rapport
Last but not least adalah sikap kita selama proses bina rapport berlangsung. Jika di poin kedua yang ditekankan adalah sikap saat first impression, sedangkan di poin terakhir ini yang ditekankan adalah sikap selama proses bina rapport berlangsung. Contohnya bila klien bersikap defence atau menarik diri dari psikolognya, maka psikolognya tersebut harus bersikap sabar pada kliennya ini. Percayalah bahwa klien juga memerlukan adaptasi terhadap suatu hal yang “baru” dilakukannya. oleh karena itu, psikolog tersebut tidak boleh berputus asa untuk juga menjadi cuek terhadap kliennya tersebut. Jika kesabaran tersebut belum juga mendapatkan hasil, maka tidak ada salahnya juga bagi psikolognya untuk menggunakan cara lain yang sekiranya dapat mencairkan suasana bina rapport antara dirinya dengan kliennya tersebut.
Kemudian bagaimana membangun empati pada klien?
Ketika membaca catatan kuliah mengenai empati, kemudian munculah insight saya untuk mengartikan terlebih dahulu arti empati menurut saya. Menurut saya empati adalah bentuk integrasi psikologis dari observasi dan pemaham kita terhadap permasalahan yang sedang dirasakan oleh orang lain untuk menghasilkan perasaan yang sama ke dalam pikiran dan perasaan kita. Dari pengertian tersebut kemudian munculah pertanyaan mengenai apa saja yang dibutuhkan untuk memunculkan sikap empati ketika sedang dalam proses bina rapport atau konseling? Menurut saya, jawabannya adalah kunci dari sikap empati yang kemudian muncul didasari oleh bagaimana cara bina rapport yang baik kepada klien. Dengan mengintegrasikan seluruh poin-poin yang sudah saya tuliskan di atas, mengenai tips untuk membina rappot yang baik dengan klien, saya rasa akan memunculkan sikap atau perasaan empati dari seorang psikolognya. Karena tidak perlu sesuatu yang berlebihan untuk memunculkan rasa empati, karena jika seorang psikolog memiliki rasa ikhlas untuk membantu kliennya mengatasi masalah kliennya tersebut rasa empati tersebut akan muncul dengan sendirinya dan tidak berlebihan.
Sekian blog yang saya tuliskan mengenai pendapat saya tentang tips untuk membina rapport dan memunculkan rasa empati bagi seorang interviewer (bidang psikologi khususnya) kepada klien. Selamat membaca .
20 September 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar