Selasa, 25 September 2012

Pernikahan dan perceraian (Dionisius Sylvester Ferdi Weros)


Pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan manusia. Ketika dua orang manusia baik itu pria dengan wanita, pria dengan pria lainnya (gay), dan wanita dengan wanita lainnya (lesbian), sama-sama bersedia untuk membagi hampir seluruh kehidupannya bersama dengan orang lain yang sebelumnya tidak dia kenal sama sekali.

Hal tersebut tentu merupakan hal yang sangat sulit sekali karena seorang manusia akan hidup bersama-sama dengan seorang manusia lainnya untuk jangka waktu yang sangat lama sekali. Pernikahan sendiri merupakan suatu hal yang sangat sulit untuk diceraikan apalagi kita hidup di Indonesia yang menganggap bahwa pernikahan adalah suatu proses yang sakral. Hal ini menyebabkan terjadi suatu proses yang disebut sebagai masa pacaran (courting). Masa pacaran adalah suatu masa yang ditandai dengan usaha dua manusia untuk mengenal lebih dekat satu dengan lainnya.

Proses pacaran terjadi karena kita tidak ingin menikah (atau tinggal serumah) begitu saja dengan orang asing. Ketika kita sudah mengenal dengan orang tersebut lebih dekat, pernikahan belum tentu terjadi. Banyak sekali pertimbangan dalam suatu proses pernikahan karena konsekuensi yang diterima oleh individu tersebut saat sudah menikah. Pada intinya, ketika seseorang sudah masuk ke dalam pernikahan, individu tersebut harus bersiap dengan segala konsekuensi pernikahan yang diharapkan seminimal mungkin karena individu sudah mengenal dekat pasangannya melalui masa pacaran.

Selanjutnya, perceraian suatu proses kehidupan penting lainnya dalam kehidupan manusia. Ketika dua manusia yang dipersatukan melalui pernikahan sudah berhenti merasakan perasaan yang sama ketika memutuskan untuk menikah pada dahulu kala. Perceraian juga bukan proses yang muda karena individu yang memutuskan untuk bercerai juga harus menghadapi berbagai konsekuensi.

Salah satu konsekuensi terbesar pada perceraian adalah status yang harus disandang oleh suami istri yaitu sebagai duda dan janda. Dua status yang sama-sama tidak mudah karena akan mendapatkan banyak sekali pandangan masyarakat (meskipun menurut saya masyarakat cenderung berpandangan lebih negatif terhadap para janda). Hal ini sendiri menjadi pertimbangan tersendiri banyak orang sehingga memutuskan untuk tetap mempertahankan pernikahan meskipun sehancur apa pun.

Saya sendiri memiliki pendapat bahwa perceraian tidak perlu dilakukan, namun dapat digunakan cara lain yaitu dengan tinggal terpisah dengan pasangan. Hal ini untuk mencegah pertengkaran antar pasangan dan hal ini sangat baik untuk istri-istri yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Namun, ketika perceraian tetap harus dilakukan, kedua mantan suami-istri harus sama-sama menyesuaikan diri dengan kehidupan sebelum pernikahan namun terdapat tambahan yaitu status baru sebagai duda dan janda dan pada kebanyakan kasus yaitu adanya anak-anak.

Hal ini membuat penulis mencapai suatu kesimpulan bahwa pernikahan dan perceraian adalah suatu hal yang bertolak belakang. Namun, keduanya memiliki konsekuensi yang sama-sama harus dipertimbangkan oleh manusia yang memutuskan untuk menjalaninya.

17 September 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar