Jumat, 21 September 2012

Tips Praktis untuk Membina Rapport dan Empati (Theresia Syanli)


  Apa yang ada dibenak kita saat mendengar kata "RAPPORT" ? Kebanyakan orang langsung teringat masa sekolah dahulu, yaitu Buku Raport. Yang dimaksud RAPPORT disini bukanlah Buku Raport sewaktu kita sekolah, tetapi RAPPORT disini yaitu membangun sebuah hubungan dan memulai komunikasi dengan efektif. Dengan membangun RAPPORT yang baik akan tercipta suatu kepercayaan dan pengertian. Berikut tips praktis untuk membina rapport serta empati :)

1. Rapport harus diciptakan dan dibangun secara berangsur-angsur.
2. Rapport penting untuk membangun dan membangkitkan empati terhadap narasumber dan selama proses wawancara buatlah agar narasumber percaya dan mau menceritakan mengenai dirinya secara keseluruhan.
3. Terlebih dahulu sebelum memulai sesi wawancara, sebaiknya matikan telepon genggam dan usahakan tidak menggangu berjalannya proses wawancara agar wawancara itu sendiri tetap terfokus dan berjalan dengan lancar.
4. Ketika wawancara juga sebaiknya jangan bersikap seperti sedang melakukan intergosasi dan jangan mengintimidasi klien dengan bersikap seenaknya.
5. Pertama-tama sebagai seorang interviewer harus mampu untuk menciptakan hubungan yang aman dan nyaman serta lingkungan sekitar lokasi wawancara harus aman dan nyaman. Lingkungan harus membuat narasumber merasa leluasa untuk membuka mengenai dirinya.
 6. Persilahkan narasumber untuk duduk dan perhatikan bahwa kursi interviewer dan narasumber sejajar agar tidak menimbulkan kesenjangan. Usahakan agar tidak memasang raut wajah yang datar, menjudge, serta menjaga sikap ketika narasumber menceritakan tentang dirinya yang mungkin bukan merupakan suatu hal yang wajar, seperti misalnya ketika narasumber menceritakan bahwa dirinya pernah melakukan aborsi, usahakan untuk bersikap biasa dan jangan menilai narasumber secara sembarangan, karena hal itu dilakukan tentu dengan penyebab dan ada alasannya.
7. Perhatikan juga agar tidak sembarangan mengucapkan suatu lelucon tertentu yang mungkin dapat melukai hatinya, jangan sembarangan berbicara tanpa memerhatikan kondisi dan situasi narasumber.
8. Usahakan untuk peduli dan tertarik supaya narasumber merasa nyaman dengan sesi wawancara, akan tetapi lebih baik jika bersikap netral terhadap topik tertentu agar narasumber tidak fokus hanya terhadap topik tertentu sehingga sulit untuk menganti topik pembicaraan yang lainnya.  Juga sebagai interviewer jangan bersikap ‘sok tahu’ lebih baik mengatakan, “I’ve never been in that position, so I just can only imagine how you felt.” supaya narasumber tidak merasa terintimidasi dan mengerti bahwa kita memahami perasaan atau situasinya.
 9. Sebagai interviewer, kita harus memerhatikan bahasa yang dipergunakan oleh narasumber dan usahakan untuk mengikuti gaya berbahasa yang digunakan narasumber, mengatur cara berbicara. Perhatikan tingkat pendidikan narasumber. Juga jangan terlalu banyak menggunakan istilah Psikologi, akan sangat tidak nyaman jika narasumber merasa diremehkan karena interviewer berbicara mengenai istilah Psikologi dan ia tidak memahaminya.
10. Sebagai interviewer harus mampu merefleksi diri mengenai masalah ataupun perilaku yang dirasakan oleh narasumber. Akurasikan persepsi dengan afeksi narasumber. Memiliki pemahaman tentang ‘mengapa’ hal tertentu dapat terjadi kepada narasumber. Mampu menerima, mengerti, mengkonfirmasi “dunia”-nya. Tanpa memiliki judge tertentu tentang diri narasumber tersebut.
11. Interviewer harus mampu untuk membiarkan narasumber bercerita dan harus membatasi agar interviewer nya tidak terlalu banyak bicara ataupun memotong pembicaraan, misalnya terlalu  banyak mengomentari ketika narasumber berbicara. Komentar untuk memperjelas dipersilahkan namun jangan menghina narasumber. Terkadang interviewer dan narasumber memerlukan jeda untuk berpikir dan ketika jeda tersebut terjadi, usahakan untuk tetap menunjukkan sikap empati secara non verbal, misalnya melakukan kontak mata.
12. Tatap mata dengan klien itu diperlukan dan jangan mengalihkan pandangan ketika wawancara (visual). Atur serta perhatikan nada dan kecepatan bicara (tone & speech rate) untuk mengindikasikan seberapa besar ketertarikan dan empati terhadap cerita klien.
 14. Perhatikan tujuan pembicaraan yang ditetapkan sejak awal. Agar fokus pada tujuan awal. Pernyataan yang harus diberi perhatian khusus harus diingat dan usahakan untuk mengabaikan pernyataan yang tidak begitu penting (verbal tracking). Mengenai body language saat wawancara usahakan untuk attentive dan aunthentic serta gunakan bahasa tubuh yang jujur.




Empati dan Rapport itu PENTING !

16 September 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar