Sabtu, 08 September 2012

Kelas Teknik Wawancara (Firsty Yukaputri)


Pada pertemuan tanggal 30 Agustus 2012 di kelas teknik wawancara dengan Ibu Henny dan Ibu Maria saya mendapatkan suatu pelajaran yang sangat berharga. Kebetulan pada waktu itu, Ibu Henny dan Ka Maria mengajarkan kepada kami bagaimana cara menjadi seorang interviewer yang baik. Jika dilihat dari setting klinis, untuk mendapatkan informasi sebaik-baiknya dari klien mengenai bagaimana permasalahan dan kasusnya adalah dengan mencari informasi yang digali melalui pertanyaan-pertanyaan yang kita berikan. Kemudian untuk mengefektifkan proses wawancara, seorang interviewer juga harus memperhatikan waktu dalam melakukan wawancara. Dalam kelas teknik wawancara kemarin, Bu Henny dengan tegas menyatakan bahwa proses wawancara paling lama dilakukan selama 2 jam. Bahkan menurutnya 1,5 jam sudah sangat cukup karena jika lebih dari itu atau lebih dari 2 jam akan membuat kebosanan dari kedua belah pihak. Seorang interviewer akan merasa capek, sedangkan intervieweenya merasa jenuh dengan keadaan tersebut. Kemudian dari pertemuan hari itu, saya menjadi mengerti apa perbedaan dari wawancara dengan percakapan biasa. Percakapan biasa, biasanya hanya bersifat tidak terlalu penting, seperti menanyakan kabar, atau hanya bertegur sapa di lift. Sedangkan wawancara memiliki arti yang lebih khusus, yaitu, wawancara bersifat fakta dan kemungkinan melibatkan seseorang yang bercerita tentang perasaan tidak menyenangkan atau kesedihan yang sedang dialaminya. Kemudian seorang interviewer juga harus memiliki pengetahuan tentang area apa saja yang mencakup untuk menjadi seorang pewawancara yang baik. Kemudian wawancara biasanya juga dilakukan untuk kepentingan psikolog dalam membantu kliennya menyelesaikan permasalahannya. Selain itu wawancara juga sangat dibutuhkan dalam proses perekrutan karyawan. Dalam setting pendidikan, proses wawancara dibutuhkan dalam sistem IEP di beberapa sekolah yang memakai sistem ini.


Dalam melakukan proses wawancara, ada beberapa prinsip etika yang penting agar menjadi seorang pewawancara yang baik. Beberapa etika tersebut diantaranya adalah,
a. Memiliki Kompetensi
Seorang pewawancara tentunya harus memiliki kompetensi untuk mewawancara orang yang akan diwawancarainya. Kemudian, ia juga harus menguasai materi apa saja yang akan ditanyakan dalam wawancaranya tersebut. Jika seorang pewawancara merasa kurang mampu dalam mewawancara kasus tertentu, ia dapat meminta bantuan atau merever kliennya tersebut pada orang yang memiliki kemampuan di bidang atau di materi yang akan diwawancarainya tersebut. Atau pewawancara tersebut juga dapat meminta bantuan supervisernya untuk mesupervisi pada saat proses wawancara berlangsung.
b. Menggunakan Informed Consent
Informed consent merupakan hal yang juga menjadi penting saat proses wawancara. Dengan informed consent seorang pewawancara dapat menyampaikan bagaimana tujuan dari wawancara, kemudian prosedur wawancara, sekalipun berapa banyak waktu yang akan dihabiskan dalam proses wawancara sampai klien merasa sudah dapat survive dari permasalahannya
c. Menjaga Kerahasiaan Klien
Kemudian seorang psikolog juga harus memiliki etika dalam menjaga kerahasiaan permasalahan yang diceritakan kliennya padanya. Ada beberapa permasalahan yang dapat diberitahukan kepada keluarga klie, bukan orang selain keluarga klie, diantaranya adalah permaslahan dalam kasus pembunuhan, masalah pembebasan bersyarat, dan masalah bunuh diri.
d. Memiliki Power
Seorang psikolog dan kliennya harus memiliki power atau kekuatan yang sama. Artinya seorang psikolog harus mampu menghargai keinginan klien tetapi kliennya juga jangan seenaknya memberi perlakuan terhadap psikolgnya. Intinya keduanya harus saling bekerja sama agar masalah klien dapat teratasi dengan bai.
e. Social Justice and Advocacy
Budaya dari klien, keluarga, maupun lingkungan di mana klien tinggal harus juga diperhatikan oleh seorang psikolog. Karena dengan ia belajar dan mempertimbangkan bagaimana budaya klien, maka hal tersebut akan memudahkan psikolog tersebut dalam mengatasi masalah klien dan juga dapat berempati terhadap masalah yang sedang dihadapi klien.
f. Multicultural Competence
Sebelum melakukan wawancara, kita harus kenali diri kita terlebih dahulu dengan cara RESPECTFUL MODEL, yaitu :
1. Religion/Spirituality
2. Economic/Class Background
3. Sexual Identity
4. Personal Style & Education
5. Ethnic/Racial Identity
6. Chronological/Life Span Challenges
7. Trauma
8. Family background
9. Unique Physical Characteristic
10. Location of residence and language difference

Inti dari perkuliahan hari itu adalah seorang interviewer, apapun bidang interviewnya, harus memiliki skill yang baik disertai dengan perilaku juga yang mendukung skill nya tersebut. Skill yang memiliki kompetensi di bidangnya disertai dengan etika sebagai seorang interviewer akan membuat interviewee dapat dengan nyaman menjawab pertanyaan-pertanyaan interviewernya dan jika dilihat dari setting psikologi klinis maka dari hasil wawancara tersebut akan menjadi acuan bagaimana treatment yang tepat untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi klien.


Sesuatu dalam diri saya yang perlu saya tingkatkan dan pelajari lebih dalam dalam teknik wawancara adalah semua etika yang harus dipelajari untuk menjadi pewawancara yang baik. mengapa semua hal tersebut perlu saya tingkatkan dalan saya pelajari lebih dalam? karena saya merasa kompetensi yang saya miliki mengenai teknik wawancara masih sangat kurang. oleh karena itu saya akan belajar dengan baik dan bersungguh-sungguh dalam teknik wawancara tersebut. saya merasa sangat perlu belajar untuk memiliki kompetensi yang baik dalam teknik wawancara karena untuk menjadi seorang pewawancara yang baik, tentunya harus memiliki kompetensi. kemudian, ia juga harus menguasai materi apa saja yang akan ditanyakan dalam wawancaranya tersebut. kemudian saya juga merasa bahwa saya harus belajar untuk menggunakan dan menulis informed consent dengan baik dan benar. bagi sebagian orang mungkin sah-sah saja dan sangat diperbolehkan untuk mengcopy paste informed consent yang sudah ada. tetapi penting bagi saya untuk mengetahui bagaimana penulisan informed consent yang benar karena walaupun hal ini terlihat mudah tapi saya merasa informed consent sangat penting dalam teknik wawancara. kemudia etika yang ketiga yang harus juga saya tingkatkan adalah mengenai kekuatan/power, yang berarti saya harus mampu menghargai keinginan klien tetapi kliennya juga jangan seenaknya memberi perlakuan terhadap saya sendiri. intinya saya dan orang yang saya wawancarai harus saling bekerja sama agar hasil wawancara dapat dikatan baik. kemudian saya juga merasa perlu mempelajari bagaimana budaya orang-orang yang berbeda budaya dengan saya. karena dengan begitu saya akan mengetahui bagaimana kebiasaan -kebiasaan yang ada dalam budaya-budaya orang lain yang mereka miliki. dan yang terakhir saya juga harus sangat memperhatikan bagaimana multicultural competence yang dimiliki masing-masing orang beserta item-item yang ada dalam multicultural competence itu sendiri.

5 September 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar