Wawancara?
tentunya sangat klise kalau membahas tentang wawancara. Siapa yang
tidak tahu dengan wawancara?. Dalam dunia media yang luas seperti
sekarang ini pastinya kita sangat sering melihat wawancara. Kita akan
menemukan wawancara di berbagai media, mungkin lewat televisi dalam
acara talkshow, berita, reality show, atau juga kita bisa menemukan
hasil wawancara dalam bentuk tulisan seperti di majalah, koran, dll.
Dalam dunia informasi dan globalisasi seperti jaman sekarang ini rasanya
wawancara pasti merupakan salah satu teknik yang penting untuk
diaplikasikan dalam setiap bidang kehidupan manusia.
Sehingga dalam kesempatan kali ini dengan dorongan dosen saya Bu Henny
yang mengajar saya di fakultas psikologi dalam pelajaran teknik
wawancara, saya akan mencoba berbagi tentang teknik wawancara yang sudah
saya pelajari.
Wawancara jika dedefinisikan adalah proses tanya jawab antara dua
orang atau lebih dengan tujuan untuk menggali informasi. Dari definisi
tersebut kita tahu bahwa tujuan wawancara adalah memunculkan informasi
yang tadinya belum terdeteksi. Dalam aplikasinya di kehidupan
sehari-hari, biasanya wawancara digunakan untuk mengetahui perspektif
dan jalan pikir dari seseorang berkaitan dengan suatu topik yang
dibahas. Walaupun tentunya wawancara bisa selalu fleksibel dan bergerak
mengikuti situasi di dalam aplikasinya. Lewat wawancara kita bisa
mendapatkan berbagai hal yang kita butuhkan berkaitan dalam segala
bidang. Karena dari wawancara kita bisa melihat lebih jelas dan detail
hal yang tadinya terlihat samar. Tidak hanya itu bahkan lewat wawancara
kita bisa mengetahui apa yang sebenarnya dipikirkan dan dirasakan oleh
individu berkaitan dengan hal yang ingin kita gali.
Mungkin lewat paragraf di atas kita mengetahui lebih dalam manfaat
dari wawancara, namun.. tunggu dulu. Melakukan wawancara tidak semudah
kelihatannya, sebagai mahasiswa psikologi saya sangat sering mendapat
tugas wawancara. Sehingga saya mengalami berbagai tantangan dan kendala
dalam melalui proses wawancara. Lantas bagaimana menjadi pewawancara
yang baik? Tentunya saya bukan pewawancara profesional yang sudah
memiliki jam terbang tinggi. Saya hanyalah anak kuliahan yang masih
terus memperlengkapi dan memperbaiki teknik wawancara saya. Sehingga
lewat ilmu dan masukan yang saya dapat dalam perkuliahan saya bersama Bu
Henny saya akan mencoba membagikan beberapa hal seputar teknik
wawancara. Pewawancara yang baik harus menyadari betapa pentingnya
persiapan. Sehingga sebelum memulai wawancara kita harus mempersiapkan
pertanyaan yang terstruktur berkaitan dengan topik yang akan kita tanya.
Pewawancara yang baik harus pandai dalam membangun rapport.
Karena bagaimana kita membangun suasana dengan subyek yang akan
diwawancara sangatlah penting. Suasana nyaman dan bentuk hubungan kita
dengan subyek akan sangat memperngaruhi informasi yang akan diberikan
subyek. Dalam hal ini pewawancara dituntut untuk menjadi orang yang ahli
dalam membentuk dan membangun suasana. Pewawancara yang baik juga harus
dapat melihat situasi dan suasana tempat wawancara, karena itu akan
mempengaruhi proses tanya jawab antara kita dengan subyek.Satu hal yang
paling penting dalam teknik wawancara adalah kita harus memiliki sikap
netral, obyektif dan tidak mengarahkan subyek kepada hal tertentu.
Karena tidak akan ada individu yang merasa percaya dan nyaman jika kita
tidak bisa bersifat netral. Tentunya setiap individu akan lebih terbuka
dan merasa percaya dengan seseorang yang memiliki sikap netral dan tidak
cepat menghakimi.
Selain melakukan proses dialog, pewawancara yang baik juga harus pandai
dalam mengobservasi segala pergerakan dan bahasa tubuh dari subyek.
Karena sekalipun mulut bisa berbohong namun bahasa tubuh akan lebih
spontan dalam menyatakan kondisi mental maupun emosional. Sehingga jika
kita mahir dalam melakukan observasi maka kita tahu kapan subyek merasa
tidak nyaman dengan percakapan kita, atau kapan subyek mulai berbohong,
mungkin juga kita tahu mana sebenernya pertanyaaan yang harus kita
tanyakan kepada subyek. Poinnya kemampuan observasi akan memperkaya
proses wawancara kita dan juga hasil yang dicapai dapat lebih maksimal.
Hal yang terakhir saya akan bagikan adalah bias-bias dalam wawancara.
Dalam proses wawancara ada tiga faktor yang dapat menyebabkan bias.
Yaitu, Hallo effect : istilah gampangnya kita sering
menilai buku dari sampul, terkadang kita suka menghakimi orang langsung
dari pandangan pertama dan saat kita menyapa mereka dengan kata hallo.
Sehingga cara pandang pertama kita dapat mempengaruhi keseluruhan proses
wawancara. Sebaiknya untuk menghindari bias ini kita jangan terlalu
cepat mempersepsikan seseorang lewat kesan pertama. Confirmatory bias
: adalah keadaan ketika kita berusaha mengarahkan subyek sehingga
membenarkan pendapat kira. Bias seperti ini harus kita hindari, karena
jika kita tidak bersikap netral dalam proses wawancara kita akan
kehilangan makna dan nilai sesunggunya dari proses tersebut. Primacy effect: merupakan
sebuah karakteristik luar biasa yang dimiliki oleh orang yang
diwawancarai yang dapat membuat pewawancara menilai
karakteristik-karakteristik lainnya berkaitan dengan karakteristik luar
biasa tersebut, padahal belum tentu demikian. Sebaiknya bias seperti ini
juga dihindari karena kita dapat kehilangan data autentik yang kita
butuhkan jika kita terlalu terlena dengan satu sisi dari subyek tanpa
melihat subyek dari keseluruhan sisi.
Jika melihat tulisan di atas rasanya sangat minder, karena masih banyak
sekali yang perlu saya tingkatkan dari skill wawancara saya. Bagi
kalian yang membaca tulisan ini semoga terinspirasi dan mendapatkan
sesuatu dari apa yang saya tulis. Saya sangat menghargai waktu yang
kalian luangkan untuk membaca tulisan saya, terima kasih :)
5 September 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar