Salam sejahtera bagi seluruh ibu di
dunia…
Saat ini saya mencoba merenungkan kembali tentang peran seorang ibu. Kebetulan
saya berkesempatan untuk menemani ibu saya mengunjungi saudara. Cukup jarang
ada kesempatan bisa berkumpul dengan ibu saya. Jika melihat kebelakang, mungkin
saya kurang memperhatikan peran ibu bagi saya.
Saya tinggal juga bersama dengan nenek saya (alm.). Biasa saya memanggil
ibu dari ibu saya tersebut dengan oma. Sejak lahir, oma yang jauh lebih dominan
mengurus dan mendidik saya. Kebetulan oma saya seorang kepala sekolah di sebuah
TK swasta. Banyak masa kecil saya dihabiskan bersama oma. Kedua orang tua saya
bisa dikatakan pekerja keras. Mereka bekerja sejak pagi hingga malam. Akhir pekan
pun mereka aktif di gereja sehingga waktu untuk anak-anaknya relatif minim
sekali.
Sejujurnya, dalam hati, saya merasa tidak adil dan iri. Saya melihat
teman-teman saya dijemput, merayakan ulang tahun, ditemani belajar oleh orang
tua mereka. Sempat saya langsung protes ke ibu saya, “kenapa mami kerja
terus?kapan waktu jalan-jalan kaya temen aku sama maminya?”. Mami saya pun
marah. Dia menjelaskan bahwa bekerja seperti itu pun demi anak-anaknya. Kami sekolah
di sekolah yang cukup ternama di Jakarta dan belum termasuk biaya-biaya diluar
itu. Saya pun hanya terdiam dan bersedih dalam hati.
Semakin dewasa, saya semakin jauh dari orang tua. Lebih banyak waktu
dihabiskan dengan teman. Mungkin masih ada waktu berbincang dan bertukar
pikiran dengan oma. Bagi saya, oma adalah panutan yang terpercaya. Meskipun di
usia senja, kedengaran ketinggalan jaman, tetapi semua nasihatnya sebenarnya
masih sangat relevan dengan saat ini. Bisa dikatakan, kehidupan saya sejak
kecil hingga saat ini 80% merupakan hasil dari didikan oma saya.
Hampir setahun lalu, oma saya sudah kembali ke rumah Bapa di sorga. Saya
cukup terpukul dengan peristiwa itu. Sangat merasa kehilangan sosok yang menjadi
panutan dalam menjalani hidup. Ternyata, ada hikmah dibalik semua kejadian itu.
Peran ibu saya jadi lebih terlihat. Saya lebih mendekatkan diri dengan
keluarga. Rasanya seperti baru bisa melihat setelah buta sekian lama bahwa ibu
saya memang berjuang untuk kami anak-anaknya. Saya mulai mendengarkan
saran-sarannya dan mencoba menjadikannya panutan.
Saya tetap menjadikan oma saya sosok yang inspiratif dan patut
diteladani. Tetapi, saya juga belajar memperhatikan peran ibu. Ditambah,
perhitungan “gaji” profesi ibu rumah tangga, memang sangat mahal. Semua itu
menjadi cuma-cuma karena ia menyayangi kami. Senang rasanya masih punya
kesepatan berbakti kepada ibu. Meskipun masih terasa canggung, lewat tulisan
ini saya hanya bisa mengucapkan terima kasih ibu…..
7 September 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar