Sabtu, 08 September 2012

Menjadi pewawancara yang baik (Yessica Felicia S.)


Banyak orang ingin menjadi seorang pewawancara yang baik dan mampu untuk mendapatkan banyak informasi dari orang lain. Untuk menjadi pewawancara yang baik itu tidaklah semudah yang banyak orang bayangkan, karena dalam proses melakukan wawancara bukanlah hanya bermodalkan kemampuan berbicara saja, tetapi banyak hal yang harus diperhatikan sebelumnya dan juga dimiliki oleh seseorang jika ingin menjadi seorang pewawancara yang baik.

Seseorang yang ingin menjadi pewawancara yang baik haruslah memiliki skill dan pengetahuan yang luas terlebih dahulu. Hal ini dapat digambarkan dengan ungkapan “jika ingin menolong orang yang tenggelam sebaiknya kita harus mampu dulu untuk berenang”. Menjadi pewawancara yang baik itu dapat diibaratkan sama seperti menjadi seorang pendengar yang baik, karena dalam proses wawancara kita haruslah benar-benar mendengar apa yang dikatakan oleh orang yang sedang kita wawancarai tanpa memberikan terlalu banyak komentar.

Seorang pewawancara harus pula memiliki pengetahuan tentang apa yang ingin ia wawancarai terlebih dahulu. Dalam proses mewawancara sebelumnya pewawancara harus juga membina hubungan yang baik (membina rapport), membuat suasana yang nyaman, dan tidak tegang, hal ini bertujuan untuk membuat orang yang diwawancarai dapat terasa nyaman dan aman saat berbicara dengan si pewawancara sehingga ia mampu mengungkapkan segala sesuatu yang ditanyakan dengan jelas dan benar..

Bukan hanya itu saja tetapi seorang pewawancara yang baik harus pula memiliki rasa empati yang tinggi. pewawncara pun harus memperhatikan juga semua yang berhubungan dengan kode etik, seperti contohnya pewawancara harus mampu untuk menjaga kerahasiaan dari apa yang diungkapkan oleh orang orang yang diwawancarai kepada si pewawancara. Harus memahami perbedaan-perbedaan yang ada secara umum seperti suku, agama, ras dan lain sebagainya Memahami pula  bahwa setiap orang memiliki pemahaman-pemahaman yang berbeda.

Di dalam proses wawancara dapat saja terjadi bias-bias. Bias itu dapat terjadi disebeblkan oleh pewawancara itu sendiri ataupun dapat juga disebebkan oleh responden. Bias-bias itu terjadi Karena adanya pemahaman yang berbeda. Pewawancara haruslah juga menyadari bahwa pewawancara dan yang diwawancarai pada hakekatnya itu adalah sama dan sejajar, tidak ada perbedaan antara si pewawancara dengan orang yang diwawancarai, sekali pun misalnya orang yang diwawancarai itu memiliki pendidikan yang lebih tinggi, memiliki wajah yang lebih cantik atau tampan, semua itu tidaklah mempengaruhi.

 4 September 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar