Senin, 01 Oktober 2012

Masalahmu adalah penderitaanku.. (Meily Fransisca)


Harapan individu yang mengambil keputusan dalam menjalani kehidupan menikah, pasti berharap agar keluarganya hidup dalam keharmonisan, keutuhan dan langgeng, serta tidak terjadi perpisahan baik pisah karena cerai maupun pisah karena salah satunya meninggal. Keadaan di mana sebuah keluarga tidak bisa utuh lagi, tentunya yang akan lebih banyak menerima dampaknya adalah anak-anak, terlebih kalau perpisahan itu karena sebuah perceraian. Pertanyaannya, Bagaimana setiap individu menyadari dampak dari perceraian tersebut? Dan seberpa jauh anda paham mengenai dampak tersebut?

Banyak sekali dampak negatif perceraian yang bisa muncul pada anak. Marah pada diri sendiri, marah pada lingkungan, jadi pembangkang, tidak sabaran, impulsif, inferior,dan lain sebagainya. Bisa jadi, anak akan merasa bersalah (guilty feeling) dan menganggap dirinya menjadi penyebab perceraian. Dampak lain adalah anak jadi apatis, menarik diri, atau sebaliknya. Anak juga bisa jadi tidak percaya diri dan takut menjalin kedekatan (intimacy) dengan lawan jenis. Setelah dewasa, anak cenderung tidak berani untuk berkomitmen pada suatu hubungan. Pacaran-putus, pacaran-putus. Self esteem anak juga bisa turun. Jika self esteem sangat rendah dan rasa bersalahnya sangat besar, anak bisa jadi akan dendam pada orangtuanya, terlibat obat- obat terlarang dan alkohol yang ekstrem dan sering kali muncul pikiran untuk bunuh diri.

Anak-anak dengan kondisi orang tua bercerai sering hidup menderita, khususnya dalam hal keuangan serta secara emosional seperti kehilangan rasa aman di dalam keluarga. Oleh karena itu tidak jarang mereka berbohong dengan mengatakan bahwa orangtua mereka tidak bercerai atau bahkan menghindari pertanyaan-pertanyaan tentang perceraian orang tua mereka.

27 September 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar