Rabu, 31 Oktober 2012

Keluarga Disharmoni (Fauziah - 705120151)


Pengertian Keluarga Disharmoni
     Keluarga. “Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidupnya dalam suatu rumah tangga berinteraksi satu sama lain dan dalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan” (Salvicion & Celis dikutip dalam Baron & Byrne, 2003). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), keluarga adalah satuan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di bawah suatu atap dalam keadaan saling bergantung satu sama lain.
     Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah gabungan dari beberapa individu yang tergabung karena perkawinan atau hubungan darah yang tinggal satu atap berinteraksi dan menjalankan perannya masing-masing.
   Disharmoni. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) “Disharmoni adalah kejanggalan; ketidakselarasan”. Ketidakselarasan yang terjadi dapat menyangkut berbagai aspek dalam kehidupan sehari-hari. Ketidakselarasan yang terjadi dalam keluarga biasa disebut  keluarga disharmoni.
     Keluarga Disharmoni. “Keluarga disharmoni adalah kondisi retaknya struktur peran sosial dalam suatu unit keluarga yang disebabkan satu atau beberapa anggota keluarga gagal menjalankan kewajiban peran mereka sebagaimana mestinya” (Goode, 1991). Munculnya keluarga disharmoni ini disebabkan karena adanya rasa kurang percaya dan curiga yang muncul dalam anggota keluarga. Hal ini disebabkan karena unit dasar dari masyarakat telah rusak (Somasundaram, 2007).

Ciri-ciri Keluarga Disharmoni
     Ciri keluarga disharmoni yang pertama adalah keluarga yang kehidupannya diliputi oleh ketegangan, kekecewaan, dan tidak pernah merasa puas dan bahagia terhadap keadaan dan keberadaan dirinya sehingga anggotanya merasa terganggu atau terhambat (Gunarsa, & Gunarsa, 2004). Ciri kedua, adalah hilangnya anggota keluarga yang disebabkan karena kematian, cidera, atau perpindahan yang membuat kesenjangan besar dalam peran seseorang di keluarga (Somasundaram, 2007).   Pada ciri ketiga, anggota keluarga yang berusia remaja lebih sering berada di luar rumah dibandingkan di dalam rumah karena ada rasa tidak nyaman berada dalam rumah yang diisi oleh konflik keluarga (Formoso, Gonzales, & Aiken, 2000).

Faktor yang Melahirkan Keluarga Disharmoni
     “Hilangnya peran penting dari kehilangan anggota dapat menyebabkan gangguan dan ketidakharmonisan dalam keluarga” (Somasundaram, 2007). Gangguan dalam keluarga dapat memicu guncangan yang mengancam ketahanan keluarga sehingga menyebabkan perubahan pola dan perubahan hubungan antar anggota keluarga (Rakhmat, 2007). Salah satu gangguan yang mengancam perubahan hubungan antar anggota keluarga adalah kebosanan. Rasa bosan membuat hubungan menjadi hambar, komunikasi mengalami hambatan, tugas suami istri menjadi terbengkalai, dan terjadi pembalasan setiap ada yang memulai suatu tindakan. (Farisi, 2008). Dengan kata lain, rasa bosan yang muncul dapat dipicu oleh berbagai hambatan dan masalah semakin menguatkan ketidakharmonisan dalam suatu keluarga.

Dampak dari Keluarga Disharmoni
     Bagi anak-anak, berkurangnya ikatan antara anak dan orangtua dalam rumah yang berkonflik membuat anak mengalami stres, sehingga anak lebih nyaman berada di luar rumah (Formoso, Gonzales, & Aiken, 2000). Disharmoni semakin menguat dalam keluarga khususnya pasangan suami istri dapat menyebabkan pasangan suami istri tersebut mengalami keretakan hubungan seperti kurangnya komunikasi kemudian menjadi perpisahan yang berujung talak bahkan perceraian (Farisi, 2008).

Pencegahan dan Pemulihan Keluarga Disharmoni
     Prinsip-prinsip dinamika keluarga dapat digunakan untuk mendukung penyembuhan hubungan yang bertujuan menangkal interaksi yang tidak adaptif. Masalah komunikasi individu mengarah kepada kesadaran peran seseorang dan dorongan terhadap rasa saling membutuhkan menjadi fungsi yang digunakan untuk membangun persatuan keluarga. Ketika anggota dalam keluarga khususnya anak-anak bertemu dengan masalah dinamika keluarga, maka ia harus dikelola agar cepat pulih (Somasundaram, 1998). Dengan menyadari bahwa setiap anggota memiliki rasa ketergantungan dapat membina persatuan keluarga dan mencegah perpecahan didalamnya (Somasundaram, 2007).


Daftar Pustaka
Baron, R. A., & Byrne, D. (2003). Psikologi sosial. Jakarta: Erlangga.
Disharmoni. (2008). Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.
Farisi, M. Z. A. (2008). When i love you: Menuju sukses hubungan suami istri. Jakarta: Gema Insani.
Formoso, D., Gonzales, N. A., & Aiken, L. S. (2000). Family conflict and children’s internalizing and externalizing behavior: Protective factors. American  Journal of Community Psychology, 28(2), 175-199.
Goode, W. J. (1991). Sosiologi keluarga. Jakarta: Bumi Aksara.
Gunarsa, D. S., & Gunarsa, Y. S. D. (2004). Psikologi praktis: Anak, remaja, dan    keluarga. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Keluarga. (2008). Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.
Rakhmat, J. (2007). SQ for kids: Mengembangkan kecerdasan spiritual anak sejak dini. Bandung: Mizan Pustaka.
Somasundaram, D. J. (2007). Collective trauma in northern Sri Lanka: A qualitative  psychosocial-ecological study. International Journal of Mental Health Systems, 1(5), Doi: 10.1186/1752-4458-1-5.
Somasundaram, D. J. (1998). Scarred minds. New Delhi: Sage Publications.

23 Oktober 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar