Rabu, 31 Oktober 2012

Kekerasan yang Dialami Anak dan Istri dalam Keluarga Disharmonis (Lucia Vega - 705120069)


Keluarga
   Menurut Gunarsa (1995), keluarga merupakan unit sosial terkecil dalam masyarakat yang memiliki peran terpenting dalam perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian masing-masing anggota keluarganya. Keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak atau beberapa anak. Hubungan keluarga akan menjadi satu kesatuan yang kuat apabila terdapat hubungan yang baik satu sama lain. Hubungan yang baik ini juga harus ada timbal balik antar pihak anggota keluarga. Interaksi yang terjadi ini sebenarnya akan berpengaruh membentuk suasana ataupun keadaan keluarga yang harmonis atau disharmonis nantinya.
     Keluarga disharmonis dapat disebabkan berbagai banyak hal dan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Menurut Gunarsa (1995), keluarga disebut disharmonis apabila ada seorang atau beberapa orang anggota keluarga yang kehidupannya diliputi konflik, ketegangan, kekecewaan dan tidak pernah puas dan bahagia terhadap keadaan serta keberadaan dirinya. Keadaan ini berhubungan dengan kegagalan atau ketidakmampuan dalam penyesuaian diri terhadap orang lain atau terhadap lingkungan sosialnya.

Kekerasan
     Menurut Wirawan (2009), kekerasan dapat terjadi pada aspek fisik, psikologis, dan seksual. Di dalam melakukan kekerasan tidak mengenal latar belakang ekonomi, pendidikan, pekerjaan, etnis, usia, status pernikahan, ataupun bentuk fisik. Apabila seseorang mengalami kekerasan yang dilakukan oleh anggota keluarganya, ini akan terasa sulit untuk keluar dari lingkaran kekerasan yang berada di dalam rumah. Padahal kekerasan dalam rumah tangga telah diatur dalam Undang-Undang no 23, yang telah disahkan pada tahun 2004.
     Pada umumnya, banyak korban kekerasan dalam rumah tangga sulit untuk mengungkapkan persoalan kekerasan dalam rumah tangga, karena menganggap masalah ini sebagai aib keluarga dan terasa tabu jika masalah ini diberitahukan kepada pihak lain. Selain itu para korban juga takut. “Acapkali korban enggan melapor juga karena takut jiwanya terancam, pasrah terhadap pengalamanya, ragu-ragu, tidak menyadari haknya, atau karena malu dan tertekan apabila kasusnya diketahui oleh umum” (Kolibonso, dikutip dalam Wirawan, 2009).

Kekerasan pada Istri
     Kekerasan pada Istri juga merupakan bentuk dari keluarga disharmonis. Karena disini adanya konflik, dan korban dari masalah ini adalah istri. Sebagian besar istri sering bereaksi pasif terhadap tindak kekerasan yang dihadapi.  Ini menutupi kondisi tersembunyi terjadinya tindak kekerasan pada istri yang diperbuat oleh suami.  Kenyataan ini menyebabkan minimnya respon masyarakat terhadap tindakan yang dilakukan suami terhadap istri dalam ikatan pernikahan.  Istri memendam sendiri persoalan tersebut, tidak tahu bagaimana menyelesaikan dan semakin yakin pada anggapan yang keliru, suami dominan terhadap istri.
      Rumah tangga, keluarga merupakan suatu institusi sosial paling kecil dan bersifat otonom, sehingga menjadi wilayah pribadi keluarga yang tertutup dari jangkauan kekuasaan publik ketidaksetaraan hubungan antara perempuan dan laki-laki.
     Menurut Cormack dan Stathern (1990), terbentuknya dominasi laki-laki atas perempuan ditinjau dari teori nature and culture.  Dalam proses transformasi dari nature ke culture sering terjadi penaklukan.  Laki-laki sebagai culture mempunyai wewenang menaklukan dan memaksakan kehendak kepada perempuan (nature).  Secara kultural laki-laki ditempatkan pada posisi lebih tinggi dari perempuan, karena itu memiliki legitimasi untuk menaklukan dan memaksa perempuan.  Dari dua teori ini menunjukkan gambaran aspek sosiokultural telah membentuk social structure yang kondusif bagi dominasi laki-laki atas perempuan, sehingga mempengaruhi prilaku individu dalam kehidupan berkeluarga.

Bentuk-bentuk Kekerasan Menurut Undang-Undang
Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri dalam  rumah tangga dibedakan kedalam empat macam:
     Kekerasan fisik. Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Perilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak), menendang, menyudut dengan rokok, memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampak seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya.
     Kekerasan psikologis atau emosional. Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan / atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
     Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional adalah penghinaan, komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir istri dari dunia luar, mengancam atau ,menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak.
     Kekerasan seksual. Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri.
     Kekerasan ekonomi. Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri

Dampak dari Kekerasan
     Dampak terhadap pola pikir istri. Tindak kekerasan juga berakibat mempengaruhi cara berfikir korban, misalnya tidak mampu berfikir secara jernih karena selalu merasa takut, cenderung curiga (paranoid), sulit mengambil keputusan, tidak bisa percaya kepada apa yang terjadi. Istri yang menjadi korban kekerasan memiliki masalah kesehatan fisik dan mental dua kali lebih besar dibandingkan yang tidak menjadi korban termasuk tekanan mental, gangguan fisik, pusing, nyeri haid, terinfeksi penyakit menular.
     Dampak terhadap ekonomi keluarga. Dampak lain dari tindakan kekerasan meskipun tidak selalu adalah persoalan ekonomi, menimpa tidak saja perempuan yang tidak bekerja tetapi juga perempuan yang mencari nafkah. Seperti terputusnya akses ekono-mi secara mendadak, kehilangan kendali ekonomi rumah tangga, biaya tak terduga untuk hunian, kepindahan, pengobatan dan terapi serta ongkos perkara.
     Dampak terhadap  status emosi istri. Istri dapat mengalami depresi, penyalahgunaan atau pemakaian zat-zat tertentu (obat-obatan dan alkohol), kecemasan, percobaan bunuh diri, keadaan pasca trauma dan rendahnya kepercayaan diri.

Kekerasan pada Anak Ditinjau dari Teori Child Abuse
     Kekerasan pada anak dapat kita temukan di dalam masyarakat. Perlakuan kejam pada anak atau bisa juga disebut child abuse. Tindakan kejam terhadap anak ini bisa dikatakan seperti pengabaian anak dalam keluarga, pemerkosaan, sampai pembunuhan. Terdapat empat macam teori child abuse yaitu:
      Emotional abuse atau kekerasan emosional. Terjadi ketika orang tua tahu anaknya meminta perhatian, tetapi orang tua mengabaikan anaknya. Dari tindakan ibunya ini, anak akan mengingat tindakan ibunya ini, jika tindakan ini dilakukan secara konsisten dan tindakan ini merupakan tindakan kekerasan emosional.
   Verbal abuse atau kekerasan secara verbal. Terjadi ketika orang tua tahu anaknya meminta perhatian, tetapi orang tua membalas dengan berkata diam, jangan menangis, kamu bodoh, kamu cerewet, atau kurang ajar, dan seterusnya. Ini seperti kekerasan verbal yang akan diterima si anak dari
    Physical abuse atau kekerasan secara fisik. Terjadi ketika orang tua memukul anaknya, padahal anak itu sedang meminta perhatian kepada orang tuanya. Memukul seperti ini akan diingat oleh anak, apalagi orang tua memukul anaknya menggunakan alat, ini dapat menimbulkan trauma.
  Sexual abuse atau kekerasan secara seks. Tindakan seksual yang dialami anak yang dilakukan oleh anggota keluarganya. Biasanya selama delapan belas bulan pertama dalam kehidupan anak, anak tidak akan mengalami kekerasan ini, tapi tidak menutup kemungkinan anak dapat mengalami sebelum atau saat berumur delapan belas bulan pertama hidupnya.

Daftar Pustaka
Dampak kekerasan dalam rumah tangga bagi wanita.  (2007).  Diunduh dari  
     www.depkes.go.id
Solihin, L. (2004). Tindakan kekerasan pada anak dalam keluarga. Pendidikan
     Penabur,  4(3), 129-139.
Wirawan, H. (2009). Kekerasan terhadap istri: dampak dan penanggulangannya.
     Arkhe, 9(2),  109-119.

23 Oktober 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar